34. Kekecewaan

124 10 0
                                    

- Selamat membaca -

Setelah melewati perdebatan yang sengit akhirnya pelajaran kali ini telah diselesaikan dengan baik dan materi debat pada pagi hari ini telah selesai, sebenarnya Bu Nuha sendiri yang memutuskan secara sepihak karena kedua kelompok sama-sama kuat, beliaulah yang menyudahi materi debat ini, dalam lubuk hati yang paling dalam beliau masih ingin melihat argumen kedua murid kesayangan nya lagi dalam waktu yang lama, tapi jam pelajaran nya sudah habis dan dia harus segera melanjutkan aktivitas lainnya.

"Baik sampai disini dulu pelajaran saya, untuk nilai ibu beri kalian semua A. Kedua kelompok sama-sama pandai menyampaikan pendapat dan pandai mempertahankan argumen, jadi ibu beri skor yang sama untuk kalian."

"Yeay."

"Asik."

"Cuma duduk liatin Raka sama Raina debat gue dapat nilai A dong, gila mantap banget."

"Sering-sering aja deh gabung kelas."

Ucap  setiap siswa dan siswi yang ada didalam aula besar ini, pelajaran terasa begitu mudah dan menyenangkan jika digabung, para lelaki senang karena melihat kepintaran, keanggunan milik Raina, dan para perempuan tentu merasa sangat senang dapat menatap wajah tampan Raka dengan tenangnya, biasanya lelaki itu hanya akan berjalan melewati mereka semua tanpa sepatah kata pun, tapi jika seperti ini dengan leluasa mereka bisa memperhatikan Raka berbicara, begitu sempurna, perpaduan wajah tampan dan suara yang dingin yang keluar dari mulut lelaki itu.

"Yasudah, sekarang kalian boleh ke kelas masing-masing lagi. Ini tidak perlu dirapikan, karena akan dipakai oleh pelajaran lain," ucap Bu Nuha yang sudah merapikan bukunya.

"Baik Bu, terimakasih."

"Ya."

Setelah kepergian Bu Nuha, semua orang yang berada didalam ruangan tersebut berhamburan keluar. Hanya tersisa beberapa manusia saja di dalam aula, Raina yang hampir selesai merapikan bukunya, di temani Okta yang tengah menunggu Raina selesai. Seseorang diseberang sedang menatap teduh wajah cantik Raina, dia berniat menghampiri entah apa yang akan dia lakukan jika sudah berhadapan dengan Raina, tapi rasanya sulit untuk menahan dirinya tidak melangkahkan kaki ke arah perempuan dengan kerudung panjangnya itu.

Saat hendak melangkah tiba-tiba saja langkah kakinya tertahan oleh tepukan yang mendarat tepat di pundak lelaki yang nyaris sempurna ini, baik lah kita urungkan niat Raka dan lampiaskan kekesalan nya pada orang yang mengganggunya.

"Eits... Stop it!" Syauqi menghentikan langkah Raka.

"Apaan s-" Raka dibuat kebingungan oleh sahabatnya ini.

"Heh, suttttt!"

"Mau apaan? Gue mau ke-"

"Raina kan," jawab Syauqi yang memang sudah hapal baik maksud dan tujuan Raka.

"Terus kenapa lo halangi?" Raka melayangkan protesnya.

"Ini lebih buruk akibat nya kalau Raina tahu. Bisa-bisa dia berpikir lo udah deket banget sama si Windy, sampai-sampai dia harus nyusul kesini bro," kata Syauqi.

Raka mengangkat satu alisnya. "Maksud lo, Windy di depan?"

"Betul! Gue males banget ladenin cewek itu, mending langsung panggil pawangnya," jawabnya santai.

"Mulut lo minta di sobek pakai apa?" tanya Raka dengan tatapan Elangnya.

"Hehehe sorry sorry."

''Lain kali mulutnya disekolahin,'' ucap Raka dengan wajah malasnya.

"Udah, tapi tetap aja gak pintar,'' sahut Syauqi.

Raka memutar bola matanya malas.

''Eh yaudah sekarang buruan lo keluar, temui dia. Bawa pergi dari sini, daripada Raina lihat dan berpikiran yang iya-iya."

RAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang