Bulan sudah tertutup awan gelap saat Saka sampai di rumah. Setelah meletakkan sepatunya di rak, Saka masuk ke dalam rumah. Eve lah orang pertama yang Saka lihat di ruang tamu. Posisinya yang telentang di sofa dengan selimut di badannya, menunjukkan bahwa ia sedang tertidur.
Saka masuk dan langsung membuka jaketnya, menyisakan kemeja putih yang kancingnya ia buka hingga dada dan lengan yang disingkap hingga siku. Tas gendongnya ia letakkan di lantai bersama dengan jaket. Ia jongkok di samping Eve, menatap wajah tenangnya yang menandakan ia tertidur pulas.
Saka mengelus rambut kakaknya, lalu tak sengaja ia melihat bagian bahu kakaknya yang tidak tertutupi selimut. Terlihat jelas kulit mulus nan putih Eve yang hanya diganggu oleh tali karet -dan bisa Saka tebak apa itu.
"Kebiasaan kakak belum berubah emang."
Saka berdiri, pergi ke kamar Eve yang ada di lantai 2. Dia mengambil baju dan celana pendek dari lemari Eve lalu kembali menuruni tangga. Saka tiba di ruang tamu bertepatan dengan Eve yang sudah bangun.
"Udah pulang ternyata."
Saka hanya mengangguk, lalu memberikan baju yang ia bawa tadi. "Dipake. Kalo ada orang yang lihat nanti jadinya salah paham."
Eve terkekeh, lalu bangun sambil menyelimuti badannya. Hanya kaki jenjang putih yang terlihat, sedangkan bagian badannya tertutupi selimut. "Salah paham gimana?"
"Ya aku pake kemeja modelan hampir dibuka kaya gini, kakak cuma pake daleman. Apalagi yang bakal muncul pertama kali di pikiran orang yang ngeliat?"
Eve terkekeh, lalu mengambil baju yang Saka kasih. "Kakak adik ini, mana mungkin nyebabin salah paham."
"Sodara tiri beda darah kak, bisa aja ngelakuin 'itu'. Yang sedarah aja kadang ngelakuin." Saka duduk di samping Eve. Eve lagi – lagi terkekeh, sambil tersenyum jail ia berkata, "Kenapa? Kamu ada niat mau ngelakuin sama kakak?"
Saka mendelik sinis, yang berhasil membuat tawa Eve pecah. "Bercanda doang. Ya udah kakak pake baju dulu."
Eve berdiri, berjalan ke kamar mandi masih dengan selimut yang menutupi badannya. Saka menggelengkan kepala, lalu berdiri sambil membawa jaket dan tasnya, pergi ke kamar untuk beristirahat. Mengistirahatkan fisik dan mentalnya.
~.~.~.~.~.~.~.~.~
"Darimana aja kamu?!"
Andra hanya berdiri, menatap Ayahnya yang menyentak cukup keras. Suasana rumah kediaman Kenca langsung berubah. Yang awalnya adem dan sunyi, berubah jadi area yang tegang semenjak Andra menginjakan kaki di dalam rumah dan Pak Hen melihat kedatangannya.
"Ayah tanya, kamu habis darimana?!"
Mulut Andra semakin bungkam. Riska hanya diam sambil berpura – pura sibuk bermain handphone, sedangkan Bang Ludra sedari tadi ingin mencoba untuk menenangkan sang Ayah. Sayang, Bunda melarang dan menahan tangannya.
"Sodara kamu juga mana?! Belum pu-, Heh kamu! Sini!"
Denta yang baru mengucapkan salam, terkejut saat sang Ayah berteriak sambil menunjuk padanya. Denta yang baru sampai hanya bisa memasang wajah kebingungan sambil menunjuk dirinya. "Aku?"
"Siapa lagi yang berdiri di depan pintu?!"
Denta menggaruk tengkuknya, lalu berjalan mendekati Ayah. Berdiri di samping Andra.
Denta tahu sebenarnya alasan sang Ayah melakukan ini. Membentaknya di depan anggota keluarga yang lain. Tapi ia memilih bungkam, tidak akan membela dirinya sampai Ayah menjelaskan maksudnya.
"Kalian darimana?! Bukannya Ayah udah bilang hari ini ada rapat dan semua anggota keluarga Kenca harus ikut?! Kalian gak tau seberapa malunya Ayah saat rapat hanya keluarga kita yang tidak lengkap! Keluarga inti dari perusahaan, GAK LENGKAP?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Wealth
FanfictionKetika kau menjadikan kekayaan adalah segala dari segalanya, Apakah itu akan menjadi pesawat kertas yang terbang tanpa halangan, Atau menjadi boomerang yang berbalik kepada pemiliknya? Disinilah, kekayaan menjadi bagian hidup mereka. Ketika keluarga...