QIUNZE

11 2 0
                                    

"Ngapain lu pagi – pagi dah ngegembel depan rumah gue?"

Ucapan Saka itu berhasil membuatnya mendapat tatapan sinis dari Denta. Tersangka hanya terkekeh, ikut menyandarkan punggungnya ke mobil yang terpakir tepat di depan rumah Riksa.

"Bareng ya Den? Kebetulan gue sama Kak Eve jam kelasnya sama."

"Iya tuan." Denta membungkukkan badannya, seakan posisi Saka lebih tinggi darinya.

"Najis lu."

Saka membalik badannya, berusaha mengintip bagian dalam mobil Denta melalui kaca yang untungnya tidak terlalu gelap. Tidak ada tas ataupun buku, menandakan Denta tidak ikut ngampus hari ini.

"Gak ada kelas lu?"

Denta menggeleng. "Ada. Sama jam nya kaya lu."

"Lah? Terus tas ama buku?"

"Itulah gunanya loker di kampus. Untuk menyimpan barang – barang yang penting dan sering dipake. Yang gue bawa sama terus tiap kelas, ya udah gue taro di loker aja. Jadi? Gak ribet."

Saka mendecak. "Pinter juga otak lu."

"Iya lah. Makanya kakak lu bisa kecantol sama gue."

"Terus? Andra mana? Kan sekelas ama lu."

"Tau tu anak. Gue udah bilang jangan mabok, ntar sakit. Eh, tadi malem mabok ampe pingsan. Bener aja, pagi ini ngaku pusing sama badannya juga panas. Yowes disuruh nyokap absen kelas. Pake ngebohong segala lagi pas ditanya kenapa bisa sakit."

"Anak presiden perusahaan kok mabok sampe pingsan. Bisa sakit juga toh."

"Ya iyalah. Andra juga manusia kali, bisa sakit. Dan jangan pake embel – embel 'anak presiden kok'. Lu gak tau aja presidennya sendiri kek begimana."

Saka terdiam, karena dia tidak bisa membantah lagi. Dia memang tau bagaimana kehidupan Kenca ( yang jelas bersumber langsung dari Denta ). Namun bagian yang lebih mendalam, yang lebih privasi, jelas tidak pernah Denta ceritakan padanya. Tapi mendengar Denta berkata seperti itu, Saka bisa menebak kalau Presiden Kenca yang sebenarnya tidak sama seperti yang orang lain lihat.

Perkataan Denta menyudahi percakapan, karena Eve sudah keluar dari dalam rumah dengan tas selempang di bahunya. Celana jeans putih yang dikenakan secara tidak langsung menunjukkan kaki jenjangnya. Ia menutup pintu dan tersenyum ke arah Denta. "Pagi Den."

"Pagi sayang." Satu kecupan mendarat di pipi Eve. Membuat Saka memutar malas bola matanya. "Fix gue bakal jadi nyamuk."

"Waduh. Kalo gitu jangan ikut nebeng."

Saka yang baru mau mengambil tasnya di bangku, langsung membalikkan badan dan menatap kaget Denta. "Lah kenapa?!"

"Di mobil gue ada obat nyamuk soalnya. Kalo lu ampe mati, gue yang ribet."

Dan jawaban yang keluar dengan mulus dari dalam mulut Denta berhasil membuatnya mendapatkan tamparan cukup keras di punggungnya. Eve yang melihat hanya tertawa, berusaha tidak ikut campur pertengkaran pacarnya dengan adiknya itu.

"Sayang. Adik kamu barbar banget sih."

"Lu juga bangsat."

Saka masuk ke mobil kursi belakang, menutup pintu mobil lumayan kencang. Eve sekali lagi tertawa, sedangkan Denta menatap horror Saka sambil masih mengusap punggungnya yang meninggalkan sakit cukup membekas. "Kan barbar."

"Udah ah. Yu berangkat."

Eve masuk ke kursi samping supir, dan Denta masuk ke kursi sebelahnya. Setelah menutup pintu dan menyalakan mesin, Denta menyetir meninggalkan komplek perumaah elit mereka itu dan berkendara di jalan besar.

WealthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang