CINQ

20 2 0
                                    

Hal yang sangat langka melihat kehadiran Andra di perusahaan keluarganya sendiri. Walau tidak berpakaian formal, tetap saja banyak orang terkejut melihat kehadirannya. Satu perusahaan Kenca sudah tahu, bahwa Andra, anak dari presiden kantor mereka, adalah satu – satunya anggota keluarga Kenca yang enggan datang ke perusahaan. Sejak Andra dikenalkan kepada seluruh karyawan hingga sekarang, kunjungan Andra ke perusahaan bisa dihitung jari, termasuk rapat yang ia hadiri.

Itu yang membuat rasa heran Ludra berada di ambang batas saat melihat Andra berada di resepsionis perusahaan. Setelah hanya melihat dari balik dinding, Ludra memutuskan untuk mendatangi Andra.

"Terima kasih infonya."

"Sama – sama Tuan Andra."

Andra berjalan pergi tepat ke arah datangnya Ludra. Begitu saling berdiri berhadapan, Andra membungkuk. "Pagi CEO-nim."

Ludra tersenyum, menepuk pundaknya. "Manggil abang aja kali, kaya biasanya. Dan, apa yang membuat dirimu ini datang ke kantor?"

Andra mengangkat bahunya. "Gak tau sih. Kepikiran aja mau kesini. Kelasku malam, rumah kosong pas aku bangun. Jadi ya... entah kenapa tempat pertama kali yang aku pikirin itu kantor. Jadi aku kesini."

Andra menatap bajunya sendiri, lalu melihat sekelilingnya. Ia sedikit mencondongkan badannya dan berbisik pada Ludra. "Aku pake baju santai gapapa kan bang?"

Ludra tersenyum, mengangguk sambil merangkul bahu Andra. "Yu ke dalem."

Andra dan Ludra pun masuk ke dalam kantor. Beberapa pegawai yang lewat membungkuk kepada mereka. Setelah sampai di lantai 9, mereka keluar dari lift dan berjalan santai sembari memperhatikan beberapa pegawai.

"Mau diem dimana dulu? Soalnya abis ini abang ada rapat."

Andra tampak berpikir sebentar, lalu tatapannya jatuh pada 1 ruangan. "Di tempat abang boleh?"

Ludra mengangguk. Mereka memasuki ruangan Ludra yang paling adem dan lumayan luas. Interiornya terpasang rapih, sofa dan meja berdiri kokoh di depan meja kerja dari kayu jati dengan papan hitam dengan tulisan "Aludra Kenca Pranji" berwarna emas. Meja kerja dan ruangan Ludra sangat rapih.

"Kamu disini bentar ya? Jangan pegang apa – apa. Inget, kamu belum punya kuasa buat lihat dokumen perusahaan. Kalo mau main game, pake laptop abang yang itu." Ludra menunjuk ke salah satu meja di pojok dekat jendela. Dia berjalan ke arah pintu. "Abang tinggal dulu ya?"

Andra mengangguk, lalu membungkuk pada Ludra yang sudah pergi meninggalkan ruangan. Andra kembali berdiri, melihat – lihat sekelilingnya. Ini bukan pertama kali Andra masuk ruangan Ludra. Tapi tetap saja, ruangan Ludra selalu ia kagumi setiap ia berkunjung kesini.

Dia menatap ke laptop yang tadi Ludra tunjuk. Senyum tipisnya timbul, lalu berjalan dan duduk di kursi kerja Ludra. Ia menyalakan komputer di meja, sambil mengeluarkan flashdisk dari saku jaketnya.

"Kau tahu aku tidak bisa untuk tidak melanggar perintahmu, Tuan Ludra."

~.~.~.~.~.~.~.~.~

Pandu menatap gedung di depannya kini. Gedung dengan 12 lantai dan design yang mewah ini, adalah gedung perusahaan teknologi terbesar di Seoul. Gedung dengan interior mayoritas berwarna biru selalu menjadi tujuan utama setiap orang yang lulus dengan sarjana IT. Dan gedung inilah, saksi Pandu membuat janji pembalasan dendam.

7 tahun yang lalu, Pandu baru memasuki masa remaja dan masih belum mengerti tentang urusan perusahaan keluarga mereka. Pandu hanya mengangguk – angguk saja saat berada di tengah pembicaraan kedua orangtua dan kakak tertuanya saat membahas tentang perusahaan. Aslinya? Tau arti saham saja dia tidak.

WealthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang