NEUF

25 1 0
                                    

Hari ini mungkin bisa disebut sebagai hari kemenangan (?) keluarga Kenca. Tuan Hen merasa sangat senang sejak rapat selesai. Semua dari mereka senang, terkecuali Andra dan Denta. Hanya mereka yang tidak bertenaga dan terlihat tidak bernafsu ikut merayakan.

"Baru gini doang bikin pesta. Kalau project berhasil, bisa – bisa semua mitra diajak pesta."

Tuan Hen yang sedang asyik meneguk soju, menjauhi mulut botol dari bibirnya sambil menunjuk Andra. "Ide bagus Andra."

Andra memutar malas bola matanya. Dia mengambil jaket tipis di gantungan dan berjalan ke pintu keluar. Sebelumnya, Andra mendekati Denta dan berbisik sesuatu. "Gue tahu lu jenuh juga."

Denta menghela nafasnya pelan, mengambil jaket tipis dan pergi menyusul Andra. Tidak ada yang menyadari karena mereka asyik berbincang dan "hampir mabuk", setelah beberapa menit barulah Ludra menyadari kalo Andra dan Denta tidak ada di tempat duduk mereka tadi.

Denta dan Andra berjalan pergi, benar – benar jalan tanpa menggunakan kendaraan. Ini sudah pukul 9 malam, jadi wajar saja angin dingin mengelus pipi mereka yang tidak tertutup apapun. Jalanan perumahan pun sudah sepi, hanya satu atau dua mobil yang melintas.

"Kalo ada yang bilang perumahan ini angker, kayanya gue bakal percaya sama omongan mereka. Serem lur."

Andra tertawa pelan. "Efek udah malem kali Den."

Denta hanya mengangguk. Mereka terus bejalan santai tanpa mengeluarkan suara sekecil pun ( kecuali suara teriakan Denta yang terkejut saat ada kecoa terbang di dekatnya ), sampai akhirnya mereka sudah berjalan sekitar 20 menit.

"Kalo gue ke rumah mereka, bakal ditendang gak ya?"

Andra menatap arah mata Denta melihat. Rumah dengan cat warna putih dengan pagar tinggi menjulang hadir beberapa meter dari tempat mereka. Lampu di balkon dan teras menerangkan rumah dan garasi yang terbuka, menampilkan barisan mobil mewah di dalamnya.

"Lu mau kesana?"

Denta mengangkat bahunya. "Bahkan gue gak tahu mereka masih terima kehadiran gue atau nggak."

"Kan ada pacar lu. Modus lah dikit." Andra melanjutkan jalannya, dan berhenti tepat di depan pagar rumah tadi. Denta mendengus kesal. JIka Andra sudah berdiri di depan pagar rumah seseorang, tandanya dia memaksa Denta untuk berkunjung.

"Karena gak mungkin gue doang yang dateng, mending lu ngikut. Jadi ada alesan kan."

Denta datang menghampiri. "Ternyata lu masih kurang waras ya dari gue. Kabur dari rumah, larinya ke kandang musuh."

Andra mengangkat bahunya. "Setidaknya disini kita masih diajak ngobrol walau itu lebih ke obrolan sinis daripada obrolan hangat."

Denta memencet bel rumah, yang belnya terdengar sampai luar rumah. "Betul kata lu."

Tidak butuh waktu lama, seorang perempuan muda keluar dari rumah. Ia membukakan pagar sambil menunduk hormat. "Selamat datang Tuan. Mari masuk ke dalam."

Denta hanya mengangguk, lalu masuk ke dalam diikuti Andra. Andra mengamati perempuan tadi yang kini jalan di depan mereka, lalu berbisik pada Denta. "Kenal Den?"

"Tamu langganan pasti kenal."

Andra mendecik kesal. "Sapanya Tuan Jendra?"

"Pembantu lah. Lu pikir istri keduanya?"

"Ya.. siapa tahu gitu. Tuan Jendra yang alim belum tentu alim."

"Emang lu kira Ayah?" Denta berhenti dan berdiri di depan pintu depan, menunggu perempuan tadi kembali. "Yang kapan aja bisa bawain kita ibu ketiga dan adek tiri lagi?"

WealthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang