"Sekian kelas hari ini, semoga nilai ujian kalian memuaskan. Besok saya bagikan hasilnya." Pak Dani tersenyum, lalu keluar dari kelas. Denta memasukan bukunya ke tas, merenggakan tubuhnya yang pegal karena terus duduk dari awal kelas.
"Kantin? Atau mau langsung balik lu?"
"Gue ada janji sama Eve." Denta menggendong tasnya, bangkit dari kursi. "Mo ikut?"
Andra terdiam, bingung antara menggeleng atau mengangguk. Ingin ikut, tapi sudah dipastikan ia akan jadi nyamuk. Jika tidak ikut, dia tidak tahu harus kabur kemana. "Lu gak lupa kan hari ini rapat perusahaan? Ayah pasti pengen kita hadir."
"Tau, tapi gak perduli. Gue lagi gak bisa mikir." Denta berjalan keluar, meninggalkan Andra yang masih dilema. Dia berdecak kesal, ikut keluar kelas dan berjalan ke perpustakaan. Saat ia masuk, pandangannya langsung jatuh ke meja tepat di depan yang menampilkan sosok musuhnya sedang mengetik di laptop. Matanya yang terbingkai kacamata bolak – balik menatap layar laptop dan buku di samping.
"Sialan."
Andra berjalan menjauhi meja tersebut, mencari buku yang ia perlukan di rak. Bertepatan saat dia mengambil buku, sosok wajah yang tak ingin ia lihat malah muncul di depan matanya, seberang rak yang ia tempati.
"Dari luasnya ni kampus, entah kenapa gue malah ketemu lu di tempat sepi."
Saka mengangkat sebelah alisnya. "Emangnya kenapa?"
"Gak enak kalo sepi. Gue gak bisa ribut sama lu."
Saka memutar bola matanya. "Males banget gue adu bacot sama anak orang kaya. Ntar pembelaan gue kalah sama duit." Saka mengambil buku, kembali menatap Andra. "Karena dari itu, diem dan gak usah sok jagoan cari masalah."
Andra menatap sinis kepergian Saka. Walau dari belakang ia terlihat lembut, hanya Andra dan teman genk Saka yang tau bagaimana galak dan sinisnya ia jika dipertemukan dengan orang yang tidak ia sukai. Mulutnya yang tajam sangat lancar membungkam orang.
"Saka sialan." Andra berjalan, mendekati Saka yang kembali fokus dengan lapotopnya. Sesaat setelah Andra berdiri di seberangnya, Saka mendongak, menatap Andra. "Apalagi?"
"Mulut lu tu emang gak bisa dijaga ya. Sopan dikit kalo ngomong."
"Sorry, tapi gue gak ngerasa gue ngomong kasar. Dan apa hak lu ngelarang gue ngomong sesuatu? Lu bukan bokap gue."
Saka menutup laptop, membereskan sembari menggendong tasnya. Ia kembali menatap Andra yang menatapnya heran. "Sialan lu. Kehadiran lu bikin tugas gue harus ketunda lagi."
Tanpa mendengar perkataan Andra, Saka langsung pergi keluar perpustakaan. Andra mengusak rambutnya, berdecak sambil menatap sosok Saka yang menghilang di tangga.
"Bangsat lu Saka."
~.~.~.~.~.~.~.~.~
"Selamat malam wahai saudara Denta! Sudah kuduga kau akan telat datang dikarenakan menghabiskan waktu dengan si pujaan hati, bukan begitu saudara Denta?"
Mulut Safa langsung dibekap oleh Arka yang duduk di sampingnya. "Heh. Sadar diri napa, ini di kafe bukan di rumah lu."
Safa melepas paksa tangan Arka yang membekapnya cukup erat. Terbukti dari bekas merah di dekat mulutnya. "Iya dah iya maap. Tapi jangan kenceng – kenceng bekapnya njir. Pipi gue sakit!"
Denta yang baru duduk di hadapan Safa langsung tertawa. "Jadi orang jangan heboh makanya."
Safa mengelus pipinya, menatap sinis Arka yang tertawa tanpa dosa. "Saka mana Den?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Wealth
Fiksi PenggemarKetika kau menjadikan kekayaan adalah segala dari segalanya, Apakah itu akan menjadi pesawat kertas yang terbang tanpa halangan, Atau menjadi boomerang yang berbalik kepada pemiliknya? Disinilah, kekayaan menjadi bagian hidup mereka. Ketika keluarga...