DIX-NEUF

9 2 0
                                    

Diana menarik Andra hingga di taman belakang gedung Hukum. Diana melepas cengkramannya, berdiri beberapa meter di depan Andra. Dia tidak tahu apa yang sedang dilakukan Diana, tapi dilihat dari bahunya, sepertinya dia sedang mengontrol nafas menggebunya.

"Diana...?"

Panggilan itu membuat Diana membalik menghadap Andra. Tatanan rambut sebahu serta bando yang menghias kepalanya membuat penampilan Diana semakin indah. Ini lah yang Andra sukai dari Diana selain kepintaran dan kebaikannya.

"Lu ngapain cari masalah sih Dra? Ngapain nonjokin Saka? Lu gak sadar perbuatan lu itu bikin semua orang di kantin bahkan di kampus jadi merhatiin lu dan Saka? Kalo sampe kena masalah yang lebih berat gara – gara ini gimana?!"

Diberi pertanyaan yang berturut – turut dari gadis incarannya tidak membuat Andra merasa terintimidasi atau pusing. Justru dia senang, karena jarang sekali Diana berbicara banyak padanya. Jangankan berbicara, hanya berduaan seperti sekarang sudah menjadi momen terindah dan terlangka untuk Andra.

"Gue lakuin ini karena ada alasan Na."

"Apa? Lu cemburu karena Saka yang jemput gue kemarin dan kesel karena bukan lu yang jemput?"

Tepat sasaran. Tebakan Diana langsung mengenai penyebab emosinya Andra. Tangan Andra kembali terkepal, berusaha menahan rasa kesalnya yang masih tersisa. "Iya. Tepat."

"Kenapa Dra? Harus banget sampe pipi Saka yang jadi korban tangan lu?"

"Cowok selesain masalah dengan gini."

"Kalo gue gak suka cara ini gimana?"

Andra terdiam. Dia bukan tipe cowok yang peka. Tapi perkataan Diana tadi secara tidak langsung seperti memberi balasan, "Gue gak suka lu Dra."

"Dra." Diana berjalan mendekati Andra, membuang jarak diantara mereka. "Dari awal gue ngampus disini, gue gak pernah tau kalo ada cowok yang suka sama gue atau nggak. Seperti sekarang, gue kira selama ini tentang lu dan Saka yang sama – sama suka gue itu cuma rumor doang. Tapi temen – temen gue yang mulutnya emang lambe banget, buat gue percaya kalo kalian berdua emang beneran suka sama gue.

"Tapi yang gak gue sangka, lu sama Saka sampe bangun tembok permusuhan bahkan lu sampe nonjok Saka karena gue. Karena rebutin gue. Oke kalo lu ama Saka emang musuhan karena keluarga kalian musuhan. Tapi kalian musuhan karena gue? Karena bersaing untuk dapetin gue? Itu gila namanya.

"Gue gak bisa larang lu untuk suka sama gue. Karena itu lu juga gak bisa larang perasaan suka Saka untuk gue. Gue gak bisa larang upaya lu untuk dapetin gue. Dan karena itu lu juga gak bisa larang upaya Saka untuk mendapatkan gue. Gue yang diincer biasa aja, kenapa lu yang rusuh dan ribet sendiri?

"Bukan berarti karena lu saingan dan musuh Saka, jadi ngebuat lu berhak ngelarang – larang dia. Dalam status, lu gak ada hubungan apapun dengan Saka. Bukan sahabat, bukan teman, hubungan darah pun gak ada. Jadi? Kenapa lu marah rusuh urusin Saka dibanding berjuang untuk dapetin gue?

"Dan lu tau Dra? Dengan lu bersikap seperti selalu menang dari Saka, menghakimi kalo gue itu pacar lu, dan selesain masalah dengan kekerasan, sadar gak sadar lu ngebuat diri gue semakin gak suka bahkan semakin benci sama lu."

Perkataan panjang kali lebar kali tinggi Diana serta perkataan terakhirnya itu berhasil membuat Andra diam membatu. Tatapannya tidak lagi menyalang, tapi tatapan kaget seperti habis dijatuhkan dari langit tertinggi. Dia hanya diomeli oleh Diana. Tapi entah kenapa, perkataan itu seakan menampar habis – habisan diri Andra.

Andra berpikir dia akan senang karena Diana banyak berbicara padanya. Tapi dia salah. Banyak bicaranya Diana malah membuat dirinya terjatuh sangat dalam.

WealthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang