QUATRE

21 2 0
                                    

Jam sudah menunjuk angka 1 pagi, saat kulkas di dapur terbuka. Saka melihat – lihat isinya, berusaha mencari sesuatu yang bisa membuatnya kenyang di tengah malam ini.

"Mau maling apa bang?"

Saka langsung membalikkan badannya, menemukan Pandu sedang berdiri dekat meja makan. Tangannya memegang gelas kosong yang isinya sudah tandas. "Jam 1 pagi gini abang mau makan apa?"

Saka mengelus dadanya, cukup terkejut dengan kehadiran Pandu yang mendadak. Ia menutup kulkas dan berlanjut membuka laci di bagian atas. "Tau aja abang lagi laper."

"Udah pasti." Pandu meletakkan gelas kosong tadi di wastafel, mencuci dan meletakkanya di lemari kaca. Ia mendekati Saka yang masih melihat – lihat isi laci ke-4 yang ia buka. "Ramen, mau? Pandu kebetulan pengen makan juga."

Saka menoleh, lalu mengangguk senang. "Pilihan Pandu memang tidak pernah salah."

Pandu memutar bola matanya, mengambil beberapa ramen dari laci. Saka menyiapkan panci, mengisinya dengan air lalu memasaknya. Tak butuh waktu lama, satu panci ramen sudah siap di tengah meja makan.

"Kalau ada yang bangun gara – gara wangi ramen, salahin Bang Saka ya."

Saka yang sedang asyik menyeruput mie, menatap sinis Pandu yang hanya tersenyum simpul. "Kenapa abang yang disalahin? Kan kamu yang nyaranin bikin ramen."

"Tapi kan Bang Saka yang laper dan iyain. Aku cuma nyaranin." Saka kembali menatap sinis Pandu yang dengan santai dan tanpa berdosanya, menyeruput mie dalam mangkuknya. Saka menggelengkan kepala, melanjutkan sesi makannya. "Iya deh. Pandu mah bebas."

Pandu terkekeh. Hanya butuh waktu 15 menit, ramen dalam panci sudah tandas. Menyisakan kuah merah dengan minyak cabai di atasnya. Saka membereskan peralatan makan dan langsung mencucinya, sedangkan Pandu duduk diam di kursi. Dia menatap kakak kandungnya itu dari belakang.

 Dia menatap kakak kandungnya itu dari belakang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pandu tersenyum. Banyak yang bilang kalau abangnya ini galak dan ketus, terutama kepada keluarga sebelah. Tapi, dia orang yang berbeda jika di rumah. Dia akan jadi adik yang penurut, dan menjadi abang yang hangat. Namun hal yang paling tidak Pandu sukai, Saka tertutup. Dia jarang –bahkan tidak pernah menceritakan masalahnya ke keluarga. Semua masalah yang ia hadapi, selalu ia simpan dan bereskan sendiri.

Maka bukan hal yang aneh untuk mereka, jika di pagi hari, mata Saka bengkak secara tiba – tiba. Dan tentu, tidak ada yang berani bertanya. Karena Saka akan mengubah dirinya menjadi galak dan sensitif, walau senyumnya masih tidak hilang dari bibirnya.

Tapi Pandu tidak begitu. Semua saudara memang bisa mendeteksi jika ada masalah yang Saka hadapi, tapi perasaan Pandu lebih tajam. Ada 1 ciri khusus Saka yang menurut Pandu terlihat jelas, namun tersembunyi untuk orang lain. Walau hanya sekilas, tapi Pandu bisa melihatnya tadi saat tangan Saka mengangkat panci mie.

Kulit ujung setiap kuku jarinya Saka terkelupas. Menciptakan luka kering yang kecil namun jelas bila diamati.

Saka tidak pernah menyakiti dirinya sendiri secara sengaja. Tapi jika ia melakukannya –bahkan dengan cara yang menciptakan luka kecil, itu artinya ada sesuatu yang menganggu dirinya.

WealthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang