Andra mengambil koper merah dari lemarinya dan mulai memasukkan barang – barangnya. Mulai dari baju, pakaian dalam, jaket, celana ganti, bahkan hingga peralatan mandi dan barang berharga lainnya. Ia juga membawa buku rekening dan semua kartu atmnya, dan dimasukkan ke kantong kecil lalu ditaro di bagian bawah tasnya, tertutupi oleh baju – baju. Tas selempangnya ia ambil, dimasukkannya laptop beserta chargernya dan kamera DSLR juga alat elektronik lain yang ia punya. Berkas – berkas kampus tak lupa ia ambil, dimasukkan dengan rapih ke map dan meletakannya ke dalam tas selempang.
Rapat dilaksanakan selama 3 jam. Selama itu juga waktu Andra untuk berkemas dan pindah ke apartement yang ia beli dari koneksinya. Apartement yang ia rahasiakan dari semua orang, bahkan Denta pun tidak tau kalau dia benar – benar jadi membeli unit apartement untuk dirinya sendiri.
Alasan ia pergi? Sudah jelas. Tekanan yang keluarganya berikan sudah cukup menjadi penyebab kepergian Andra sejak kemarin. 2 hari di apartement, membuat Andra tersadar. Kalau tinggal sendirian di unit sederhana itu lebih indah. Dan menenangkan, tentunya.
Setelah mengecek apa semua keperluannya sudah dimasukkan, Andra menggendong tas selempang dan menggeret kopernya keluar dari kamar. Pintu kamar ia tutup rapat, sengaja tak dikunci agar tidak lebih meningkatkan kecurigaan keluarganya. Dia berjalan terburu – buru ke lantai bawah, dan harus menerima nasib terjatuh di tengah tangga karena tiba – tiba Hen berdiri di depannya dan langsung menampar keras pipinya. Suara itu cukup membuat Lucy berteriak kencang dan menarik mundur suaminya.
"Ayah!"
"Mau kemana kamu?!"
Andra terdiam. Dia masih dalam posisi duduk dengan tangan kirinya yang menekan pelan pipinya, berusaha menghilangkan rasa nyeri yang terus menjalar. Ludra langsung lari ke arah Andra dan berusaha menopangnya berdiri. Namun Andra menolak. Posisi seperti ini memberinya keuntungan untuk tidak melihat wajah menyebalkan Ayahnya.
"Apa – apaan sih Yah!"
"Diem kamu Riska!"
Riska langsung bungkam, bersembunyi di balik punggung Denta karena ia takut kena amarah Ayahnya. Denta yang melihat Ayahnya murka ikut bungkam, menghalangi Riska agar tidak ikut menjadi korban Hen.
"Ngapain kamu?! Setelah kemarin ilang, dengan beraninya kembali ke rumah sambil bawa – bawa koper. Mau kemana lagi kamu?! 2 hari kemarin ilang kemana aja?! Kenapa gak ikut rapat?!"
Ditanya bertubi – tubi dengan intonasi tinggi membuat kepala Andra berdenyut. Ditambah rasa nyeri di pipi yang belum menghilang, membuat Andra harus menanggung resiko kalau kepalanya akan mengalami pusing untuk beberapa hari ke depan.
"Aku mau pergi."
"Kemana?!"
"Ke tempat yang menjauhkan aku dari kalian. Tepatnya dari Ayah."
"Maksud kamu?! Kamu gak bersyukur dengan semua yang Ayah kasih?"
Andra tersenyum sinis. Suara tawa sinis ikut keluar dari mulutnya, membuat mereka semua menatap heran ke arah Andra. "Semua kata Ayah?"
"Semua. Kurang apalagi? Uang? Rumah? Fasilitas mewah? Kampus terkenal? Masih kurang? Kalau masih kurang, ntar Ayah tambahin uang di atm kamu. Atau mau sekalian Ayah bikini black card kaya Ludra? Kalau mau, Ay-"
"Aku mau apa yang Ayah kasih ke Denta."
Denta tergelak. Dirinya ikut mengkerut saat Hen menatapnya heran. Riska yang ada di belakangnya ikut mengkerut, walau ia tidak tau kenapa ia melakukan itu.
"Apa? Mobil? Atau laptop?"
"Kasih sayang."
2 patah kata itu berhasil membisukan mereka semua, termasuk Hen. Kepalan tangannya perlahan mengendur, memperlihatkan telapaknya yang berwarna merah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wealth
FanfictionKetika kau menjadikan kekayaan adalah segala dari segalanya, Apakah itu akan menjadi pesawat kertas yang terbang tanpa halangan, Atau menjadi boomerang yang berbalik kepada pemiliknya? Disinilah, kekayaan menjadi bagian hidup mereka. Ketika keluarga...