DIX-HUIT

9 1 0
                                    

Andra gak paham dengan kelakuan Ayah dan Bunda nya sendiri. Disaat pukul 5 pagi adalah waktu yang tepat untuk bangun dan berolahraga, mereka malah sudah siap dengan jas dan gaun serta tumpukan berkas yang baru saja dimasukkan ke bagasi. Andra adalah orang pertama yang melihat mereka sudah siap untuk pergi. Atau mungkin, lebih tepatnya satu – satunya karena saudara yang lain masih nyaman di kasur.

"Ayah sama Bunda mau kemana?"

"Rapat. Ada perusahaan lain mau nanem saham di perusahaan kita."

"Terus yang harus dirapatin?"

"Berapa banyak saham yang akan mereka tanam, sama... kemungkinan saham itu bisa kita jadiin hak milik tanpa kasih mereka timbal balik atau keuntungan lain."

Andra memutar malas bola matanya. Sudah tertebak. Hal yang akan dibahas adalah hal tercela yang sudah dilakukan sejak dulu, sejak Perusahaan Kenca mulai sukses. Iya, sukses karena kecurangan.

Andra yang sadar tidak bisa berbuat apa – apa hanya diam membiarkan Bunda mencium dahinya dan pergi membelah langit yang baru menyelamatkan matahari yang kemarin tenggelam. Andra mengusak kasar rambutnya, menutup pintu depan dan berjalan menaiki tangga menuju kamarnya.

Saat sudah masuk kamar, Andra merasa bahwa pemilik kamar sebelah baru saja keluar. Andra menengok ke arah kanannya dan benar saja. Denta keluar dari kamarnya masih menggunakan celana panjang hitam dan kaus putih. Rambut pirangnya masih berantakan, menandakan Denta baru saja bangun. Matanya yang sayu dileburkan dengan kacamata dengan tangkai emas yang bertengger manis di hidungnya. Seakan tidak sadar ada Andra disitu, Denta berjalan santai ke lantai bawah meninggalkan Andra sendiri.

"Njir. Berasa hantu gue dilewatin doang."

Andra batal masuk ke kamar dan menyusul Denta ke lantai bawah. Dia melihat Denta berdiri di dapur dan sedang menuangkan air panas ke gelasnya. Kebiasaan Denta yang sudah lama diketahui semua anggota keluarga Kenca. Jika dia minum air hangat di pagi hari apalagi setelah bangun, berarti malam kemarin Denta habis minum alkohol. Dan Andra tebak, Denta habis nge-bar bersama Saka.

Apalagi kalo bukan untuk curhatan Saka?

Andra berjalan menghampiri Denta yang biasa saja saat dia sudah berdiri di sebelahnya. Ia menelan air di mulutnya lalu meletakkan gelas biru itu. "Apa?"

"Habis nge-bar ya lu?"

Kepala Denta mengangguk. "Kenapa emang?"

"Gak. Kepo doang, tumben soalnya yang lu minum air anget bukan air biasa."

Denta menghiraukan perkataan Andra dan langsung berdiri menghadapnya. Andra yang berdiri di posisi miring reflek menatap balik Denta, sambil menaikkan satu alisnya.

"Gue udah cerita semuanya ke lu. Jadi bisa, berhenti suka sama Diana dan relain dia sama Saka?"

"Kesambet apa lu tiba – tiba dukung Saka?"

"Kesambet pemberi kebenaran." Denta berjalan menuju ruang TV yang langsung diikuti Andra. "Lu gak sadar apa yang lu lakuin tuh salah?"

"Gak ada yang bisa kontrol perasaan Den, kecuali Tuhan. Dan Tuhan ngasih gue rasa suka ke Diana. Ya udah gue terima, masa gue tolak?"

"Suka sih suka. Tapi gak usah mancing keributan juga."

"Gue gak mancing keributan ya."

"Belum, bukan nggak."

Andra memajukan bibirnya beberapa cm ke depan. Denta yang melihat hanya mengacuhkan sembari berjalan naik kembali ke lantai atas. Andra yang tidak ingin sendiri di bawah ikut menyusul, mengikuti Denta ke kamarnya yang tidak jauh dengan kamar Andra.

WealthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang