"Ngapain Du?"
Pandu tergelak, sedikit terkejut saat melihat Saka ada di balkon. Saka yang memakai celana pendek dan kaus hitam ditutupi jaket tipis yang melindunginya dari dingin, walau Pandu tahu itu tidak berguna.
"Belum tidur bang?"
"Lah, kamu sendiri? Udah jam 2 pagi kenapa masih betah berdiri di balkon? Bulan aja udah diselimutin awan buat bobo."
Pandu menggaruk lehernya yang tidak gatal. Pandu sudah tidur sebenarnya, namun suara kucing yang bertengkar tepat di balkon Pandu membuatnya terpaksa bangun untuk mengusir kucing – kucing itu. Dan ya... berakhir Pandu tidak bisa memejamkan matanya lagi dan memilih untuk menikmati udara segar.
Lebih tepatnya udara dingin.
"Gak bisa tidur bang. Gara – gara tadi ada kucing berantem, aku jadi bangun."
"Tidur lagi padahal. Jangan mentang – mentang hari ini tanggal merah jadi gadang sampe pagi." Saka berjalan mendekati Pandu dan memberikan jaket warna merah dengan garis biru di pinggirnya. "Pake. Angin subuh gini gak enak diterima badan."
Pandu tersenyum. Ia mengambil jaket dan memakainya. Saka ikut bertumpu pada dinding pembatas, menatap langit yang masih menunjukan warna hitam kebiruan tanpa bulan atau bintang sebagai penghias.
"Kamu gak lupa kan, hari ini kita diundang?"
Pandu mengangguk pelan. Dia tidak lupa jika hari ini keluarga Riksa diundang ke H.1 Rapat Terbuka Perusahaan Kenca.
Iya
KencaMusuh mereka.
"Abang gak mau sebenarnya. Abang udah tau kelanjutan dari rapat itu. Kenca ngajak kita, kita terima ajakannya. Kenca dan Riksa bikin project bareng, mereka minjem saham kita dengan dalih kita juga bagian dari project dan akan digantingkan dengan untungnya nanti. Dan saat project sudah jadi, mereka ngambil dan menjadikan project itu hak milik mereka. Membuang kita dari ikatan kerja agar keuntungan bisa mereka miliki 100% tanpa pembagian. Tidak ikut menyertakan nama Riksa yang sudah membantu dan bekerja sama bahkan percaya untuk memberi pinjaman dari saham untuk mereka."
Sekali lagi, Pandu mengangguk. Ingatannya 7 tahun lalu kembali terulang. Ringkasan yang Saka bilang tadi, persis dengan kejadian 7 tahun lalu. Kejadian yang membuat saham Perusahaan Riksa turun drastis.
"Papa... tetep maksa mau ikut?"
Saka menghela nafas, lalu mengangguk. Tangannya saling menggosok, menghangatkan satu sama lain. "Abang udah larang buat ikut. Abang udah bilang kejadian yang dulu mungkin terjadi lagi kalau Papa nerima. Tapi... kamu tahu Papa kaya gimana. Kayanya digoda dengan satu unit rumah baru juga tetep bersikeras mau ikut."
Pandu mengusak rambutnya, ikut menghela nafas. "Papa sama Mama gak trauma apa ya? Anak – anaknya aja trauma, masa Papa yang megang perusahaan gak trauma?"
Saka mengangkat bahunya. "Papa selalu yakin kalau kita bisa balas dendam dengan cara ini. Padahal menurut abang, kita malah nyerahin diri buat dibunuh."
Pandu mendecak jengkel. Begitulah Jendra dan Kristal. Pasangan orangtua yang lebih memilih menerima dan bertahan dibanding membalas. Menunggu waktu yang tepat untuk membalas. Namun menurut anak – anak mereka, menunggu untuk membalas sama saja dengan menunggu untuk dibunuh lebih sadis.
"Biarlah. Gak ada yang tau jalan pikiran mereka kecuali Tuhan." Saka menyenderkan punggungnya ke dinding pembatas. "Kita tunggu aja skenario Semesta selanjutnya. Apakah kali ini peran kita untuk menyerang, atau lagi – lagi bertahan seperti peran biasanya."
Saka menepuk bahu Pandu, mengelus menenangkan. "Project ini mereka beri waktu 7 bulan. Cukup lama. Terpilih atau tidaknya kita, ada waktu untuk menunjukkan kalau kita gak akan kalah dari mereka." Saka menepuk kembali bahu Pandu. "Tidur. Istirahat. Siapin diri dan mental kamu untuk nanti." Dia berjalan pergi meninggalkan Pandu, membiarkan pintu mempersilahkan masuk angin dingin ke kamar Pandu. Si pemilik kamar hanya menghela nafas, tangannya saling menggenggam untuk menenangkan pikirannya yang kini sedang kacau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wealth
FanfictionKetika kau menjadikan kekayaan adalah segala dari segalanya, Apakah itu akan menjadi pesawat kertas yang terbang tanpa halangan, Atau menjadi boomerang yang berbalik kepada pemiliknya? Disinilah, kekayaan menjadi bagian hidup mereka. Ketika keluarga...