RIAN 🍦Bimbang

1K 56 0
                                    


Jarak hari yang paling dibenci sekumpulan murid adalah dari Minggu ke Senin. Jarang kedua hari itu seakan jarak tiap jari-jari garpu, sangat dekat.

Tapi takdir sepertinya berpihak pada murid-murid pemalas. Setelah upacara selesai, tidak ada satupun guru yang masuk di masing-masing kelas. Gosipnya, guru-guru sedang mengadakan rapat tentang UNBK untuk kelas 12.

Hingga di sini lah Caca, Fifi, Doni, dan Ali. Duduk melingkar dengan beberapa cemilan di hadapan mereka. Tempat penuh kenangan bagi Caca. Tempat dimana Rian menceritakan kisah hidupnya pada Caca. Rooftop, ya kini mereka berada di sana. Masih dengan suasana yang sama seperti waktu itu, sepi dan menenangkan, suasana favorit Rian. Kini, tinggal bayang-bayang Rian yang ada disini.

"PERGI SAJA ENGKAU PERGI DARIKUUUU! BIAR KU BUNUH PERASAAN UNTUKMU!" Doni bernyanyi sangat keras, sehingga membuat Ali dan Fifi menutup telinga.

Lain halnya dengan Caca. Pandangannya kosong. Pikirannya bekerja keras memikirkan semua yang terjadi pada hidupnya kini. Rian yang pergi meninggalkannya, tuntutan orang tua yang mengajaknya pindah tempat tinggal. Dan Caca yang tak rela ikut pindah karena belum siap meninggalkan Rian.

"Hari ini rumah gue sepi," ujar Doni.

"Kode, Fi," sambar Ali.

Doni menatap Fifi nakal. "Fifi ... Mau temenin Abang gak nanti malem?" goda Doni.

Fifi bergidik ngeri. "Temenin, temenin. Mending temenin mak lo tuh, joging pake daster," ledek Fifi.

Tawa Ali pecah seketika ketika mendengar ucapan Fifi. "Taun baru lo mau beliin daster buat mak lo, apa daster buat Fifi nanti?" goda Ali.

Plakk...

Plakk...

Fifi memukul Doni dan Ali bergantian, sehingga keduanya meringis. "Buat kalian yang begonya 13,14." Fifi tertawa puas.

"Sayang ... Kok kamu tega sama Abang," lebay Doni.

"Kenapa? Mau lagi?!" sewot Fifi.

Nyali Doni langsung menciut dan memilih diam.

Ketiganya saling menatap satu sama lain, dan mata mereka menunjuk-nunjuk pada Caca yang melamun.

"WOY, YAN! LAMA GAK KESINI," teriak Ali dengan niat menyadarkan lamunan Caca.

Namun gagal, Caca masih setia dengan lamunannya. Entah apa yang Caca pikirkan, ketiga orang itu tidak bisa menerawang sedikitpun.

"Gue bingung deh ...," Akhirnya Caca buka suara. Tiga remaja di hadapannya langsung menatap Caca lekat.

"Bingung apanya?" tanya Fifi penasaran.

Caca menghela nafas. "Gue harus mundur, apa diem aja, setia nungguin Rian."

Tiga orang itu saling menatap dan mengangguk. Jadi isi lamunan Caca semua tentang Rian, toh. Caca sepertinya tak pernah absen seharipun memikirkan Rian.

"Menurut gue sih, kalo lo udah gak sayang, buat apa bertahan. Malah nyakitin diri lo sendiri," usul Fifi.

"Lo gimana sih? Lo hasut Caca biar nyerah?" sambar Doni.

"Bukan gitu, njir. Kita berpikir realistis deh. Rian makin hari makin lengket aja sama Ica. Ya, walaupun Rian keliatannya biasa aja. Malah Ica yang keliatan kegatelan."

Ali berpikir sejenak. "Kalo gue perhatiin, perasaan Rian masih gede buat Caca."

Caca beralih menatap Ali dengan serius. "Tapi ... Kalo emang sayang, kenapa sikapnya jadi kasar gitu ke gue? Mana dingin banget lagi."

Ali terdiam, memang betul yang diucapkan Caca. Sikap Rian cenderung kembali lagi seperti dulu.

"Kayaknya ada masalah yang Rian pendem. Terus masalah itu yang jadi boomerang, dan kayaknya berpengaruh sama kehidupan dan percintaan Rian," tebak Ali.

Semua terdiam. Ucapan Ali besar kemungkinannya benar, karena Rian tipe orang yang tidak suka berkoar-koar tentang masalah di hidupnya.

"Mau coba tes perasaan Rian ke lo?" tanya Fifi.

"Hah?" Caca menatap Fifi meminta penjelasan.

Fifi menghela nafas. "Gini, semenjak lo putus dari Rian, lo selalu keliatan murung. Bahkan, diem-diem lo sering merhatiin Rian dari jauh. Rian sadar kalo lo merhatiin dia, cuma dia pura-pura gak tau."

"Coba sekarang lo ubah kebiasaan lo. Lo harus keliatan biasa aja kalo di hadapan Rian. Kalo Rian balik merhatiin lo, berarti perasaan Rian buat lo masih gede banget," usul Fifi.

Caca mengangguk paham. "Yaudah, gue coba deh. Bismillah."

Fifi tersenyum dan merangkul Fifi. "Gue yakin lo kuat."

Caca mengangguk dan tersenyum. Ali dan Doni terlihat ikut bahagia.

"Jadi, mulai sekarang lo harus berhenti galau-galau di depan si Arkan," ujar Doni.

"Jangan cuma di depan dia. Lo harus beneran bangkit di mata semua orang. Sayangi hati lo, sayangi diri lo. Kalo bukan lo sendiri yang nguatin diri lo, siapa lagi? Kita cuma nge backing." Ali terkekeh kecil. "Semua harus dateng dari diri lo."

Caca menatap tiga remaja itu bergantian sambil tersenyum. Caca beruntung bisa mengenal mereka. Sejauh ini, setelah Caca kehilangan Reno, Caca tidak pernah merasa kesepian karena ada mereka.

☀☀☀

RIANDI [  COMPLETED  ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang