RIAN 🍦Jadi gini rasanya...

1K 71 1
                                    


Setelah kejadian di rooftop. Caca benar-benar melakukan apa yang Fifi ucapkan. Sudah beberapa hari Caca tidak memperhatikan Rian. Sepertinya bukan hanya pada Rian saja, pada Ica juga begitu.

Akhir-akhir ini Caca lebih terlihat sering tersenyum. Tak apa, untuk sementara istirahat sejenak dari beban yang ditanggung selama ini.

🍦🍦🍦

Di balik sikap Caca yang terlihat acuh. Ada seseorang yang merasa heran. Merasa dia bukan Cacanya. Bukan gadisnya yang diam-diam memperhatikannya. Siapa lagi jika bukan Rian.

Aneh memang. Di awal, Rian yang bertingkah seakan menyuruh Caca menjauh dari hidupnya. Setelah semuanya terjadi, Rian bukannya senang, dia malah prustasi menyesali semua yang ia lakukan.

Caca terlihat biasa saja, bahkan ketika Rian sedang bersama Ica. Bahkan semakin hari, Caca semakin lengket dengan Verdi. Beberapa kali Rian memergoki Verdi sedang berduaan bersama Caca. Sebagai manusia normal yang mempunyai hati, Rian merasa sakit melihat Caca bersama Verdi.

Sepi, tenang, damai, suasana inilah yang menjadi favorit bagi Rian. Menyendiri di situasi seperti ini sangat menyenangkan. Rian dapat sedikit menenangkan pikirannya dari semua beban yang ia tanggung selama ini.

Rian mengacak-acak rambutnya prustasi. "Ck. Sial! Gue nyakitin dia."

Pikirannya memutar semua momen yang pernah Rian lakukan bersama Caca. Momen mereka bahagiapun terputar di sana. Namun yang paling dominan adalah momen dimana Rian menyakiti Caca. Bentakan yang keluar dari mulut Rian saat itu, diingat jelas oleh Rian.

Merasa bersalah? Tentu saja. Sebenarnya Rian tak bisa melihat Caca menangis. Namun, hanya dengan cara ini Rian membuat Caca agar menjauh darinya. Tapi kenyataannya, Caca tidak pernah bisa jauh dari Rian. Semua usahanya seperti sia-sia. Dan sialnya, itu membuat Rian semakin tidak bisa menjauh dari Caca.

Mata Rian menangkap sosok Caca tengah berdiri di dekat rak buku. Caca terlihat mengamati buku-buku di rak itu.

Rian tersenyum kecil mengingat kejadian saat Caca susah payah mengambil buku di rak atas. Dan dia datang seperti pahlawan. Rian ingat jelas lucunya wajah Caca saat dia marah karena buku yang ia ambil ternyata bukan untuknya.

Kejadian itu sepertinya akan terulang. Rian melihat Caca sedang berjinjit, berusaha mengambil buku yang ada di rak atas. Kali ini, Rian mencoba mendekati Caca. Rian berdiri di belakang Caca. Sepertinya Caca tidak menyadarinya karena Caca fokus mengambil buku.

"Butuh bantuan?"

Deg...

Caca langsung mematung di tempat. Suara itu kembali Caca dengar. Suara yang telah lama Caca nanti. Suara yang selalu Caca rindukan. Dia ada... Disni, didekatnya.

'Oke, kita lihat. Kamu beneran bisa liat aku sama orang lain apa nggak.' Caca membatin.

"Oh ... Gak usah," jawab Caca tanpa menatap Rian.

"Ck, kebiasaan. Gengsi kalo mau minta tolong," cibir Rian.

Caca mendengus kesal. Caca malas berada di posisi ini. Malas mengatur degup jantungnya yang selalu tak bisa dikontrol ketika bersama Rian.

"Pergi, atau aku yang pergi," ucap Caca datar.

Caca masih membelakangi Rian. Rian geram sendiri dengan tingkah Caca yang sok cuek padanya. Rian tahu, Caca tidak bisa seperti ini pada dirinya.

Rian memegang pundak Caca dan mengahadapkan tubuh gadis itu menghadap pada dirinya.

"Gak sopan ngomong sama orang tapi gak natap," ujar Rian.

RIANDI [  COMPLETED  ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang