RIAN 🍦Dream

1.3K 75 15
                                    


CACAAAA!!!!

Ica yang sedang menonton televisi terkejut karena Rian yang tidur di sofa ruang tamu tiba-tiba bangun sambil meneriakan nama Caca. Tubuh Rian penuh keringat. Nafasnya terengah-engah.

Ica menatap Rian heran. "Rian... Kamu kenapa?" Tanya Ica lembut.

Rian mengatur derus nafasnya. "Gw--gw mimpi buruk tentang Caca." Jawan Rian to the point.

"Caca? Kenapa?"

"Parah, Ca. Gw mimpiin Caca nolak ajakan gw yang minta balikan. Terus lu sama Caca di culik. Terus Caca kena tembak gara-gara lindungin gw sama lu." Nafas Rian masih belum teratur.

"Huffttt. Parah. Gw kira nyata, njing." Kesal Rian.

Ica tersenyum manis pada Rian. "Kenapa kamu gak coba ajak dia balikan di real?" Tanya Ica perlahan.

Rian tersentak dan menatap Ica. "Maksud lu?"

"Kamu gak mau kan mimpi itu jadi nyata? Aku dukung kamu kok buat balikan sama Caca." Ujar Ica lembut.

"Eh? Lu serius?"

Ica mengangguk. "Serius."

"Bokap lu?"

"Aku udah ngasih penjelasan sama papa. Dan alhamdulillah papa ngerti. Aku jelasin sama papa dibantu om Arka. Om Arka bilang sama papa, kalo cinta itu harus timbul dari pribadi kitanya. Hati papa luluh, papa udah gak ada niatan buat jodohin kita." Jelas Ica.

Ica menghela nafas panjang. "Mungkin papa itu kagum sama kamu. Karena di usia kamu yang masih muda, kamu udah bisa ambil alih perusahaan om Arka. Papa liat kamu itu pekerja keras, jadi papa berambisi buat jodohin kamu sama aku."

"Dan, kamu gak usah khawatir masalah penyakit papa aku. Kata dokter, papa aku udah bisa pulang besok. Aku seneng papa aku udah sembuh." Senyum Ica merekah.

"Tapi, Ca... ."

"Tapi kenapa, Yan? Kamu terima tawaran papa aku karena kamu kasihan kan sama papa aku? Aku tau kok, hati kamu itu cuma buat Caca, bukan buat aku. Dari awal aku udah suka sama kamu. Aku coba banyak cara buat dapetin kamu. Aku mentok, kehabisan akal. Terus papa tiba-tiba bilang mau jodohin aku sama kamu. Tentu dong aku gak nolak."

"Aku kira, dengan adanya perjodohan itu. Kamu bakal suka sama aku dan ninggalin Caca. Tapi kenyataannya nggak, hati kamu seluruhnya buat Caca. Aku juga tahu, di hati kamu sebenernya gak tega kan lihat Caca nangis karena tingkah kita?"

Rian terdiam. Semua yang Ica ucapkan memang benar. Rian tak pernah punya rasa apa-apa pada Ica.

"Maafin gw. Gw gak bisa berpaling gitu aja dari Caca. Caca yang udah bikin gw kaya gini sekarang. Gw gak tahu hidup gw bakal gimana sekarang kalo Caca gak hadir waktu itu."

Ica tersenyum. "Aku ngerti. Dulu, aku emang berambisi banget buat milikin kamu. Tapi aku juga mikir, aku sama Caca sama-sama cewe. Aku tahu gimana rasanya berada di posisi Caca. Cukup anggap aku kaya adik kamu sendiri, itu cukup buat aku."

Rian melongo mendengar penuturan Ica. Ica memang baik. Bahkan Ica hanya diam saat Fifi memaki-maki nya saat itu. Ica tak pernah melawan sedikitpun.

"Makasih. Lu baik."

Ica mengangguk. Rian merenggangkan tangannya. Ica menatapnya heran.

"Peluk, Dek?" Ujar Rian.

Ica tersenyum dan memeluk Rian.

Jatuh cinta memang hak semua orang. Kita tidak bisa melarang pada siapa mereka jatuh cinta. Dan bagaimana cara menunjukkan cinta tersebut. Namun, jika tidak mendapat balasan cinta, bukanlah hal yang logis. Memaksakan orang lain untuk mencintai kita adalah salah besar.

Mencintai berarti membuat orang lain bahagia dan nyaman karena kehadiran kita. Jika tidak ada dua hal itu, mungkin yang dirasa bukan cinta, hanya sekedar terobsesi.

"Makasih, Bang...," lirih Ica sambil melepaskan pelukannya.

Rian tersenyum. Kemudian pandangannya menatap lurus ke depan. Rian melamunkan sesuatu.

Apa gw bisa bikin dia balik lagi ke gw?

Apa dia mau gw ajak balik lagi?

Sikap dia udah berubah.

Dia menjauh.

Pikiran Rian berkecamuk. Memikirkan sikap Caca yang akhir-akhir ini berubah. Caca tak lagi memerhatikannya secara diam-diam. Kedua bola matanya tak pernah menangkap sorot mata Caca menatapnya. Rian egois, Rian menyakiti Caca. Namun Rian tak mau Caca menjauhinya.

"Rian?"

"..."

"Rian?!"

"E--eh, kenapa Ca?"

Ica menghela nafas sambil menggeleng. "Kok ngelamun? Lamunin apa?"

"Gw ragu. Kayaknya Caca udah gak ada rasa lagi sama gw. Lu merhatiin kan, sikap Caca akhir-akhir ini? Dia cenderung dingin."

"Ohh itu. Kamu salah besar. Caca masih sayang sama kamu. Malah sayang banget. Aku ngelepas kamu, karena aku gak mau liat Caca sedih terus." Ujar Ica.

"Sedih? Maksudnya?"

Ica mengeluarkan 2 kertas dari saku celananya. "Kemarin aku gak sengaja nabrak Caca. Terus ada kertas yang jatoh dari buku Caca. Gw mau balikin, cuma Caca keburu pergi."

"Apa, ni?"

"Kamu baca aja. Aku tahu aku lancang. Tapi dengan ini, aku tahu perasaan Caca. Sedihnya Caca karena kehilangan kamu. Satu kertas ini ada yang isi tulisannya kayaknya buat aku. Aku makin ngerasa gak enak sama Caca setelah baca ini."

Ica menyodorkan kertas itu pada Rian. Rian terlihat ragu untuk menerimanya. Namun Ica meyakinkan Rian. Akhirnya Rian mengambil dan membuka kertas itu.

Tentang aku, kamu, dan rindu...

Aku, hanya perempuan biasa. Aku terluka karena semua tingkah kamu. Luka ini panjang, dan cukup dalam, dan hampir membuat aku menyerah untuk bertahan.

Kamu, adalah laki-laki hebat. Kamu berhasil membawa terbang perasaan aku. Lalu kamu jatuhkan begitu aja. Sekilas terbesit rasa rindu, ingin bertemu. Mencurahkan semua yang terbelenggu, semua yang aku tahan. Ingin rasanya menepis rasa ragu dan cemburu ini. Tapi mengapa, semua terasa sangat sulit.

Ada langkah yang tak lagi mendekat. Ada genggaman yang tak lagi erat. Ada tawa yang tak lagi pecah. Ada hati yang harus patah. Ada air mata yang terus jatuh. Ada yang harus dilalui untuk mengerti.

Mungkin hanya menunggu yang bisa aku lakukan. Aku tahu, kamu tidak benar-benar melupakan aku. Jangan risau, aku tidak menjauh, aku hanya memberimu waktu untuk meyakinkan dirimu sendiri. Bahwa akulah yang begitu keras memperjuangkan mu...

••ruang gelap penuh rindu•••

Haru, bahagia, sedih, merasa bersalah. Semua bercampur pada diri Rian. Disisi lain, Rian bahagia karena masih ada kesempatan untuknya kembali pada Caca, gadisnya.

"Untuk yang satu ini, aku rasa kamu gak perlu baca. Kamu pikirin aja cara dan waktu yang tepat buat ungkapin rasa kamu ke Caca. Jelasin semuanya ke Caca. Kalo kamu butuh bantuan, aku siap bantu kamu." Ujar Ica.

Rian tersenyum, "Makasih."

"Jangan lama-lama, nanti Caca beneran lupain kamu. Aku gak sanggup kalo harus hadapin sikap Abang yang dingin terus."

Rian tertawa mendengar Ica yang menyebut dirinya dengan embel-embel Abang.

🍦🍦🍦

Mohon maaf lahir batin gys😅 Besok lebaran;v adakah relawan yang mau kirim ketupat?😅🤣

Maaf ya buat apapun. Terutama buat kalian yang nangis-nangis karena 2 part sbelum nya🤣

MAAF BANGET YA. RIAN CUMA MIMPI🤣

RIANDI [  COMPLETED  ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang