“Bi, jadikan kita ngerjain tugas bareng dirumahku?” Ujar Gina yang membuyarkan lamunan Abi. Sendari tadi Gina memperhatikan temannya itu, sepertinya ada sesuatu yang berat yang dipikirkannya. Gina mencoba menebak apa itu tapi entahlah, Abi memang orang yang pendiam dan jarang bercerita bahkan pada teman temannya. Gina hanya bisa berharap Abi baik baik saja.
“Eh hmm bagaimana kalo kita kerjain nanti di perpus sehabis pulang sekolah?” Ujar Abi yang baru sadar dari lamunan tentang mimpinya malam tadi. Abi masih mengingat jelas apa yang terjadi tadi malam. Dia seakan berpindah tempat ke sebuah tanah hijau yang lapang dengan langit jingga yang indah. Disana hanya ada beberapa tanaman dan yang paling menonjol adalah sebuah pohon yang wanita bertudung hitam sebut sebagai pohon kehidupan. Apa maksudnya semua itu.
“Tapi kita kan gak bawa bukunya Bi!” Rengek Nata. Tentu dia kecewa karena tujuan utamanya ke rumah Gina bukan mengerjakan tugas bersama melainkan menumpang wifi untuk mengunduh film lanjutan dari series favoritnya yang baru saja rilis tadi malam karena wifi di rumahnya sedang diperbaiki.
“Tenang Nat, di perpus juga ada wifi yang sama kencangnya kayak di rumah Gina. Disana kita juga bisa ambil buku geografi kan. Sebenarnya ada yang pengen aku cari sesuatu di perpustakaan.” Melihat muka Abi yang tampak seperti memohon dan lesu seperti itu membuat Nata luluh, apalagi setelah mendengar bahwa di perpustakaan ada wifi yang cepat.
“Si Diva ikut apa gak ya?” Ujar Nata. Benar juga, akhir akhir ini Diva jarang berkumpul bersama teman temannya. Saat diajak untuk berkumpul mengerjakan tugas atau sekedar bermain bersama, Diva selalu punya alasan untuk menolaknya. Entah mungkin dia sedang sibuk dengan hal lain atau mungkin ekstrakulikuler yang diikutinya akan segera mengadakan pelantikan anggota baru alias diklat. Mungkin karena mempersiapkan itu semua, Diva menjadi jarang berkumpul bersama teman temannya.
Tampak seorang siswa laki laki dari kelas lain sedang berputar putar di depan kelas. Abi, Gina, dan Nata langsung mengalihkan perhatiannya kepada siswa itu. Tampak siswa itu seperti malu dan bingung, entah sebenarnya apa yang ingin dia lakukan. Siswa itu tampak melirik kearah meja para gadis itu sesekali kemudian berpaling lagi. Abi dan teman temannya saling bertukar pandang seakan bertanya satu sama lain, ada apa dengan anak itu.
Nata mengambil kacamatanya agar bisa melihat dengan jelas. “Eh, aku kenal anak itu. Dia adalah--” Belum selesai kalimatnya terucap, Nata dan yang lainnya dikejutkan dengan panggilan nama Abi. Siswa itu memanggil nama Abi dengan malu malu. Abi menyapu pandangan ke arah kedua temannya seakan mencari dukungan. Apa yang anak itu inginkan darinya, batin Abi.
“Abigail!” Siswa itu kembali memanggil nama Abi, kali ini lebih kencang. Gina memberikan isyarat tangan untuk Abi segera menghampiri siswa itu sementara Abi sendiri masih kebingungan apa yang harus dilakukan. Karena desakan dari Gina, Abi akhirnya beranjak dari kursi dan melangkahkan kakinya menuju siswa laki laki aneh itu.
“Hai Abi, eh hmm. Kenalin nama aku Gilang.” Tampak siswa itu malu malu memperkenalkan dirinya pada Abi sementara Abi sendiri hanya tersenyum tidak tahu harus melakukan apa. Beberapa siswa siswi lainnya memperhatikan mereka yang membuat Gilang semakin gugup dan malu, kalimat yang keluar dari mulutnya sudah tidak beraturan dan tergagap.
“Hmm eh, ini, ini untuk kamu!” Ujar Gilang sambil menyerahkan sekotak hadiah kepada Abi. Sorakan riuh datang dari berbagai penjuru. Para siswa menyoraki Gilang yang seakan telah menyatakan perasaannya secara simbolik kepada Abi. Tentu saja kejadian seperti ini jarang terjadi di lingkungan sekolah. Abi dengan ekspresi kebingungan hanya bisa menerima hadiah itu untuk menghargai Gilang meskipun dia belum mengenalnya.
“Oh iya, boleh aku minta nomor telfon kamu?” Sorakan bertambah riuh. Pipi Abi semakin memerah karena malu, dia tidak tahu harus melakukan apa. Jika berlari kembali ke dalam kelas hanya akan membuat hati Gilang sakit hati. Akhirnya Abi memberikan nomor telfonnya kepada Gilang .
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengatasi
Teen FictionSeperti biasa, Abi selalu mengawali paginya dengan ceria. Gadis itu melangkah sedikit melompat membuka satu per satu gorden yang ada dirumahnya. Sifatnya yang seperti itu membuat orang lain pasti berpikir bahwa dia anak yang ceria yang memiliki kelu...