“Cerita itu mengajarkan pada kita bahwa suatu saat nanti, kita akan menyadari bahwa mimpi terbesar kita mungkin saja tidak akan terwujud dan kita hanya harus merelakannya dan terus berjalan ke depan. Hidup itu adil karena hidup tidak adil kepada semua orang.” Jelas wanita bertudung itu.
“Masa lalu yang menyakitkan memang akan selalu menghantui tapi juga bisa membuat kita tangguh. Kemana masa lalu itu membawa kita itu semua tergantung kita sendiri. Apakah kita ingin menggunakan masa lalu itu untuk bahan bakar untuk bangkit atau malah menggunakannya sebagai alasan untuk berlarut larut dalam kesedihan. Itu semua tergantung pilihan kita.”
Abi terbangun, seperti biasanya pukul setengah lima pagi. Setelah melaksanakan kewajibannya, Abi segera menuju kamar mamanya untuk membantu sang mama mengambil wudhu. Abi menatap sang mama yang tampak semakin hari semakin lemas, Dokter Herman semakin sering berkunjung dan memeriksa keadaan Mama Abi. Entahlah, Abi bukan seorang dokter, dia tidak ingin menebak nebak ke adaan mamanya. Semoga saja keadaannya menjadi semakin baik dan semakin baik.
Abi perlahan mengusap muka sang mama pelan. Anak itu sangat telaten merawat mamanya. Tentu saja karena sang mama adalah keluarga terakhir yang dimilikinya, Abi tidak ingin dia hidup sebatang kara tak punya keluarga. Sudah cukup Tuhan mengambil papa dan adiknya, Abi harap Tuhan tidak akan mengambil mamanya juga kali ini. Setelah selesai, Abi segera meninggalkan kamar sang mama dan tak lupa untuk berpamitan.
Rasa rasanya Abi sangat tidak ingin untuk berangkat ke sekolah sekarang. Kejadian buruk itu masih sangat membekas dihatinya. Fakta bahwa Abi hampir saja diperkosa membuat Abi merasa dirinya sudah kotor dan menjadi sebuah aib bagi keluarga. Abi tidak tahu harus berbuat apa sekarang, jika dia tidak berangkat sekolah tentunya dia tidak akan bisa menggapai cita cita tingginya. Tapi sekolah itu bagai neraka bagi Abi, tidak semua orang baik disana.
Abi masuk ke dalam kelas dengan sikap sewajarnya, Gina dan Nata menyapanya riang. Sementara itu Diva tampak cuek dengan ke datangan Abi. Jam pelajaran satu, dua, dan tiga telah terlewat dan saatnya untuk istirahat. Ponsel pintar Abi berdering, sebuah pesan masuk dari bendahara pelaksana untuk segera datang ke ruang OSIS. Pesan itu seakan sebagai tamparan keras untuk ABi. Gadis itu kembali mengingat kejadian buruk yang menimpanya kemarin.
Abi tidak tahu harus bilang apa. Apakah dia harus bilang kalau dirinya tidak berhasil mendapatkan uangnya karena dirinya hampir saja diperkosa kemarin, tentu saja Abi tidak bisa mengatakan itu. Sesaat setelah Abi menjelaskan jika dia tidak mendapatkan uangnya dengan alasan yang dibuat buat, si bendahara pelaksana langsung menumpahkan kekesalannya kepada Abi. Dia memaki dan berusaha memukul Abi.
“Gimana sih kamu tinggal rayu, ambil uangnya terus bawa ke sekolah. Oh atau mungkin uangnya kamu buat pakek jajan ya?” Tuduh si bendahara pelaksana. Abi mencoba membantah tapi si bendahara itu tidak memberikan Abi kesempatan untuk berbicara, mulutnya terus mengeluarkan kata kata makian yang menusuk hati Abi. Gadis itu hanya bisa menunduk dengan air yang sedikit menggengi matanya. Abi tahu itu tanggung jawabnya dan jika uangnya tidak terkumpul maka itu adalah salahnya.
Untung saja di dalam ruang OSIS itu hanya ada Abi dan si bendahara. Ruang OSIS cukup kedap suara dan jauh dari keramaian sehingga semoga saja tidak ada yang tahu tentang acara maki maki ini. Daun pintu terbuka dan ternyata itu adalah Alicia. Dia menyerahkan map dan juga amplop tebal berisi uang untuk dana tambahan acara pemilihan pangeran dan putri.
“Ini nih gue dapetin uangnya. Gak usah teriak teriak deh gak enak kalau di denger guru. BTW lu pergi gih, gue ada perlu sama sih Abi!” Ujar Alicia. Si bendahara yang semua mukanya galak itu langsung ciut setelah kedatangan Alicia. Dia segera memasukan buku yang mencantum data pemasukan dan pengeluaran ke dalam tas dan segera meninggalkan ruangan sesuai perintah Alicia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengatasi
Teen FictionSeperti biasa, Abi selalu mengawali paginya dengan ceria. Gadis itu melangkah sedikit melompat membuka satu per satu gorden yang ada dirumahnya. Sifatnya yang seperti itu membuat orang lain pasti berpikir bahwa dia anak yang ceria yang memiliki kelu...