TIGA CERITA TENTANG KESATRIA

15 9 1
                                    

“Aku masih penasaran kenapa Diva akhir akhir ini agak berbeda.” Ujar Gina. Ketiga siswi itu menyusuri lorong sekolahan menuju lapangan parkir. Langit berwarna kejinggaan dan lampu lampu di sekolah sudah mulai menyala. Mungkin sekarang sudah pukul setengah enam sore, mereka terlalu lama menghabiskan waktu di perpustakaan.

Abi melirik Nata yang dari gelagatnya tampak memendam sesuatu. “Ada apa Nat?” Tanya Abi yang akhirnya tidak bisa menahan rasa penasarannya. Nata hanya berdehem sambil terus bergelagat mencurigakan. Sepertinya dia sedang menahan diri untuk mengungkapkan sesuatu. Nata tampak gelisah dan matanya memandang ke kanan dan ke kiri.

“Hm, sebenarnya beberapa hari yang lalu aku sempat telfonan sama si Diva dan dia kayak sedang marah. Pas kita telfonan, aku sama sekali gak ngerti apa yang coba disampaikan Diva. Dia terus marah seakan ngeluapim kekesalannya.” Ujar Nata yang akhirnya berani mengungkapkan unek uneknya. Demi mendengar itu, Gina dan Abi menghentikan langkah mereka.

“Sampai tadi siang saat si Gilang ngasih hadiah ke kamu Abi.” Dari raut muka Gina, tampak dia tidak tahu siapa yang dimaksudkan oleh Nata tapi Abi tahu dengan jelas siswa yang dibicarakan oleh teman kelasnya itu.

“Si Diva memang ngefans sama Kak Zagi tapi bukan berarti dia suka sama Kak Zagi. Beberapa bulan yang lalu saat kita belajar bareng, Diva ngomong sama aku kalau dia suka sama seorang anak yang bernama Gilang. Anak itu adalah teman SMP nya Diva dan Diva sudah memendam rasa itu cukup lama.” Abi mengerutkan dahinya, jadi itu semua arti dari perkataan Diva tadi siang.

“Apa kamu tidak merasa Bi. Pertama kamu udah jadi siswa favorit para guru yang baru, lalu jadi primadona sekolah. Aku dan Gina sekarang lebih sering bermain bersamamu dan kemudian kamu merebut perhatian Kak Zagi. Terakhir, kamu membuat Gilang, anak yang disukai Diva, suka padamu. Sadar gak kamu kalau kamu sudah mengambil segalanya dari Diva?” Ujar Nata.

Abi hanya terpaku tak bisa berkata apapun. itu semua benar dan bodohnya Abi baru menyadarinya sekarang. Dia rasa selama ini dirinya dan Diva adalah teman tapi tanpa sepengatahuan Abi, Diva menyimpan rasa cemburu pada dirinya. Dan setelah mengambil apapun yang dimiliki Diva, sahabat sahabatnya dan popularitasnya di kalangan guru, kini Abi mengambil satu satunya hal yang tersisa dari Diva, yaitu anak laki laki yang disukainya.

“Tapi kita tidak bisa salahin abi begitu aja kan? Maksudnya Abi memang cantik dan pintar, udah pasti dia bakal narik banyak perhatian!” Bela Gina.

“Iya aku tahu. Aku tidak pernah menyalahkan Abi tapi kita harus coba melihat dari sudut pandangnya Diva. Mungkin dia merasa Abi telah mencuri semua yang dimilikinya. Lihat kita Gin! Sekarang kita lebih sering main bersama Abi, kita lebih sering bertanya ke Abi. Seakan kita mulai meninggalkan Diva karena sudah menemukan penggantinya.” Ujar Nata.

Gina diam tidak membalas. Yang dikatakan oleh Nata itu benar, mereka sudah jahat kepada Diva. Dan rasa bersalah paling besar tentu muncul dari hati Abi. Dia tidak tahu harus bagaimana, semua hal yang menimpanya hanyalah karena dia menjadi dirinya sendiri. Abi selalu ceria karena memang dia anak yang ceria, Abi suka membantu karena memang dia suka membantu.

Tentu saja Abi tidak akan pernah menyangka  akan mengalami hal seperti ini disekolah barunya. Drama remeja seperti ini bukanlah hal yang disukainya sama sekali. Abi tidak suka konflik dan tidak suka memiliki musuh. Membuat Alicia tidak suka padanya saja sudah membuat Abi berpikir keras untuk beberapa hari dan sekarang Diva, teman pertama yang dia kenal di sekolah barunya, sekarang memusuhinya. 

Abi tiba di rumahnya saat kumandang adzan magrib terdegar. Memang tidak terlalu jelas karena rumahnya cukup jauh dari masjid terdekat. Abi segera melepas kaos kaki dan sepatunya dan beranjak mandi. Setelah badannya bersih, Abi masuk ke kamar untuk melakukan kewajibannya dan mengadu tentang masalah yang dialaminya kepada Tuhan.

MengatasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang