Abi terbangun di tempat yang sama, tanah lapang hijau dengan langit berwarna jingga. Abi bisa melihat wanita bertudung hitam itu berdiri di atas kolam sambil terus memandangi ke pucuk pohon kehidupan. Abi sudah muak dengan semua ini, dia sudah cukup menerima semua cobaan konyol ini. Gadis itu berlari masuk ke dalam kolam yang airnya kini sangat keruh, pohon kehidupan itu juga tampak gersang dan mulai tandus.
“Aku ingin kamu berhenti mendatangiku! Aku hanya ingin tidur tenang dan bahkan mungkin tidak bangun sekalipun tidak apa!” Bentak Abi kepada wanita bertudung itu yang masih terus menatap ke pucuk pohon seakan tidak memperdulikan perkataan Abi. Aura hitamnya lebih besar daripada sebelumnya, lebih pekat dan menakutkan.
“Sudah aku bilang, kamu tidak perlu menceritakan apapun kepadaku karena aku tahu semua apa yang kamu alami. Sebaiknya kamu melihat ke atas!” Ujar wanita bertudung itu. Abi menoleh ke atasnya dan di langit jigga itu terdapat tiga bulan merah menyala yang disekitarnya seakan memancarkan cahaya hitam. Satu bulan di belakang Abi, satu bulan tepat di kepala Abi, dan bulan berada di depan Abi.
Abi menoleh ke kanan dan kekiri bergerak kesana dan kemari tapi seakan bulan itu mengikutinya. Formasinya masih sama, satu dibelakang, satu tepat diatas, dan satu berada di depan. Abi menggeleng gelengkan kepalanya dan berusaha menghilangkan rasa takjib dan bingungnya.
“Aku tidak ingin memandangi bulan! Berhentilah mendatangiku! Biarkan aku sendiri! Aku hanya ingin sendiri karena tidak ada yang bisa membantuku! Bahkan Tuhan pun mengacukanku! Aku selalu berdoa kepadaNya dengan setulus hati tapi tidak ada jawaban apapun. Lihatlah aku sekarang, seperti pelacur yang kotor. Tubuhku sudah dijamah banyak orang!” Bentak Abi dengan tangisnya yang memilukan.
“Sejak awal aku sudah berjanji bahwa jika kamu ikut aku, kamu akan mendapatkan semua jawabannya. Aku ingin menyelesaikan tiga cerita ini dulu baru nanti kamu akan paham!” Ujar wanita itu. ruangan itu seperti sebelumnya tampak menguap ke udara dan setelah berubah menjadi ruang putih, tanah dan langit itu muncul kemudian memperlihatkan Andrian kecil yang menunggangi kuda menuju ke arah selatan.
Anak itu terus berkuda meskipun hujan badai sekalipun. Beberapa kali Andrian kecil berhenti di desa terdekat untuk membeli makanan dengan kepingan emas yang dia bawa. Kepingan itu akan cukup untuk menghidupinya selama satu tahun penuh. Dengan segala tipu daya yang dia temui, Andrian kecil tetap teguh dengan perintah pamamnya untuk menuju ke hutan kegelapan dan mencari orang yang bernama Lagam.
Sudah tiga bulan Andrian kecil berkuda menuju selatan. Sudah tidak terhitung berapa desa dan kota yang sudah dia singgahi. Saat malam menjelang, Andrian selalu memimpikan mimpi yang sama, yaitu ketika kedua orang tuanya terbunuh dengan sadis didepan matanya sendiri. Mimpi itu selalu membawa kebencian baru setiap harinya di hati Andrian. Dia tidak akan melupakan pasukan dengan baju zirah berukir naga bernapas api itu.
Suatu hari saat Andrian kecil berhenti untuk membeli makanan di sebuah kota kecil, kantong penuh kepingan emasnya hilang begitu saja. Andrian menghabiskan waktu tiga hari untuk mencarinya tapi anak itu tidak pernah tahu siapa yang mengambil uangnya. Andrian memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju selatan dan berharap sisa makanan yang dia punya cukup.
Anak itu belajar bagaimana kerasnya hidup, bagaimana hidup tak seindah yang terlihat. Orang akan mencuri untuk makan dan bahkan membunuh jika perlu. Sudah tiga hari sejak makanan terakhir masuk ke mulut Andrian kecil. Anak itu begitu lapar, suara dari perutnya terdengar keras. Sesekali dia memohon belas kasihan orang tapi tidak ada yang peduli. Sempat terbesit di kepalanya untuk mencuri tapi itu akan membuatnya tidak layak untuk menjadi kesatria.
Pada suatu titik, tubuh Andrian kecil tidak sanggup lagi. Anak itu kehilangan kesadaran di tengah hutan. Mungkin sesaat Andrian berpikir ini adalah titik dimana dia akan menyusul kedua orang tuanya. Mata Andrian perlahan terbuka, cahaya merah terlihat semakin jelas. Itu adalah Api unggun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengatasi
Teen FictionSeperti biasa, Abi selalu mengawali paginya dengan ceria. Gadis itu melangkah sedikit melompat membuka satu per satu gorden yang ada dirumahnya. Sifatnya yang seperti itu membuat orang lain pasti berpikir bahwa dia anak yang ceria yang memiliki kelu...