CERITA PERTAMA : SEORANG ANAK YANG INGIN MENJADI KESATRIA

19 9 0
                                    

Abi jatuh tertidur karena kelelahan menangis. Untuk semua yang dialaminya, tidur tentu bisa membuatnya merasa lebih baik. Semoga saja mimpi itu tidak datang lagi.

Abi merasakan rerumputan basah di telapak kakinya. Kali ini bukan mimpi buruk dimana gadis itu selalu melihat papa dan adiknya terbunuh berulang kali, tetapi ini mimpi dimana dia berada di tanah hijau nan lapang dengan kolam berbentuk lingkaran sempurnan yang di tengah tengahnya terdapat pohon kehidupan.

Wanita bertudung hitam itu sudah berdiri di sana dan sama seperti biasanya mendongak keatas memandang ke arah pucuk pohon kehidupan. Abi melangkahkan kakinya masuk ke dalam kolam menuju tempat dimana wanita bertudung hitam itu berdiri. Abi bisa melihat bahwa air di kolam tampak sedikit keruh dan tidak jernih seperti malam malam sebelumnya.

“Kamu tidak perlu mengatakan apapun. Aku tahu semua hal buruk yang menimpamu dua hari terakhir. Aku melihat semua yang kamu lihat dan merasakan apa yang kamu rasakan. Sebaliknya, aku yang akan bercerita padamu sesuai janjiku!” Ujar wanita bertudung hitam itu sesaat setelah Abi mensejajarinya.

Tiba tiba kembali ruang lapangan luas dan langit langit itu menguap ke udara seperti asap. Abi berada di ruang putih yang kemudian di bawahnya muncul tanah dan di atasnya muncul langit sama seperti sebelumnya. Abi bisa menyaksikan sebuah pegunungan yang indah dimana di salah satu celahnya terdapat sebuah kerajaan.

Pada suatu waktu, nampak kerajaan yang indah dimana orang orangnya hidup dengan damai dan bahagia. Tampak banyak pedagang sedang berusaha menjajahkan daganganyya ke para warga yang berjalan lalu lalang di jalan utama kota kerajaan. Begitu juga di ujung ujungnya di mana para pengerajin kayu, batu, dan besi bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya masing masing.

Kerajaan kecil itu tampak hidup bahagia bagai di negeri dongeng dengan anak anak bernyanyi riang gembira di sepanjang jalannya dan raja yang memerintah dengan adil. Tapi semua ini bukanlah sebuah cerita tentang kerajaan itu, melainkan tentang seorang anak dari pengerajin besi yang sedang berlatih teknik pedang di lahan yang lapang di pinggiran wilayah kerajaan.

Anak itu dengan riangnya mengayunkan pedang kayunya ke kanan dan ke kiri sambil membayangkan dia sedang menebas dan mengalahkan musuh musuh kuat yang akan menyerang kerajaan. Yah memang seperti itulah pola pikir anak berusia sepuluh tahun, naif dan penuh semangat.

“Nak kesinilah! Bantulah ayahmu ini!” Ujar sang ayah yang terus menempa pedang pesanan raja hingga menjadi tajam dan indah. Beliau terkenal sebagai pembuat senjata nomor satu di kerajaan ini dan selalu mendapat pesanan terbanyak dari raja karena hasil tempaannya begitu halus dan tajam. Bahkan konon katanya pedang buatannya sanggup memotong baju baja terbaik sekalipun.

Tentunya kerajaan ini bukanlah kerajaan yang suka berperang, mereka lebih suka membentuk hubungan dagang dan membangun kerajaan dengan cara damai. “Andrian! Cepat kesini dan bantu ayah!” Ujar sang ayah kembali memanggil anaknya yang masih bermain dengan pedang mainnanya. Andrian beranjak menghampiri ayahnya yang sedang menaruh tumpukan pedang ke dalam gerobak kayu yang sudah dikaitkan ke kuda.

“Antarkan ini ke pamanmu di kerajaan dan jangan lupa untuk menagih uangnya!” Ujar sang ayah sambil mengusap usap rambut anak laki laki semata wayangnya itu.

“Setelah kembali, ayah janji akan mengajariku teknik pedang yang baru?” Ujar Andrian dengan tatapan berharap. Sang ayah tersenyum dan mengangguk. Andrian bersorak riang kemudian segera melaksanakan permintaan sang ayah. Baru melangkah beberapa meter, seorang wanita memanggil nama Andrian dengan keras dari dalam rumah. Wanita itu setengah berlari menghampiri Andrian.

“Jangan pernah tinggalkan rumah tanpa sarapan terlebih dahulu!” Ujar sang ibu yang kemudian menyerahkan satu roti gandung dan apel. Andrian mengangguk dan tersenyum, ibunya memang wanita paling perhatian. Anak itu mulai menuntun kudanya menuju jalan besar sambil sesekali menggigit roti gandumnya.

MengatasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang