Sesekali senyum mengembang di wajah Abi. Keseruan bersama kedua sahabat barunya tadi masih sangat membekas dihati Abi. Suasana hati Abi sedang senang sekarang meskipun kemacetan membuat jalan perjalanan pulang terasa lama. Abi meliuk liukan motornya melewati seciap celah yang dianggap cukup lebar. Hal hal buruk yang dialami Abi akhir akhir ini membuatnya lebih bisa bersyukur dengan kebahagiaan kebahagiaan kecil seperti berkumpul bersama teman. Faktanya, Abi memang anak yang mudah bersyukur akan sesuatu.
Senyum sumringah itu seketika menghilang ketika Abi melihat nyala lampu biru kelap kelip dari arah rumhanya. Gadis muda itu seketika memacu motornya lebih cepat dan ketika sampai di gerbang rumahnya, Abi mendpati sebuah ambulan terparkir di halaman depan rumahnya. Seketika hati Abi menjadi tidak karuan, apa yang terjadi dengan mamanya.
Abi langsung masuk dan memarkirkan motornya. Gadis itu berlari menemui Dokter Herman yang berdiri di depan pintu. “Dok! Kenapa ada ambulan? Mama baik baik aja kan?” Tanya Abi. Mata gadis itu mulai berkaca kaca. Pikiran pikiran buruk mulai masuk dan menguasai kepalanya.
“Mamamu tadi collapse dan sekarang kritis. Kita harus membawanya ke rumah sakit!” Ujar Dokter Herman. Abi tidak bisa berkata apapun, air matanya mulai turun membasahi pipi. Tak lama, dari dalam rumah muncul dua petugas medis yang mengavakuasi Mama Abi. Dua petugas itu mendorong brankar perlahan menuruni tangga. Dengan cepat mereka segera memasukan Mama Abi ke dalam ambulan dan membawanya ke rumah sakit.
“Sebaiknya kamu ikut Dokter, taruh saja tas kamu di ruang tamu!” Perintah Dokter Herman yang kemudian langsung Abi jalankan. Abi dan Dokter Herman masuk ke dalam mobil minibus Dokter Herman dan segera menyusul Mama Abi ke rumah sakit.
Abi berlari melalui lorong lorong rumah sakit berusaha mengimbangi langkah cepat Dokter Herman. Tibalah mereka di ruang ICU. Pertolongan segera diberikan dan Abi diharuskan untuk menunggu di luar. Gadis itu tak hanti hentinya mengusap air matanya. Beberapa orang lain yang menunggu disana hanya bisa memandangi Abi dengan tatapan kasihan.
Abi berharap harap cemas, sesekali dia mengintip melalui jendela kecil di pintu. Dari sana Abi bisa melihat beberapa dokter dan suster yang sedang berusaha menyembuhkan mamanya. Duduk lagi kemudian beberapa menit kemudian berdiri lalu mengintip, kemudian duduk lagi. begitu terus selama dua jam ke depan hingga akhirnya Abi kelelahan dan jatuh tertidur di kursi tunggu.
Sentuhan dan goyangan pelan di pundaknya membuat Abi terbangun dari tidur tidak nyamannya. Dokter Herman duduk disamping Abi. “Bi, mamamu sekarang dalam koma. Dokter akan terus memantau penuh selama dua puluh empat jam dan mamamu harus tetap dirawat di ruang ICU. Dokter janji kalau kondisi mamamu sudah membaik, Dokter akan langsung mengabarimu. Sekarang sebaiknya kamu pulang. Dokter akan mengantarmu.” Ujar Dokter Herman lembut.
Abi diam saja tidak menjawab, entah kata apa yang harus dia ucapkan untuk membalas kabar buruk itu. Mamanya sekarang sedang dalam keadaan koma dan keadaannya belum bisa dipastikan, apa saja bisa terjadi. Tatapan Abi kosong, gadis itu menerka kenapa Tuhan begitu kejam kepadanya. Padahal tadi baru saja Abi merasakan kebahagiaan kecil setelah semua hal buruk yang menimpanya, tapi kenapa sekarang cobaan lebih berat datang menimpa Abi.
“Abi, sebaiknya kamu kembali. Kamu harus istirahat karena besok masih sekolah. Tenang saja, Dokter akan berjuang biar mama kamu sembuh. Besok setelah pulang kamu bisa datang kesini lagi. jangan lupa jika besok ingin menjenguk, minta izin dulu ke petugas!” Dokter Herman berusaha menenangkan Abi dengan mengelus elus pundaknya.
“Apa dokter bisa tenang jika satu satunya keluarga yang dokter miliki mengidap penyakit mematikan dan sedang dalam keadaan koma di dalam ruang ICU? Dokter Herman terdiam, dia tentu tidak bisa menjawab pertanyaan berat seperti itu.
“Dokter memang tidak mengerti tapi dokter tahu bahwa kamu adalah anak yang kuat, kamu selalu menjadi anak yang kuat. Cobaan di masa ini adalah sesuatu yang akan membuatmu lebih kuat dimasa depan Bi, jangan pernah salahkan dirimu sendiri dan takdir. Sekarang hal terbaik yang bisa kamu lakukan adalah berdoa untuk kesembuhan mamamu kepada Tuhan.” Ujar Dokter Herman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengatasi
Teen FictionSeperti biasa, Abi selalu mengawali paginya dengan ceria. Gadis itu melangkah sedikit melompat membuka satu per satu gorden yang ada dirumahnya. Sifatnya yang seperti itu membuat orang lain pasti berpikir bahwa dia anak yang ceria yang memiliki kelu...