Epilog

82 10 2
                                    

Setelah perjalanan panjang tersebut, aku baru menyadari suatu hal. Sebenarnya dalam hal apa yang membuat orang-tua menyuruhku pulang kampung? Selama ini aku hanya mengikuti perkataannya saja tanpa tahu apa penyebabnya, apa tujuannya. Namun, aku enggan bertanya. Tubuh ini merasa lelah. Aku hanya ingin istirahat.

Aku merebahkan diri diatas kasur empuk dibalut sprai coklat susu. Disamping itu aku ingin mengecek media sosial ku siapa tau ada pesan masuk penting di berandaku.

Tiba-tiba seseorang melangkah menuju kamarku, dilihat dari bayangannya dia adalah perempuan. Aku yakin itu Mamah, karena di rumah ini hanya ada dua perempuan yaitu aku dan Mamah.

krek!

Gagang pintu itu bergerak dan perlahan terbuka.

"Teh.." benar dugaanku dia mamahku.

"Iya mah.."

"Mamah mau bicara sama kamu."

"Sini aja mah."

Mamah pun masuk dan ikut rebahan di sebelahku.

"Teh, mamah teh udah tua.."

"Mamah pengen punya cucu.. teteh kapan nikah." Celotehku dalam hati menebak perkataan selanjutnya yang akan disampaikan mamah.

"Mamah pengen banget gendong bayi lagi, apalagi bayi dari anak teteh. Kapan atuh teh? Teteh kan udah 20 tahun, udah cukup umur."

Dugaanku benar.

"Iya mah, kalau udah ketemu jodohnya pasti langsung nikah kok."

"Kapan ketemunya? Udah coba di cari? Kalau ibarat mah teteh pengen nyari buku teteh yang udah hilang terus mamah nagih, teteh bilang iya kalo udah ketemu. Tapi gak di cari? Gimana ketemunya atuh?" Tutur Mamah.

"Iya mah, belum. Nanti aja."

"Kalau Mamah yang nyariin gak papa?"

"Ya kalo emang itu jodoh teteh mah gak papa mah."

"Ya udah besok kamu siap-siap ya. Mamah ada calon yang mau di kenalin sama kamu. Kalau cocok bisa disegerakan."

"HAH? Besok mah? Atuh baru juga nyampe."

"Da gak bakal lari-lari atuh."

"Ya udah deh terserah mamah." Ucapku pasrah.

***

Pukul 05.36

"Teteh.. enggal siap-siap, jam 7 mereka udah kesini."

"Atuh mah masih lama," ucapku malas.

"Eh, kan sambil makan-makan ini tuh. Sambil bantuin mamah nyiapin semua."

"Iya deh iya mah."

Aku Mamah dan Bapak pun sibuk menyiapkan kedatangan yang mamah sebut calon tersebut.

Bapak menyiapkan tempat, sedangkan aku dan Mamah menyiapkan makanan.

Sekitar setengah jam kemudian semuanya telah selesai tinggal kami siap-siap membersihkan diri. Kami mandi bergilir tentunya aku yang pertama mandi.

"Pake baju yang bagus, dandan sekalian."

"Ah, gak mau dandan."

"Eh, nya.."

"Biarin ah."

"Ya udah terserah teteh."

Aku memilih baju gamis sederhana berwarna mocca dan memakai kerudung hitam menjuntai lebar. Tanpa polesan make up hanya sedikit dibuburi bedak tabur bayi dan sedikit lipblam agar bibir tidak terlalu kering itu juga tidak berwarna.

Tiiiit! Tiiit!

Suara klakson menyalami keluarga kami.

Mamah memburu keluar tuk menyambut keluarga tersebut.

"Alhamdulillah.. sudah sampai ya. Silahkan masuk semuanya!"

Hah? Ada Farhan? Ada juga Kak Ghazi? Apakah mereka adik kakak?

Semua berkumpul di tempat yang telah di sediakan. Sedikit basa-basi bertanya kabar, perkuliahan dsb.

"Alhamdulillah, maksud kedatangan kami disini untuk menyambung silaturahim antara keluarga Bapak Haqi dan keluarga Bapak Syarif. Bagaimana apakah pihak Bapak Syarif menyetujui?"

"Alhamdulillah saya sebagai kepala keluarga dari pihak perempuan sangat menyetujui niat baik sekalian, namun saya tidak bisa mengambil keputusan secara sepihak karena yang akan menjalani kehidupan adalah anak saya sendiri maka dari itu saya serahkan keputusan kepada anak saya Aliya."

"Teh, jawab," Bisik Mamah.

"Aku gak bisa mah," jawabku.

"Kenapa?"

Tiba-tiba air mataku jatuh mengalir.

"Kenapa nangis?"

"Aku gak bisa mah."

Mamah mengambil hak suaraku.

"Sebelumnya saya meminta maaf, mungkin karena terlalu mendadak. Anak saya masih memerlukan waktu untuk menjawab. Apakah pihak bapak bisa menerimanya? Jika iya, kami hanya meminta waktu satu minggu insyaallah cukup."

"Baik jika seperti itu, kami akan sabar menunggu Jawaban di pekan depan."

"Baik, Terima kasih atas perhatiannya."

Selanjutnya sesi makan bersama. Aku yang tak mampu menahan tangis segera berlari keluar mencari udara segar. Seseorang mengikutiku.

Hiks.. Hiks..

"Kenapa Yay?"

"Aku.."

"Aku apa Yay?"

"Aku sebenarnya masih.."

"Masih apa?"

"Masih mencintai Farhan.. Hiks.. Hiks.."

"HAH? Adikku?"

Aku mengangguk.

Seketika Kak Ghazi berdiri.

"KENAPA BARU BILANG!!! KALAU KAMU ADA HUBUNGAN DENGAN ADIKKU?"

"Aku gak tahu Farhan adalah adiknya kakak.. hiks.. hiks.."

"AH!"

"Hiks.. Hiks.."

Setelah kejadian itu, Dia tak pernah nampak batang hidungnya. Menghilang begitu saja. Ketika  telah masuk tanggal yang telah di tentukan. Kak Ghazi dan keluarganya tidak datang. Mereka hanya mengabari via telepon bahwa Kak Ghazi menyatakan mundur dengan alasan yang tidak bisa diutarakan.

Dan saat itulah hari terakhir aku melihatnya. Keberadaannya seakan ditelan bumi. Kisah Perjalanan cintaku yang rumit dengannya hanya berlangsung 30 Hari meskipun tidak runtut, namun perjalanan ini menjadi sebuah pelajaran penting bagi kehidupanku.

Terima Kasih Ghazi yang telah menemaniku dalam beberapa hari istimewa ini.

Semoga kelak aku bisa bertemu dengannya lagi. Bagaimana pun caranya.

Jika Kamu membaca Kisah ini, Aku benar-benar mempersembahkan untukmu.

Kembalilah sapa kembali aku

Salam,

Aliya Yildiz Sayan

30 Hari Bersama GhaziTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang