Day 28

36 7 5
                                    

Saat ini mata kuliah Maqoshid Syariah sedang berlangsung, sang dosen tengah menata kata didepan kami. Aku duduk di bangku depan dengan ke empat temanku.

"Iyay, katanya kamu bentar lagi nikah ya?"

"Ih, kata siapa?"

"Kata orang-orang."

"Hah? Orang-orang? Berarti udah pada tau dong?"

"Beneran?"

"Gak tahu."

"Iyay, jujur ih."

"Engga."

"Aliya, Nadhira. Coba jelaskan apa yang tadi saya jelaskan!" Pinta dosen penuh tekanan.

"Mampus!" Ucap Nadhira setengah berbisik.

"Kamu sih, ngajak ngobrol."

"Aliya, Nadhira!"

"Hehe, maaf pak tadi saya tidak mendengarkan," ucapku sambil menyeringai.

"Nadhira!"

"Hehe, iya pak aku juga sama."

"Baik, karena tadi saya melihat kalian malah ngobrol dipelajaran saya. Maka saya memberikan dua pilihan. Satu, dianggap Absen atau dua, membuat makalah tentang materi hari ini sebanyak 20 halaman."

"Gila.. " ucap Nadhira.

"Aku yang kedua aja pak," ucapku tanpa berpikir.

"Beneran? Mending absen aja ih, masih banyak nyawa kan?"

"Gak ah, takut ada sesuatu yang mendadak. Aku baru pake nyawa itu."

"Aku yang pilihan satu aja pak."

"Baik. Kita lanjutkan.."

Bapak dosen pun melanjutkan penjelasannya. Namun tiba-tiba.

Dreed! Dreed!

Smartphone ku bergetar.

Panggilan masuk "Mamah💜"

Aku mengangkat tangan, hendak meminta izin keluar untuk mengangkat telepon yang masuk.

"Afwan Pak, orang tua saya menelepon. Boleh izin kebelakang sebentar?"

"Iya silahkan."

"Terima kasih pak."

Aku segera keluar kelas, panggilannya terputus.
Aku menyambungkan ulang.

"Assalamualaikum mah."

"Waalaikumsalam. ."

"Ada apa mah?"

"Be-besok kamu pulang ya," Suara terputus-putus.

"Ada apa gitu mah?" Tanyaku.

"Pu-pulang a-da ta-u-te-rang."

"Apa mah? Gak jelas."

"Pu-lang."

Koneksi buruk. Aku tidak dapat menangkap alasan ku pulang. Aku hanya tahu bahwa Mamah memintaku untuk pulang besok.

Aku kembali masuk kedalam kelas, Kembali mendengarkan pemaparan sang dosen.

Satu jam berlalu, pembelajaran pun usai.

"Iyay, makan yuk."

"Yuk!"

"Di seberang sana yuk."

"Ayo."

Sebenarnya ada tempat makan terdekat juga tidak perlu menyebrangi jalan. Kebetulan tempat tersebut telah penuh dijejali para mahasiswa kampusku, kami memutuskan makan di seberang jalan tersebut. Tapi aku ragu, karena aku takut untuk menyebrangi jalan tersebut. Jalanan tersebut sangat ramai dan pengendaranya pun berseliweran sangat cepat.

"Eh, aku gak bisa nyebrang nih."

"Yah, aku juga sama."

"Beneran?"

"Iya."

"Terus gimana dong?"

"Gpp lah, kita coba aja."

"Ya udah."

Sesampainya di tepi jalan, kita menunggu jalan tersebut sepi tapi nyatanya tidak pernah menyepi.

"Kalo kayak gini, kapan nyampenya. Haha."

"Hehe, ya gimana kita kan gak bisa nyebrang. Haha."

"Eh, eh tuh ada kating kayaknya mau nyebrang bareng aja kuy."

Kak Ghazi lagi..

Kak Ghazi melihatku, sepertinya dia tahu bahwa kami tidak bisa menyebrang. Tanpa berbicara sepatah katapun, dia memandu kami menyebrang seakan mengerti isyarat bisunya tersebut kami mengikuti langkanya. Setelah berhasil, Dira langsung masuk ke tempat makan tersebut. Sedangkan aku menunggu kak Ghazi melihatku. Aku ingin mengucapkan terima kasih.
Sedetik kemudian kak Ghazi melihatku. Aku mengisyaratkan terima kasih padanya dia pun membalas dengan satu anggukan dan sebuah senyuman. Dia kembali.

"Iyay, makan sama apa?"

"Eh, sayur aja." Sambil berlari kecil memasuki tempat makan sederhana tersebut.

Sesekali aku melihat punggungnya sampai dia menghilang.

"Kamu liatin apa?" Sambil mencari objek pandanganku.

"Gak ada."

"Ya udah deh, laper nih."

"Ya udah duluan."

"Okay."

Kami pun menyantapnya dengan lahap sambil sedikit berbincang-bincang tentang beberapa peristiwa yang terjadi hari ini.








Alhamdulillah.. Update lagi mih 🤩🤩

Udah detik2 ending loh

Happy reading 🤩

30 Hari Bersama GhaziTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang