07

1.7K 253 1
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Chenle-ya, tangkep." Jeno melemparkan gulungan matras besar, yang langsung ditangkap oleh anak itu.

"Ini buat apa?" tanyanya bingung.

"Buat Renjun," jawab Jeno tenang.

"Lah terus kita tidur gimana?" ujar Haechan yang kebetulan mendengar percakapan keduanya.

"Kan masih ada 3 lagi," jawab Jeno.

Haechan mengkerutkan dahinya, tak percaya dengan jawaban yang ia dengar.

"Musim panas loh, Jen," ujar Haechan.

"Tenang. Kipas angin nyala semaleman."

Haechan akhirnya dipaksa mengangguk. Kalau Jeno sudah membuat keputusan, bahkan bumi terbalik sekalipun, takkan ada yang bisa membantah anak itu. Sambil mengeluh, Chenle membawa gulungan matras itu keluar dari kamar mereka.

Jeno dan Haechan kemudian mulai menyiapkan matras untuk tidur mereka. Selama hampir 7 tahun tinggal bersama, mereka selalu tidur di kamar yang sama. Alasan terbesarnya karena mereka tak punya uang untuk membeli rumah yang lebih besar. Namun menurut Jeno, hal ini dilakukan untuk mempererat persaudaraan.

Jaemin tak lama kemudian masuk menyusul keduanya. Rambutnya yang basah ia keringkan dengan handuk mandi. Pria itu masih menghindari tatapan Jeno, membuat Haechan hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah kekanak-kanakan sahabatnya itu.

Jeno mematikan lampu dan segera mengambil tempat paling ujung, dekat pintu. Chenle tak lama kemudian masuk dan tidur di sebelah Jeno. Haechan menatap Jaemin, seolah menyuruhnya untuk segera minta maaf. Ia pun tidur di sebelah Chenle. Jaemin kemudian turut berbaring di sebelah Haechan.

Bertahun-tahun mengenal Jeno, ia tak pernah menyesal ketika anak itu mengajaknya untuk pergi bersama. Ia nyaris dilempar ke panti asuhan bersama anak-anak lain, namun kala itu Jeno menariknya pergi untuk kabur dari panti. Jaemin bersyukur atas apa yang Jeno lakukan. Tanpa ada Jeno, mungkin kehidupan Jaemin takkan ada artinya.

Suara dengkuran Chenle tak lama kemudian terdengar. Deru nafas Haechan juga semakin lama semakin tenang.

Sejak mengikuti Jeno, ia tak pernah mempertanyakan perintahnya. Dia pemimpin disini, dia yang tahu segalanya. Entah sampai kapan mereka akan terus hidup seperti ini. Suatu saat nanti, pasti semua akan berubah kan?

"Jeno-ya," panggil Jaemin setengah berbisik. "Udah tidur?"

Jeno terlihat sedikit menggeliat. "Belum."

Untuk sesaat keheningan kembali melanda. Hanya suara dengkuran Chenle yang terdengar.

"Kenapa?" tanya Jeno.

"Maaf buat yang tadi. Aku keterlaluan," ujar Jaemin.

"Gak apa-apa. Aku juga salah," jawab Jeno.

SPOILER, TRAILER, SURPRISE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang