11

1.5K 257 10
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Jeno tertawa bahagia begitu melihat puzzlenya akhirnya selesai. Ini pertama kalinya Renjun melihat pria itu tertawa. Mata Jeno seolah menghilang berbarengan dengan suara tawanya yang renyah. Renjun mau tak mau turut senang melihat Jeno tertawa.

"Makasih, Renjun," ujar Jeno. Ia dapat merasakan ketulusan anak itu.

"Sama-sama."

Jaemin tiba-tiba masuk sambil membawa sebuah kantung plastik besar. Ia menatap Renjun sekilas, sebelum akhirnya pergi tanpa tersenyum sedikitpun pada anak itu. Renjun kira mereka kini adalah teman. Ia merasa sedikit sakit dengan Jaemin yang mengabaikannya begitu saja.

Dengan penasaran, matanya mengikuti langkah Jaemin. Pria itu masuk ke dalam sebuah ruangan di sebelah kamar tidur mereka, ruangan yang dilarang untuk dimasuki oleh Chenle. Melihat Jaemin masuk dengan santai ke dalamnya membuatnya bertanya-tanya, apa sebenarnya yang ada di dalamnya?

"Ada apa dalam kamar itu?" Pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulut Renjun. Anak itu kaget dan langsung menutup mulutnya. Jeno nampak tidak suka dengan pertanyaannya.

"Kalau masih mau hidup, jangan banyak tau." Seketika itu juga aura Jeno berubah gelap. Ia berubah, berbeda dengan Jeno yang tadi tertawa senang karena berhasil menyelesaikan puzzlenya. Tanpa ia sadari, Renjun mengangguk mendengar pernyataan Jeno. Ia masih mau hidup.

Hal itu lagi-lagi menyadarkan Renjun. Ini bukan tempat bermain. Ini bukan rumah. Ia tak boleh terlalu nyaman disini, bersama anak-anak itu. karena suatu saat nanti ia akan kabur dari sini da meninggalkan mereka. Masih ada kehidupan yang harus ia jalani. Ia tak boleh terus berdiam diri disini. Orang tuanya pasti sangat mengkhawatirkan dirinya.

Renjun pun kembali ke tempatnya, duduk di depan pintu ruangannya. Hari demi hari terlewati begitu saja. Setelah selesai dengan puzzlenya, nampaknya Jeno kehabisan mainan baru. Pria itu lebih sering diluar rumah sekarang, meninggalkan Renjun berdua dengan Haechan. Kadang Chenle juga turut menemaninya.

Hari itu seperti biasa, Chenle meletakkan sepiring nasi di depan Renjun. kalau akhirnya ia tetap dianggap tidak ada, untuk apa ia dibawa keluar dari ruangannya? Toh, sama saja. Bahkan ia lebih memilih di ruangannya dibanding duduk dengan canggung di depan orang-orang yang jelas membencinya. Entah mengapa hal itu menumbuhkan rasa marah di hatinya. Bukan keinginannya ia diculik. Kenapa mereka yang malah membuatnya merasa bersalah?

Dengan kesal Renjun mengangkat piringnya, bersiap untuk makan ketika sebuah suara menginterupsinya.

"Mau makan bareng?" Suara Jeno terdengar jelas di telinganya.

Renjun terdiam, menatap keempat orang di depannya yang kini turut mengamatinya. Ia tahu Chenle takkan masalah makan bersama dengannya. Mungkin Jaemin juga. Tapi apa Haechan mau makan dengannya? Ia masih harus menjaga jarak aman dengan pria itu.

"Gak apa-apa. Haechan hyung gak gigit kok." Chenle seolah menyadari perang batin dalam diri Renjun.

Haha, iya. Dia sama sekali gak gigit.

SPOILER, TRAILER, SURPRISE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang