16

1.5K 243 16
                                    

Chenle membawa sepiring nasi ke kamar Renjun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Chenle membawa sepiring nasi ke kamar Renjun. Ia membuka pintunya perlahan. Langkahnya terhenti ketika melihat anak itu duduk di ujung ruangan seraya memeluk kedua kakinya. Pandangannya kosong, namun matanya membengkak, seolah habis menangis semalaman.

Mamanya pernah bilang, hidup adalah perjuangan menemukan jawaban. Jawaban dari segala pertanyaan di dunia. Namun nampaknya, ada satu pertanyaan yang tak bisa dijawabnya dari dulu.

Untuk apa ia hidup?

Mengapa ia dilahirkan ke dunia?

Ia terus memikirkan pertanyaan tersebut. Tiap kali mereka membawanya ke arena. Tiap kali mereka mengurungnya sendirian di pod yang gelap. Tiap pil dan suntikan yang ia terima. Mengapa ia masih hidup? Mengapa ia memilih untuk bertahan, kalau akhirnya hidup seolah membenci dirinya?

Dunia serasa runtuh. Bagi Renjun, dunianya runtuh. Chenle tahu rasanya.

"Renjun-ah, kamu harus makan."

Chenle perlahan duduk di depan Renjun. Anak itu masih diam mematung, seolah tak mendengar ucapan Chenle. Haruskah ia memanggil Haechan lagi dan memaksanya makan?

"Waktu itu," bisik Renjun. "Waktu itu pasti sulit."

Chenle menatap Renjun dalam diam. Ia meletakkan piring makanan itu di sampingnya.

"Apa dulu juga sesakit ini? Ketika kamu tau orang tua kamu udah gak ada," lanjut Renjun.

Anak itu menunduk, tak sanggup melihat Renjun.

"S-Sakit banget rasanya. T-tapi kenapa kamu masih bisa senyum? G-gimana caranya k-kamu kuat?" Renjun terisak sambil terus memukul-mukul dadanya, berharap rasa sakitnya hilang. Chenle perlahan meraih tangan Renjun, menahannya.

"Aku masih belum kuat," jawabnya pelan.

"G-gimana s-supaya rasa sakit ini hilang?" isak Renjun lagi. Nafasnya tersendat-sendat akibat berusaha menahan tangis.

"Itu gak akan hilang, Renjun." Chenle mendekati Renjun dan memeluknya. "Ada rasa sakit yang bisa hilang. Tapi bukan yang ini." Chenle mengelus-elus rambut Renjun dengan lembut. Ia dapat merasakan anak itu bergetar. "Kamu hanya harus belajar untuk melepaskan."

Renjun menangis keras. Ia merindukan mamanya. Ia kangen rumahnya. Ia tahu semuanya takkan kembali seperti sedia kala. Tidak akan pernah.

"Gak apa-apa. Semua butuh waktu. Kamu harus sabar."

Semua butuh waktu, tapi Renjun tak butuh waktu. Ia membutuhkan rumahnya.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SPOILER, TRAILER, SURPRISE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang