08

1.6K 258 9
                                    

Renjun duduk termenung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Renjun duduk termenung. Berada seharian di sana membuatnya tak bisa menghitung waktu dengan benar. Bahkan cahaya matahari tak bisa masuk ke sana. Ia tak tahu apa sudah pagi atau sudah malam. Patokan satu-satunya hanyalah pemuda berambut oranye itu. Ia selalu mengantarnya makanan setiap pagi.

Seperti biasa, Chenle masuk dan membawa sepiring nasi dengan telur. Entah sudah berapa hari ia disekap disana.

Pria berambut oranye itu berdiri dekat pintu, mengawasi Renjun makan dengan seksama. Lama kelamaan berada disini, ia sadar mereka takkan menyakiti ataupun membunuhnya. Mereka bisa saja melakukan itu dari awal. Untuk apa repot-repot memberi Renjun makan?

Renjun memotong telur dadarnya dan menyendoknya dengan nasi. Ia tak pernah berganti baju. Bajunya masih sama dengan yang ia kenakan ke pertemuan orang tua.

Ketika sendoknya terangkat, ia tiba-tiba mendengar suara dari perut pria berambut oranye itu. Ia kemudian menurunkan sendoknya perlahan. Pria itu nampak seumuran dengannya, namun hidupnya jauh ketimbang Renjun. Entah mengapa. Ia melihat pria itu dengan iba. Renjun pun mendorong piringnya mendekati pria itu.

"Makan," ujar Renjun lembut. "Aku kemarin denger kalian terpaksa ngurangin jatah makan kalian demi aku."

Chenle hanya diam, namun matanya menatap telur di piring Renjun. Ia belum makan apa-apa sejak kemarin pagi.

"Makan aja, gak apa-apa. Lagian aku seharian cuma diem disini. Kamu lebih banyak gerak dibanding aku."

Chenle nampak sedikit ragu, jadi Renjun memundurkan bokongnya. Ia pun duduk sambil memeluk kedua kakinya, menjaga jarak aman dengan Chenle. Perlahan, Chenle duduk dan mengangkat piring itu. Ia menaruh sendok makan di lantai dan mulai makan dengan nikmat menggunakan tangannya. Renjun tersenyum kecil melihatnya makan dengan lahap. Ia seharusnya membenci mereka yang menculiknya, namun yang ia rasakan saat ini malah berbanding terbalik.

Ia merasa kasihan.

Mereka tidak terlihat seperti penjahat.

Tangan Chenle tiba-tiba berhenti. Matanya menatap Renjun yang tengah asyik melihatnya. Renjun langsung salah tingkah dan mengalihkan pandangannya.

"Mau makan bareng?" Chenle akhirnya bicara pada Renjun.

Mata Renjun berbinar. Ia perlahan mengangguk. Chenle kemudian menyiapkan sesuap nasi dengan telur, lengkap dengan kecap, menggunakan tangannya sendiri. Ia pun menjulurkan tangannya pada Renjun.

"Ini gimana, tinggal makan?"

"Iya, sini."

Renjun membuka mulutnya dan membiarkan Chenle menyuapinya. Anak itu mengunyah pelan sambil tersenyum.

"Enak makan pake tangan."

"Enakkan pake tangan dibanding sendok," ujar Chenle. Renjun mengangguk setuju.

SPOILER, TRAILER, SURPRISE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang