18

1.4K 236 5
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Apa kamu mau keluar?"

Renjun buru-buru meletakkan puzzlenya dan menatap Jeno dengan bingung.

"Keluar?"

"Iya. Chenle bilang kamu bosen di rumah. Mau keluar buat cari udara seger?" tanya Jeno.

"Tapi kalo ada yang ngenalin aku bisa gawat," jawab Renjun khawatir. Ia tak mau mereka kesulitan akibat dirinya.

"Gak usah takut. Kita gak bakal pergi jauh-jauh kok. Paling di sekitar sini aja." Jeno mengulurkan tangannya. "Gimana?"

Wajah Renjun berubah cerah. Sudah lama ia ingin pergi keluar. Berbulan-bulan terjebak disini membuat kulitnya semakin pucat. Ia butuh dekat dengan sinar matahari. Tanpa pikir panjang, ia pun meraih tangan Jeno. Keduanya pun berjalan keluar rumah.

Renjun menutup matanya, berusaha menyesuaikan dengan matahari yang menyilaukan. Setelah beberapa saat ia kembali mencoba membuka matanya. Dihirupnya udara segar sebanyak mungkin.

"Suka?"

Renjun mengangguk antusias. Ia berbalik dan melihat tempat yang ia tinggali selama 2 bulan terakhir. Sebuah rumah kecil dengan atap yang sangat pendek. Bagian luar rumahnya sangat kumuh. Di sampingnya, terdapat sebuah sepeda usang.

"Ayo," ajak Jeno.

"Kemana?"

"Kita jalan-jalan."

Jeno mengajak Renjun menuruni tangga, berjalan mengelilingi perumahan disana. Renjun menyadari bahwa perumaan disana letaknya menggunung, semakin lama semakin tinggi. Bisa dibilang rumah mereka berada di tempat paling tinggi. Setelah puas berjalan dan memanjakan kakinya, keduanya pun duduk di salah satu anak tangga sambil menikmati matahari terbenam.

"Cantik banget," gumam Renjun.

"Kenapa? Baru pertama kali liat matahari tenggelam?"

Renjun mengangguk cepat. "Iya."

"Di rumah kamu gak pernah?"

"Gak. Di rumah aku gak keliatan."

Renjun kembali mengagumi pemandangan matahari bulat yang memancarkan sinar oranyenya, semakin lama menghilang dibalik awan.

"Hyung," panggil Renjun.

"Hmm?"

Renjun menarik nafasnya. Matanya kembali terikat pada keindahan langit yang kini mulai menggelap, ditinggal sang mentari. Andai ia bisa hidup seperti ini selamanya. Andai ia tidak tahu apa-apa. Andai ia tidak masuk ke masalah ini. Hidupnya pasti masih normal.

"Jadi kekuatan hyung itu baca pikiran?" tanya Renjun.

"Bisa dibilang kaya gitu," jawab Jeno.

"Keren," gumam Renjun. "Aku selalu mau tau apa yang orang lain pikirin."

SPOILER, TRAILER, SURPRISE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang