Sementara Gracio masih betah memandang paras cantik gadis di hadapannya ini. Gadis yang mampu menjatuhkan begitu dalam, menyakitinya, namun juga memberikan kebahagiaan yang selalu dia rindukan. Seorang anak kecil yang mampu menundukannya, bahkan sampai saat ini.
"Coba ngomong sama Vernando dulu ya. Aku yakin dia pasti ngertiin kamu. Vernando udah dewasa, dan sudah seharusnya dia mengerti keinginan kamu."
Tidak mau larut dalam kontes tatapan mata yang mereka sedang lakukan, Gracio mengangkat tubuhnya dan merangkul Shani untuk mendekat ke arah badannya. Sudah seharusnya ia memperlakukan Shani sebagai seorang adik yang harus dia lindungi.
"Coba inget hal-hal yang buat kamu nerima Vernando, mungkin semua keraguan itu akan hilang Shan. Dan coba untuk ga jadiin ini beban pikiran, kamu kalo kebanyakan mikir gini jatuhnya akan stres sendiri. Ga baik..."
Gracio tiba-tiba memindahkan tubuh Shani yang sebelumnya ia rangkul menjadi berdiri di depan tubuhnya. Tangan Gracio masih setia di bahu gadis itu, memberikan sedikit pijatan agar Shani sedikit lebih rileks.
Selang beberapa menit Gracio mendekatkan bibirnya ke telinga Shani, dan membisikkan sesuatu.
"Malem malem gini enaknya nyari kue putu terus makan pas lagi anget-angetnya. Mau ga?"
Cara seperti ini sebenarnya yang membuat Shani masih sering terbayang Gracio. Cara dia yang begitu manis untuk menghiburnya, juga sapaan nafas yang terkadang menyentuh kulit, belum lagi bau parfum lelaki itu yang sangat Shani suka. Mungkin parfum Vernando tidak kalah mahal dengan parfum Gre, namun entah kenapa aroma tubuh lelaki itu ketika bercampur dengan aroma parfumnya membuat Shani bukannya mual, malah sangat menyukainya.
"Gendong tapi ya?"
"Siap, digendong sampai lobby juga ok. Kuat nih aku, kamu ga liat aku udah sixpack sekarang, ga buncit lagi"
Dengan penuh percaya diri lelaki itu menepuk perutnya yang memang terlihat rata, berbeda saat mereka bersama yang masih buncit karena sering makan sampai kekenyangan. Namun Shani suka Gracio bagaimanapun...
"Yauda gendong ke lobby nya lewat tangga darurat ya!"
"Ya jangan dong cantikkk, ini towernya 20 lantai loh, apa tidak osteoporosis langsung aku begitu sampe lobby"
"Eh berenti dulu Ka, aku ga bawa hape sama dompet"
Gracio bukannya memencet lantai apartemen Shani namun langsung menuju lobby.
"Udah ga usah bawa HP. Kaya ABG aja deh ga bisa lepas sama HP. Aku juga ga bawa HP, semua nya ditas."
"Trus kita beli kue putunya pake apa ya Ka Gre mohon maaf?"
"Di laci mobil masih ada recehan ko Shan, cukup ko buat beliin kamu putu sampe gerobak-gerobaknya sekalian."
Shani hanya bisa pasrah begitu langkah lebar Gracio membawanya ke basement, bahkan semakin mengeratkan pelukannya saat melewati suasana basement yang sedikit gelap.
"Tau film Shutter ga Shan?"
"Tau, film hantu itu kan?"
"Iya, biasanya kalo ngerasain bebannya nambah berat berarti ada yang tak kasat mata lagi ikut di gendongan kita-AW"
'Ngomong sembarangan lagi bukan cuma telinga Ka Gre yang jadi korban, tapi perut Ka Gre juga jadi biru-biru!"
"Iya-iya ampun Shan"
"Makanya jangan ngomong aneh-aneh."
"Iya Tuan putri. Ambilin kunci mobilnya dong Shan di kantong celana aku, nyalain dulu AC nya biar ga panes"
KAMU SEDANG MEMBACA
RAPSODI
Fiksi PenggemarHallo guys, tulisan ini adalah kolaborasi bersama @ikutakidz Part ganjil bakalan dipost di @ikutakidz dan genap bakalan dipost disini. Selamat membaca!