Empty (2)

3.4K 127 0
                                    

Dahyun membeku.

Apakah Jimin sedang mengungkapkan cinta? Tidak. Tak ada kata cinta atau ungkapan perasaan dalam kalimatnya. Pria itu hanya mengutarakan keinginan untuk menjadi kekasih. Seharusnya jantung berdegup kencang sekarang. Kalimat Jimin, ditambah pria itu kini memandangnya intens seperti pria terobsesi. Tapi nyatanya tidak. Yang ada sekarang Dahyun merasakan tubuhnya kaku, termasuk mulutnya hingga tidak bisa mengeluarkan kalimat yang memenuhi otak.

Satu detik, dua, tiga, mungkin hingga lebih dari sepuluh detik Dahyun dan Jimin hanya saling bertatap. Dahyun merasa jari jemari Jimin yang berada di samping tubuhnya mencengkram erat kaos putih yang dia kenakan.

"Apa ini, setelah tidak bertemu hampir sebulan, pulang-pulang bilang ingin pacaran?" Dahyun berdoa semoga kalimatnya terutarakan dengan tenang, tanpa getar apapun karena tubuhnya mulai merespon gerakan lembut Jimin di sisi tubuhnya.

"Baiklah, aku akan jujur."

Jujur? Memangnya Jimin berbohong apa padanya? Dahyun mencoba tak gentar terus menatap Jimin yang kini sedang menggaruk tengkuk yang tidak gatal. Senyumnya tersipu, malu-malu seperti anak SMA yang ketahuan mengirim surat cinta. Tunggu, apa Jimin hendak mengungkapkan perasaan cinta atau sejenisnya? Dan posisi ini, sungguh tidak menguntungkan bagi Dahyun. Jimin yang berdiri di depannya mulai melesakkan tubuh di antara kedua kakinya yang menggantung di counter dapur. Dahyun hanya merasa...... terekspos.

"Mungkin aku menyukaimu. Rinduku padamu kurasa terlalu berlebihan, sebagai sahabat," jujur Jimin.

Dahyun masih terdiam. Pandangan matanya kosong. Antara kaget dan tidak tahu harus mengucapkan apa.

"Aku tahu mengungkapkan perasaan pada sahabat seperti ini akan mempertaruhkan hubungan kita. Tapi aku harus jujur. Aku menyukaimu, ingin menjadi kekasihmu. Bukan sahabat."

"........"

"Itu jika kau mau. Aku tidak memaksa."

Tentu saja, Jimin tidak ada hak untuk memaksa. Kenapa kalimat terakhirnya justru membuat Dahyun tertawa kecil. Lucu, dan imut. Fokusnya benar-benar teralihkan karena kalimat Jimin yang dirasa Dahyun tidak terlalu pas jika ingin mengesankan diri tetap kuat apapun yang akan terjadi. Jimin yang perhatian, Jimin yang baik hati, yang selalu membuatkannya sarapan, yang tidak pernah lupa mengirim pesan dan mengabarkan keadaan. Loh, bukankah kehidupan yang dijalani mereka berdua sudah seperti sepasang kekasih. Pemikiran-pemikiran itu membuat Dahyun mengerutkan dahi sekarang setelah tertawa kecil tadi.

"Kalau dipikir... " kalimat Dahyun terjeda. Jimin masih menatap penuh harap. Kedua lengannya terkulai di counter dapur, di sisi-sisi paha Dahyun. Tubuhnya sudah berada di antara kedua kaki Dahyun. "Bukankah kita sudah seperti sepasang kekasih? Tinggal serumah, makan bersama, pergi bersama, saling mengabarkan...."

Jimin tidak bisa mengontrol dirinya untuk tertawa kecil lagi, gemas dengan jawaban Dahyun yang dirasa cukup polos. Atau mungkin wanita itu sengaja, demi mengalihkan permintaannya.

"Artinya, berarti kita jadi sepasang kekasih kan?" tatapan penuh harap tidak lepas dari Jimin. Dahyun merasa tiba-tiba mata sipit laki-laki itu membesar. Sejak kapan?

"Hm... Aku rasa.... Boleh juga."

Mata Jimin kembali menyipit. Itu karena senyumnya melengkung begitu jelas. Hanya senyum, tapi auranya cukup berbinar. Seolah bibirnya melengkung hingga telinga saking senangnya. Kedua tangan yang berada di sisi tubuh Dahyun melingkar ke punggung Dahyun.

Naif, Dahyun memang terlalu naif. Atau mungkin dia hanya malu dan tersipu atas ungkapan perasaan Jimin. Bagaimana mungkin sahabat bisa sama dengan kekasih. Fix, dirinya merasa menjadi manusia terbodoh sekarang. Menyesal mengkalimatkan hal seperti tadi. Pasti Jimin sedang menertawakannya. Oh tidak, laki-laki itu masih tersenyum - bukan tertawa. Dan perlahan Jimin mendekatkan wajah padanya. Tangan laki-laki itu sudah berada di punggungnya bagian bawah, hangatnya seolah menembus pakaian yang dia kenakan.

Lost in Your Love Session 2 (BTS Oneshots) [M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang