Awa berjalan malas ke kamarnya, malam ini dia benar-benar suntuk, ingin keluar, namun dengan siapa?
Ingin bercanda dan bermain, juga dengan siapa?
Ingin curhat, pada siapa?Pada dasarnya Awa-lah yang memposisikan dirinya seolah hidup sendiri saat berada di rumahnya, dia hanya berteman dengan busur dan anak panahnya.
15 menit setelah Awa membaringkan tubuhnya di kasur, terdengar suara knop pintu yang dibuka. Ia yakin itu mamanya.
"Kenapa ga ngumpul di bawah hm?" Tanya Lina dengan mengusap lembut rambut putrinya.
Awa bangkit dan menyingkap selimut tebalnya.
"Awa ngantuk banget Ma" Rengek Awa bergelantungan di leher Lina.
"Apa alasan kamu ga pernah mau kumpul sama kakak-kakakmu dibawah hm? Cerita sayang, mama akan dengerin apapun itu" Bujuk Lina menangkup wajah mungil putrinya.
Awa sebenarnya tak ingin memendam sendiri semua ini, hanya saja hatinya menyuruh untuk tak perlu membesarkan masalah yang sudah jelas bisa ditanganinya sendiri.
Mengadu justru membuat keadaan yang sebenarnya sederhana menjadi ribet, apalagi sudah berhubungan dengan orang tua.
"Gapapa mah, beneran deh" Awa mengangkat jarinya berbentuk 'v' dan langsung memeluk mamanya manja.
Awa tidak tau sebenarnya Lina tau atau tidak jika kakaknya selalu bertindak semena-mena padanya, namun Awa tak berniat mengadukan itu, agar Lina dengan mata kepalanya sendiri melihat itu secara langsung.
Sekarang ini dia sedang berada di kursi belajarnya menghadap ke sebuah jalan kompleks, meja belajarnya ada di tepat depan kaca jendela yang bisa menatap jalanan kompleks perumahannya.
Dia termangu memandang jalanan yang sepi dikala malam seperti ini, orang perumahan tak akan ada yang keluar jika sudah malam, jalanan sudah pasti sepi, Awa selalu nyaman belajar dengan menatap langit dan jalanan sepi seperti saat ini. Memikirkan seseorang sudah menjadi kebiasaannya saat ia mulai memandang langit dan menikmati ketenanangan malamnya.
"Hai Kak Bara, Kak Bara bisa denger gue gak? Atau mungkin kita lagi mandang langit yang sama?" Awa terus mengoceh sendiri seolah Bara bisa mendengarnya.
***
"Mama nanti yang jemput kamu Wa" Awa yang baru turun dari kamarnya mengangguk paham dan mengambil tempat duduk di samping Mauren.
Awa hanya meminum susunya tanpa makan apapun.
"Ayo berangkat Kak" Ajak Awa pada kakaknya.
"Kamu ga makan apa-apa lo sayang, mau mama buatin bekal?" Tawar Lina melihat Awa yang sudah berdiri ingin berangkat.
"Gausah deh ma, nanti Awa makan di kantin"
Setelah berpamitam kepada kedua orangtuanya, mereka berempat pergi menuju mobil.
Di dalam mobil Awa tak membuka suaranya sama sekali, saat ini ia tak ingin berdebat dan menanggapi omongan tak berfaedah kakak-kakaknya.
"Lo dapet hadiah berapa juta Wa dari lomba sampe harus mama yang ngambil?" Tanya Mika yang saat itu ada di jok samping Awa.
Awa menghela napas berat, sebenarnya ia sangat enggan menjawab Mika kali ini "Gatau" Cuek Awa yang terus bersendekap sambil menatap ke jendela mobil.
"Ck. Lo kalau ditanya jawab yang bener napa sih! Gue juga ga bakal mintak!" Caci Melinda yang duduk di kursi kemudi.
"Gue emang gatau" Singkat Awa tak ingin memperpanjang debat.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Name is Awa
Teen FictionAku, seorang gadis ceria yang pura-pura bahagia. Sampai akhirnya dia mendekat dan menjadikan kepura-puraan ini menjadi nyata. Tangannya yang dengan tulus menggenggam tanganku. Dia yang merelakan dadanya untuk tempat ku menangis tersedu-sedu. Saat di...