Awa sedang bersandar malas di gerbang sekolahnya, menunggu supirnya yang juga tak kunjung datang.
Awa terlonjak dan langsung memutar kepalanya saat ada tangan yang menyentuh pundaknya.
"Mau bareng?" Tawar Bara friendly.
"Emang Kak Bara ga kerja?" Tanya Awa basa-basi.
Bara melirik jam tangan yang melingkar di tangannya "Kerja sih, tapi nanti, masih ada waktu sejam lagi" Awa menganggukkan kepalanya paham, padahal Awa sudah tau kalau memang Bara kerjanya masih kurang sejam lagi.
Akhirnya Awa memutuskan untuk menghubungi supirnya agar tak menjemputnya hari ini.
"Kita mau ke rumah Kak Bara lagi?" Tanya Awa ditengah perjalanan.
"Nggak kok, ke suatu tempat" Jawab Bara sedikit berteriak.
Saat ini aliran darah Awa mengalir lebih deras dari biasanya, jantungnya juga sudah tidak stabil.Sampai akhirnya mereka sampai di sebuah hamparan rumput yang luas yang diujungnya ada danau dengan pemandangan yang indah walau tidak begitu luas.
Mereka duduk di hamparan rumput hijau sambil memandang ketenangan air danau yang sedap di pandang.
"Wa" Panggil Bara dengan lirih.
"Iya?" Jawab Awa sambil tersenyum lebar.
"Coba senyum lagi" Suruh Bara.
"Hah? Senyum?" Tanya Awa cengo sambil menunjuk dirinya sendiri.
Dan Bara mengangguk, Awa tersenyum canggung sambil menatap mata Bara.
"Bukan yang kea gitu, yang lebar" Awa melebarkan senyumnya hingga terlihat deretan gigi putihnya.
"Senyum lo bagus!" Kata Bara sambil menatap mata Awa intens.
Jiwa Awa rasanya sudah melayang-layang ke angkasa hanya karena tiga kata dari Bara.
"Lo ngrasa ga sih Wa kalau kita makin kesini makin deket?" Awa langsung balik menatap Bara yang juga sedang melamun menatap depan.
"Eum, iya sih" Jawab Awa canggung.
Bara menatap mata Awa intens membuat pemilik mata indah itu tremor dan hampir berkringat.
"Gue ngrasa banyak hal yang udah lama lo pendem sendiri Wa, kalau lo percaya sama gue lo bisa ceritain sedikit demi sedikit, itupun kalau lo mau" Jelas Bara menatap mata Awa.
Entah kenapa Awa merasa mantap sekali untuk menceritakan semuanya pada Bara, dia tidak seperti orang lain, Awa lebih yakin saat Bara menyuruhnya cerita.
"Hidup gue itu ga sebaik apa yang lo bayangin Kak" Ucap Awa langsung membuat Bara mengalihkan pandangannya pada Awa.
"Maksud lo?"
"Gue punya tiga kakak tiri yang ga pernah nrima kehadiran gue, mereka sayang sama mama gue tapi gamau nrima gue" Jelas Awa sambil tersenyum kecut meratapi hidupnya saat ini.
"Apa ini hidup yang lo bilang lebih baik dari hidup lo? Lo punya Bima dan Ibu yang sayang banget sama lo Kak, sedangkan gue? Nyokap bokap gue sering dinas ke luar Kota bahkan luar negri, gue selalu sendiri di rumah walau aslinya rame" Lanjut Awa tanpa sadar membuat air matanya menetes.
Bara menarik perlahan Awa ke pelukannya, saat kepalanya jatuh di dada Bara, Awa semakin tak bisa menahan tangisannya, semakin banyak air mata yang jatuh di dada Bara.
Jujur saja ini adalah pelukan pertama Awa yang bisa membuat beban hidupnya berkurang walau sedikit.
"Kenapa pelukan kakak buat gue tenang? Kenapa gue mau cerita sama Kakak? Lo siapa gue Kak?" Batin Awa bertanya-tanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Name is Awa
Teen FictionAku, seorang gadis ceria yang pura-pura bahagia. Sampai akhirnya dia mendekat dan menjadikan kepura-puraan ini menjadi nyata. Tangannya yang dengan tulus menggenggam tanganku. Dia yang merelakan dadanya untuk tempat ku menangis tersedu-sedu. Saat di...