Sekarang sekitar habis Maghrib Awa sudah siap dengan jaket denim yang berwarna nevy, dia memoleskan sedikit lip tint di bibirnya yang sebenarnya sudah merah muda.
Awa mengurai rambutnya, dan memakai celana santai.
Awa memutuskan untuk naik taksi ke Cafe, beberapa kali ia melirik jam tangannya, takut jika Bara sudah siap dan menunggunya lama.
Sampai di cafe, Awa tak melihat Bara di Bar, dia beralih menuju ruangan Nadia di atas, dan ternyata Bara ada disana sedang izin.
"Gapapa kan Mbak? Potong aja gaji saya gapapa" Izin Bara pada Nadia.
Awa mengkode Nadia untuk mengijinkannya.
"Oke deh" Jawab Nadia membuat Bara bernapas lega.
Bara keluar dari ruangan dan sudah ada Awa di sofa depan ruangan dengan senyumannya.
"Udah lama? Bentar gue ganti dulu" Kata Bara langsung beralih menuju loker pegawai.
Jantung Awa sudah berdebar, entah ada maksud apa Bara mengajaknya keluar seperti ini.
Awa tak bisa berhenti untuk melukiskan senyuman di wajahnya, setiap membayangkan apa yang akan terjadi selalu saja Awa tersenyum.
"Kita mau kemana sih?" Tanya Awa mendekatkan mulutnya di telinga Bara.
Bara hanya tersenyum lewat kaca spionnya sebagai jawaban.
Awa tidak menyangka Bara akan mengajaknya kesini, di pasar malam Minggu yang ramai ini.
Awa tersenyum tipis ketika tau ternyata Bara memakai topi yang ia beri waktu itu.
"Lo tau gak kapan terakhir gue kesini?" Tanya Bara sambil memandangi sekitar.
Awa hanya menggeleng.
"Waktu gue umur 8 tahun sama ayah gue, gatau kenapa gue ngerasa kalau ayah gue ada di deket gue saat gue bareng sama lo" Awa langsung menatap Bara penuh tanya.
Kenapa Bara sangat pandai mengombang-ambingkan jantungnya seperti ini.
"Maksud kakak?" Tanya Awa menatap manik mata Bara.
"Gue rasa elo cewek yang dimaksud ayah gue yang harus dijaga setelah ibu"
Deg!!
"Kak Bara lo ngomong apa?! Gue nangis ga lucu woy" Batin Awa berkecamuk.
"Ka—kan Kak Bara juga punya Kak Rain" Elak Awa berusaha se-santai mungkin.
Bara menatap manik mata Awa lekat, sangat dalam, membuat siapapun yang menatapnya tak akan kuat, Awa bahkan sampai menundukkan pandangannya.
"Gue bareng sama Rain sejak SMP Wa, tapi gue deket sama lo baru baru ini, disamping Rain gue ga pernah ngerasain ini" Jelas Bara membuat Awa meneguk salivannya tegang.
"Maksudnya apa nih bambang! Gue leleh disini nih" Batin Awa sambil sesekali memejamkan matanya.
Bara menarik tangann Awa untuk berjalan masuk ke dalam, disana sangat ramai, jelas karena ini adalah pasar bukan kuburan.
Awa sangat ingin mencoba semua permainan yang ada disana, lempar bola yang dapat hadiah boneka.
Tembak peluru yang dapat gula kapas, semua itu sangat menggiurkan.
"Main itu ya Kak" Ajak Awa menunjuk kios lempar bola yang lumayan ramai.
Dan Bara hanya mengikutinya tanpa menolak apapun.
"7 bola ya mbak" Pesan Awa sudah siap menajamkan matanya, masalah bidik membidik seperti ini Awa adalah yang nomor satu.
Awa sudah menyiapkan satu bola ditangannya, ia melempar dengan sangat cepat dan tepat, dan benar saja, sasarannya tepat pada kaleng-kaleng yang disusun didepannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Name is Awa
Teen FictionAku, seorang gadis ceria yang pura-pura bahagia. Sampai akhirnya dia mendekat dan menjadikan kepura-puraan ini menjadi nyata. Tangannya yang dengan tulus menggenggam tanganku. Dia yang merelakan dadanya untuk tempat ku menangis tersedu-sedu. Saat di...