MANUSIA GUA

14 4 0
                                    

"Kalau kamu sudah sampai Surabaya, pekerjaan macam apa yang akan kau pilih?" tanya Mak pada malam berikutnya.

"Saya sendiri juga belum tahu, Mak. Hanya saja saya merasa peluang saya ada di sana."

"Itu terserah kamu karena pilihan hidup adalah hakmu. Tapi Djatmiko, masa depan itu gelap, seperti gelapnya takdir. Dan Mak sudah mengalami gelapnya perjalanan hingga Mak ditakdirkan menjadi ibumu. Memang ada kalanya kita mampu menebak masa depan dari rencana hari ini, tetapi tidak jarang tebakan kita pun akan salah."

Maaf Kawan ternyata menceritakan perjalanan Mak tak cukup dengan dua episode. Aku akan ceritakan untuk yang terakhir di bagian ini. Rasanya mengghilangkan bagian ini sangat disayangkan. Karena bagaimanapun keberadaanku saat ini berawal dari perjalanan Mak.

***

Gua itu terletak di sisi bukit. Gua yang disamarkan oleh aliran sungai, karena mulut gua itu hanya setinggi rata-rata air. Sehingga untuk menjangkau gua tersebut harus menyelam ke dalam genangan air di sisi sungai. Setelah menyelam dan bergerak ke lubang bawah tebing sungai maka akan ditemukan semacam rongga di balik tebing sungai. Rongga di balik tebing sungai inilah gua. Gua ini benar-benar disembunyikan oleh aliran sungai. Gua yang tidak dapat dilihat dengan cara biasa karena mulut gua ini rata dengan permukaan air. Atau lebih tepatnya gua ini adalah sungai di bawah gunung. Gua yang lepas dari pantauan para tentara Angkatan Darat dan Kap-Gestapu.

Dari gua bawah gunung itulah Mbah Karjo dengan lelaki berpakaian doreng itu muncul. Lelaki berbaju doreng itu menatap Mak yang masih terbengong melihat dua makhluk dari bawah air.

"Jadi ini perempuan celaka itu?" tanya lelaki itu.

"Ya, bantu dia mencarikan jalan keluar. Kalau tidak dia nanti jadi salah satu korban yang tak paham arti komunisme."

Hanya itu percakapan yang Mak tangkap sebelum Mak ditinggalkan Mbah Karjo. Selanjutnya Mak diserahkan sepenuhnya pada lelaki berbaju doreng.

"Jangan khawatir. Kamu aman di sini. Untuk sementara ikuti saja aku," Lelaki itu menangkap kegusaran Mak. Mak sendiri juga masih trauma terhadap perlakukan lelaki berbaju doreng saat di rumah Pak Kamitua. Lelaki dengan pikiran-pikiran gila saat jauh dengan keluarga. Lelaki dengan pikiran-pikiran gila saat jarang melihat perempuan.

Kemudian lelaki itu menjelaskan bagaimana cara memasuki gua itu. Mak harus menyelam. Mak diminta mengekor saja di belakang lelaki itu. Hal itu mengingatkan Mak saat masih kecil dulu. Sering kali bersama teman-temannya Mak mandi di sungai sawah. Itu dilakukan Mak diam-diam karena kalau sampai ketahuan Kakek pastilah Mak akan menghadapi hukuman yang menyakitkan. Hukuman yang pernah terjadi pada adik laki-lakinya yang ketahuan mandi di sungai. Adiknya diikat di tiang rumah, kemudian dicarikan rumah semut rangrang di pohon mangga depan rumah. Rumah semut rangrang itu kemudian dihentak-hentakkan ke tubuh adik Mak. Semut yang terkenal agresif ini pun menggigit sekujur tubuh adik Mak. Jangan tanya betapa sakitnya digigit semut rangrang meskipun tidak membahayakan semut ini tidak pernah melepaskan gigitannya kalau tidak kita lepas. Kalau saja masa itu ada Komnas HAM Perlindungan Anak yang dimotori oleh Kak Seto maka Kakek akan terjerat pasal Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Siapa sangka kalau kemudian pembelajaran secara alamiah berenang di sungai sawah itu ternyata ada manfaatnya pada salah satu perjalanan hidup Mak. Pelajaran menyelam yang dipelajarinya sendiri mengantarkan Mak dengan tidak terlalu sulit untuk memasuki gua itu. Ketika menyelam Mak benar-benar pasrah. Kalau mau mati, matilah, pikir Mak. Karena ini penyelaman di tempat gelap Mak hanya mengikuti satu petunjuk dari lelaki itu, "Pokoknya bergerak maju saja. Jangan coba-coba kau belokkan gerakkanmu." Ya, Mak pun pokoknya maju. Ketika beberapa saat bergerak maju, Mak menyentuh semacam bebatuan di depannya. Mak merayap mengikuti batu-batu itu yang terasa seperti tangga yang mengantarkan Mak ke tempat yang dangkal. Tiba-tiba ada tangan yang meraih Mak dan tersembullah kepalanya ke permukaan air. Barulah ada perasaan lega bukan main setelah beberapa saat harus menahan nafas di bawah air. Sempat terbayangkan di benak Mak saat melakukan proses penyelaman itu. Terbayang kalau hari itu adalah akhir dari hidupnya. Sebentar lagi mayatnya akan mengambang kemudian dibawa arus menuju lautan. Mayatnya kemudian ditemukan oleh nelayan sudah dalam keadaan membusuk, tetapi tidak ada yang mengenalnya. 'Sungguh penyelaman yang panjang, gelap dan menegangkan.' Tegas Mak ketika bercerita padaku.

Berburu Cincin SulaimanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang