EKSPERIMEN SUBUH

9 3 0
                                    

Ini mungkin yang dinamakan perjalanan takdir untuk Bapak. Sedikit review saja, Bapak yang pernah hidup di pedalaman Lampung. Pak Topa, bapaknya Bapak atau kakekku, harus dimangsa beru'. Peristiwa beru' itu menyisakan traumatis yang mendalam bagi Bu Ruminten, ibunya Bapak atau nenekku sehingga memaksa Bu Ruminten untuk pindah hidup. Melalui Pak Tarjimun, Bu Ruminten di antar ke Palembang untuk bertemu dengan Puh Sarmidi. Puh Sarmidi menyarankan Bu Ruminten untuk ke Jawa, di mana Jawa tak pernah masuk dalam referensi otaknya. Puh Sarmidi mengantar Bu Ruminten sampai Jakarta untuk dipertemukan dengan Rekso. Puh Sarmidi memberi modal sebuah nama Ki Karimun untuk ditemuinya di Blitar. Ki Karimun, seorang dalang plus guru SR, ternyata masih terhitung kakek Pak Topa atau buyutku atau lebih tepatnya adik ke sembilan dari kakeknya Pak Topa yang sesungguhnya. Satu tahun berselang, Bu Ruminten diperkenalkan dengan duda tak punya anak bernama Mustofa. Kecocokan Bu Ruminten dengan Mustofa sangatlah sederhana, katanya, hanya karena namanya Mustofa yang juga dipanggil Pak Topa, Bu Ruminten jatuh hati dan bersedia menikah dengannya. Jadilah Mustofa atau Pak Topa bapak tiri Bapak. Karena bapak tirinya inilah, akhirnya Bapak berkenalan dan mengenyam pendidikan formal bernama Sekolah Rakyat. Selepas Sekolah Rakyat Bapak melanjutkan ke SMP. Selepas SMP Bapak diminta melanjutkan pendidikannya di Pondok Pesantren. Perjalanan itu lancar-lancar saja, karena Pak Topa termasuk berasal dari keturunan berpunya. Sawah dan ladangnya luas karena dia adalah anak mantan lurah yang aman dari jangkauan kompeni atas sewa tanah. Sawah dan ladang itulah yang menghidupi sekolah Bapak.

Buat saja pengandaian, kalau saja satu peristiwa saja tak terjadi yakni 'Peristiwa Beru'' yang mengerikan itu, pastilah Bapak tetap menjadi manusia pedalaman yang nomaden. Inilah yang dinamakan pertemuan, dan ada yang mengatakan sesungguhnya pertemuan itu bukan kebetulan tetapi ada sebuah skenario besar yang dicatat oleh Sang Maha Hidup. Ibarat tali, peistiwa beru' adalah simpul yang menghubungkan pada takdir berikutnya.

Pondok Pesantren juga dunia baru atau juga jalan takdir untuk hidup selanjutnya bagi Bapak. Bagi Bapak, menuntut ilmu di Pesantren merupakan setengah keterpaksaan dan dijalani setengah hati. Satu kata yang menyebabkan Bapak mengiyakan permintaan bapak tirinya menempuh pendidikan pesantren, yakni balas budi. Apalagi ibunya, Bu Ruminten, juga mengiyakan.

Rumus untuk meyakinkan Bapak yang disampaikan Pak Topa adalah, "Nurdin, ilmu akhirat adalah kuncinya ilmu. Kalau kau dapat ilmu akhirat maka dunia pun akan kamu dapatkan."

O ya, belum kuceritakan padamu kalau nama Bapak kecil, Karso, setelah melalui upacara jenang merah telah diganti namanya menjadi Muhammad Nurdin. Nurdin yang bisa dimaknai cahaya agama, kelak diharapkan Nurdin akan menjadi cahaya agama bagi lingkungannya.

Tapi rupanya nama Nurdin ini justru sempat diragukan para ustadz di pesantren, karena tingkahnya dianggap berkebalikan dengan perilakunya. Baik, sedikit kuceritakan bagaimana tingkah Nurdin selama di pesantren.

Gara-gara setengah hatinya masuk pesantrenlah yang menjadikan Nurdin bersikap agak menyimpang dan sering bikin ulah. Budaya pesantren salaf tempat Nurdin menimba ilmu adalah seperti sekolah kelelawar. Pembelajaran biasanya dimulai pukul lima sore, atau setelah Ashar akhir sampai dengan pukul sebelas malam, plus diskusi hingga pukul dua belas malam. Pastilah tidur akan dimulai pukul satu dini hari. Setelah jamaah subuh, dengan kondisi para santri setengah sadar, para santri diperbolehkan untuk tidur lagi. Sementara para ustadznya menjalani rutinitas sebagai manusia biasa, yang berprofesi petani ya ke sawah, yang pedagang ya ke pasar. Maklumlah para ustadz kalau mengandalkan mengajar di pesantren saja jelas tak mengepullah dapurnya. Bisa kau kira-kira sendiri berapa penghasilan para ustadz, hanya satu prinsip yang dipegangnya ketika mengajar di pesantren, yakni ikhlas. Dibalik ikhlas ada berkah.

Hanya pak Kyai pemilik pesantrenlah yang memiliki pola hidup berbeda dengan ustadz-ustadznya. Jangan berharap bisa menemui Pak Kyai pada pagi hari, karena jika pagi ingin menemuinya, maka harus menunggu sampai Pak Kyai bangun tidur. Tak seorang pun berani membangunkannya, bahkan Bu Nyai sekalipun. Meski Pak Kyai melakukan kebiasaan itu, rezekinya tetap lancar-lancar saja. Pak Kyai sering mendapat berkah dari ilmunya, karena dengan kemampuannya berdoa yang konon mustajabah, beliau sering diundang ke sana ke mari untuk acara hajatan tertentu pasti akan terselip beberapa ketip baginya. Tak banyak memang, tapi sering. Ibarat dokter, pasiennya banyak yang menunggu Pak Kyai bangun untuk minta berkah doanya. Dengan kelancaran rezekinya inilah, Pak Kyai adalah satu-satunya pengelola pesantren yang berani menjalankan sunah rosul yang paling beresiko, yakni menikah lebih dari satu.

Berburu Cincin SulaimanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang