MENAFSIR MIMPI

7 2 0
                                    

Andaikan aku hidup pada zaman nabi Yusuf a.s., aku minta bantuannya untuk menafsirkan mimpiku. Aku meyakini bila mimpiku adalah petunjuk Allah atas permintaanku pada istikharoh di malam itu. Tuhan selalu berbicara dengan bahasa simbol, dan aku aku tak cukup cerdas untuk menerjemahkan simbol-simbol Allah dalam mimpiku semalam. Memang ada buku khusus milik tetanggaku tentang tafsir 1001 mimpi, tetapi dalam buku tafsir itu tak kuperoleh jawaban. Jawabannya justru memberikan rumus angka-angka yang unik seperti keong nomor dua, kambing nomor lima belas, tawon nomor enam belas, monyet nomor dua puluh tiga dlsb.

Sekedar iseng kusampaikan mimpiku semalam sama Kang Pono, pemilik buku tafsir 1001 mimpi, yang secara kebetulan sedang nongkrong menghisap rokok di tepi jalan sehabis salat subuh. Malah dia banyak mengorek keterangan padaku, "Apa saja yang kau lihat dalam mimpimu?"

Kusampaikan saja apa yang kuingat dalam mimpiku, "Aku melihat ladang yang ditumbuhi batu-batu permata, Kang."

Dicatatnya keteranganku pada buku tulis lusuh yang dipenuhi angka-angka. Kemudian dia mengorek keterangan lebih jauh lagi, "Lalu ada yang lain?"

"O ya, pada ladang kedua ada sungainya, Kang."

"Sungai? Sungainya gimana? Berkelok-kelok atau lurus? Sungainya besar atau kecil?"

"Emm... yang saya ingat, kecil, airnya jernih dan lurus, Kang."

"Terus dengan ladang ketiganya?" tanyanya lagi.

"Ladang yang ketiga ini justru kurang begitu jelas. Pokoknya ada beragam pepohonan buah-buahan yang diperebutkan banyak orang, bahkan aku ikut memperebutkannya."

"Buahnya apa saja? Bisa disebutkan?"

"Ada jeruk, apel, jambu biji, nanas, pisang...wah terlalu banyak. Aku tak hafal, Kang."

"Abaikan saja mimpi yang ketiga. Kelihatannya itu tak ada maknanya."

"Terus artinya apa, Kang?"

"Sebentar ya, saya olah dulu." Kemudian Kang Pono mulai mencoret-coret angka di bukunya. Tidak ketinggalan kitab 1001 tafsir mimpi dijadikan acuan. Dicatatnya angka-angka yang disesuaikan dengan gambaran yang ada dalam mimpiku. Misalnya, sungai kecil lurus itu bernomor 553, batu permata itu nomor 84, ladang berumput nomor 235 dan seterusnya.

Satu jam berlalu.

Angka-angka diacak-acak, kadang dijumlahkan, kadang dibagi, kadang dikurangi sehingga membentuk kombinasi angka-angka unik. Kombinasi angka-angka yang menurutnya sudah matang disisihkan. Ada kombinasi dua angka, tiga angka, empat angka bahkan sampai enam angka. Angka-angka itu dibolak-balik, misalnya dari penjumlahan 235 + 553 = 788, maka bisa menjadi 887 atau 878, kemudian 887 – 878 = 009, muncullah kombinasi angka 84009 yang merupakan gabungan nomor permata 84 dan 009.

Setelah dua jam.

"Gimana hasilnya, Kang?" tanyaku semakin penasaran.

"Kelihatannya ini nomor bagus. Delapan empat kosong kosong sembilan. Ini kelihatannya nomor keberuntungan."

"Keberuntungan gimana, Kang?"

"Aku punya firasat nomor ini akan tembus. Rasanya hari ini aku harus menemui Kang Marji untuk mengadu nasib dengan nomor cantik ini."

Mimpiku telah diotak-atik untuk dijadikan bahan membeli togel alias tombokan gelap, alias reinkarnasi SDSB (Sumbangan Dana Sosial Berhadiah) yang sempat dilegalkan oleh pemerintah dan lebih jauh lagi cucu dari Porkas. Karena ada kata 'sumbangan dana sosial' seakan orang yang membeli SDSB sama artinya dengan orang yang berinfaq di kotak masjid. Jika ada tayangan pertandingan sepak bola atau tinju yang disiarkan secara langsung oleh TVRI, maka akan teks berjalan yang berbunyi, "Tayangan ini berkat Sumbangan Dana Sosial Berhadiah". Intinya, menyiratkan pesan rajinlah berjudi melalui SDSB agar tayangan tersebut berjalan lancar. Perjudian terselubung dengan berdalih dana sosial berhadiah ternyata terlanjur mendarah daging pada anak bangsa yang ingin cepat kaya. Ketika SDSB sudah diilegalkan, akibat desakan umat-umat yang tetap menganggap SDSB sama dengan judi, undian nomor berhadiah ini terlanjur menjamur di benak masyarakat dan sulit diberantas. Masyarakat terlanjur kecanduan membeli nomor berhadiah. Muncullah agen-agen gelap yang bermodus sama dengan SDSB yang menjual kupon nomor berhadiah yang mendasarkan undian nomor di negeri seberang. Akhirnya yang kerepotan pun aparat keamanan, karena agen-agen tombokan gelap ini terlanjur menjamur dan dibutuhkan kebanyakan masyarakat yang mengidap penyakit ketergantungan pada undian nomor berhadiah. Lantas siapa yang dipersalahkan?

Berburu Cincin SulaimanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang