Part 39♥

354 23 0
                                    

"Yang datang di tinggalkan, yang pergi di rindukan. Seberapa berharganya sih diri ini bagimu?"

----------

"Kamu ko dandan rapih gini ta, mau kemana?" tanya Santi yang baru saja muncul dari balik pintu kamar Vita.

"Mau ke konser musik sekolah," sahut Vita.

Santi memegang bahu anak perempuannya, di lihatnya dari cermin. Puteri kecilnya, kini sudah tumbuh seperti bunga yang merekah.

Senyuman terbit dari wajah Santi. "Cantik, anak mamah udah dewasa ya sekarang," ucapnya.

Vita menatap Santi lewat cermin, lalu ia memeluk erat Santi dalam keadaan masih duduk di kursi riasnya. Jadilah posisi, Vita memeluk Santi dengan kepalanya yang menempel di perut Santi.

"Cantiknya kan nurun dari mamah," gurau Vita.

Santi terkekeh. "Sabi aja kamu!"

"Ke konsernya bareng siapa?"

"Sama Aldi paling," sahut Radit yang langsung masuk ke kamar Vita.

Baik Vita maupun Santi sama-sama menoleh ke arah Radit, Vita kaget karena Radit sudah berada dirumah. Biasanya jam seperti ini, Radit masih berkutat dengan kertas-kertas laknat itu.

"Papah udah balik?" tanya Vita.

Radut terduduk di pinggir kasur Vita, lalu menggeleng.

"Papah gak berangkat."

"Loh kenapa? Ambil cuti?"

"Seharian papah cuma di kamar sama mamah kamu."

Vita menatap Santi penuh tanda tanya. "Gak ada niat bikin adek kan?"

Santi melebarkan matanya, saat mendengar perkataan Vita.

"Ya enggaklah sayang ... kamu ada-ada aja deh, yang ada mamah sama papah tinggal nunggu tanggal nikahan kamu," ledek Santi seraya mencolek dagu Vita.

"Iya ... papah juga nunggu cucu," tambah Radit yang membuat Vita semakin tambah malu.

Vita beranjak dari duduknya, lalu ia menatap kesal kedua orang tuanya. Mengapa mereka balik menggodanya, padahal tadi ia berniat menggoda mamahnya.

"Ko papah sama mamah mojokin aku gini?"

"Aku juga masih sekolah kali," sambung Vita yang mengambil tas slinbagnya.

"Aku pamit keluar dulu, baybay!! Jangan sampe bikin adek ya mah, pah!" teriak Vita seraya tertawa melihat wajah semu Santi.

Radit pun hanya geleng-geleng melihat tingkah Vita, lalu ia beralih menatap Santi.

"Mah," panggilnya.

"Apa?"

"Yakin gak mau bikin adek buat Vita? Papah kuat kok," goda Radit.

"Apaansih! Udah tua juga, harusnya kita dukung Vita aja pah," ucap Santi yang menahan malu.

"Ah. Si mamah, malu-malu musang aja."

Vita [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang