Pengakuan

344 61 1
                                    

🥇🥇🥇

Sesuai dengan rencana kami kemarin, aku pun pergi ke rooftop untuk menemui Soobin. Aku sudah berkata pada Seungmin kalau tidak bisa menghabiskan waktu istirahat dengannya dulu hari ini. Lagipula, mungkin hari ini aku harus sedikit membatasi pertemuanku dengan Seungmin, mengingat kemarin – kemarin aku dan dia sudah banyak makan bersama di rooftop. Aku tak mau membuat Yubin curiga karena Seungmin selalu menghilang saat jam istirahat pertama untuk menemuiku.


Aku membuka pintu rooftop dan dengan segera rambutku diterpa oleh angin yang cukup kencang. Inilah yang kusuka ketika di rooftop. Aku suka ketika angin menerbangkan rambutku.

Dari sini aku bisa melihat Soobin yang duduk membelakangiku di kursi panjang yang biasa Seungmin dan aku duduki untuk makan bersama.


Ah.. aku jadi rindu makan dengan Seungmin.


Aku akhirnya berjalan mendekat dan Soobin segera menoleh karena mendengar langkah kakiku. Dia tersenyum dan mengulurkan sekotak susu coklat padaku yang langsung kuterima dengan senang hati.

“Mau bicara apa, Soobin?” tanyaku tanpa basa – basi. Memangnya mau basa – basi apa juga?

“Duduk dulu yuk.”

Aku pun duduk bersebelahan dengan Soobin dengan kami berdua yang sama – sama menatap ke depan.

“Ji, boleh aku jujur?”

Kalimat pertama itu membuatku tahu ke mana arah pembicaraan Soobin.





“Aku suka kamu, Ji.”

Nah, kan..

“Kamu sendiri gimana?”

Aku menunduk dan sedikit meremat sekotak susu coklat yang tadi diberi Soobin. Aku mau jujur, tapi aku tak mau membuat Soobin terluka. Laki – laki ini baik. Sangat baik. Tapi, hatiku sudah terisi dengan kehadiran laki – laki lain.

“A-aku..”

“Kayaknya kamu nggak punya perasaan yang sama ya?” tanyanya lalu menoleh padaku yang juga menoleh padanya. Tatapan matanya seolah – olah menyiratkan sebuah luka di sana, tapi senyum kecil masih terukir di bibirnya.

“Maaf.” Ucapku akhirnya lalu menunduk.

Soobin mengusap suraiku.

“Kamu suka Kim Seungmin, kan?”

Kalimatnya itu langsung mampu membuatku mendongak dengan cepat.

“Apa sejelas itu?” tanyaku dan Soobin menggeleng.

“Sebenernya nggak. Cuma kan aku suka sama kamu dan sering jadi lebih sensitif sama perubahan raut wajahmu kalau ada Seungmin. Mungkin orang biasa nggak tahu kalo kamu suka sama Seungmin. Tapi, aku bisa lihat kalo kamu menunjukkan raut yang berbeda ketika ada Seungmin. Dan.. hal itu nggak ada waktu kamu lihat aku.”

Kalimat Soobin tampak menyedihkan. Meskipun laki – laki itu tersenyum, tapi hatinya terluka. Aku tahu, tapi aku tidak bisa berbuat apa – apa.


“Maaf, Soobin.”

Akhirnya hanya kata maaf yang terucap dari bibirku.


“Nggak usah minta maaf. Ini bukan salahmu kok. Hati kan nggak bisa memilih di mana dia dapat jatuh? Sama kayak kamu. Kamu juga nggak bakal ngira kan bakal suka sama Seungmin yang minim ekspresi itu?” ucapnya lalu tertawa di akhir.


Aku pun mengangguk, menyetujui kalimat Soobin. Aku sendiri tak pernah memprediksikan akan suka dengan Seungmin. Kami bahkan sebelumnya tidak pernah akrab sama sekali. Aku hanya sebatas tahu kalau Seungmin itu anak kelas A yang sangat pintar dan sering menjuarai perlombaan serta olimpiade. Entah apakah Seungmin sendiri pernah me-notice keberadaanku atau tidak. Aku agak sedikit ragu karena mengingat Seungmin yang tidak suka bersosialisasi dan lebih suka menghabiskan waktunya dengan bukunya.


Aku juga tak pernah memprediksi kalau hanya dalam waktu tidak sampai dua bulan, kehadiran Seungmin mampu berefek sebegitu besarnya pada hatiku. Takdir ternyata selucu itu ya? Seseorang yang awalnya bukan siapa – siapa, tapi dalam waktu singkat saja bisa menjadi seseorang yang begitu berharga dalam hidup. Maka dari itu, selayaknya kita tidak boleh menyia – nyiakan setiap orang yang hadir dalam hidup karena kita tidak pernah tahu seberapa besar efek seseorang tersebut dalam hidup kita sampai saat itu tiba.


“Aku lihat kayaknya kamu juga punya pengaruh besar sama perubahan Seungmin akhir – akhir ini. Seungmin bukan tipe orang yang bakal mudah buat terbuka sama orang lain. Bahkan sama aku pun yang notabenenya satu kelas sama dia aja jarang ngomong. Tapi kemarin, baru kali ini aku lihat Seungmin bicara banyak dan kelihatan lebih terbuka waktu di rumahmu. Dan aku jadi sadar.. kalo aku nggak ada tempat di hatimu karena ternyata hubungan kalian sudah sejauh ini.”


“Nggak kok. Aku sama Seungmin cuma temen. Ya meskipun aku ada perasaan sama dia.” Sanggahku pada kalimat terakhir Soobin. Memang begitu kan faktanya?

Soobin lalu menatap depan dan tersenyum lagi.




“Kayaknya nggak kamu aja yang ngerasain itu.”

“Maksudmu?”


“Nggak.. nggak papa. Udah ah sedih – sedihnya.” Ucap Soobin lalu tertawa. “Jadi aku ditolak nih?” tanyanya dan aku mengangguk pelan.

“Maaf ya.”


“Nggak papa kali, Ji. Ini resiko suka sama orang. Kalo diterima ya syukur kalo nggak ya udah sih. Kita tetep bisa jadi temen, kan?”


Aku pun mengangguk. “Bisa kok. Ngapain juga harus jauh – jauhan? Kayak anak kecil aja yang ditembak, ditolak, terus jadi musuhan.” Ucapku lalu tertawa juga.

“Ya udah deh. Semangat buat olimpiadenya. Ayo kita berjuang supaya masuk final!”


“Iya semangat!”


Kami berdua pun memutuskan untuk turun dan pergi ke kantin, mumpung masih ada waktu. Tapi sebelum menapaki tangga, aku menahan pergelangan tangan Soobin.


“Soobin, bisa aku minta tolong ke kamu buat ngerahasiain hubunganku dengan Seungmin pada Yubin? Kalo kamu tanya kenapa, aku minta maaf karena nggak bisa jelasin karena rasanya aku nggak punya hak buat njelasin apa yang terjadi sesungguhnya. Aku cuma minta kamu rahasiain ini. Tolong ya?”

Soobin pun tersenyum lalu mengangguk

“Iya, kamu tenang aja.”




Terima kasih Soobin karena sudah mengerti…

Terima kasih Soobin karena sudah mengerti…

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Best Part (Kim Seungmin) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang