Kebiasaan yang Tidak Bisa Dilupakan

339 54 3
                                    

Aku publish ulang soalnya tadi gambarnya nggak keluar..

🥇🥇🥇

Hari sudah bertambah malam ketika aku berpamitan pada ayah dan ibuku lalu berjalan menuju halte untuk pulang. Tadi sore setelah dari café, aku pergi ke rumahku untuk merayakan ulang tahun pernikahan ayah dan ibu. Sebenarnya mereka berdua menyuruhku untuk menginap, tapi aku menolak. Besok aku masih harus bekerja dan jarak rumahku ke café itu jauh. Akan membutuhkan waktu yang lama untuk bisa sampai café kalau aku berangkat dari rumah. Apalagi mobilku belum sempat aku ambil di bengkel. Maka dari itu, aku berjanji pada ayah dan ibu kalau aku akan menginap jika ada waktu. Secepatnya aku akan menyelesaikan pekerjaanku sehingga aku bisa ambil cuti sebentar.

Aku duduk di halte sambil menunggu bus di sini. Mataku mulai berat sebenarnya karena mengantuk, tapi tidak mungkin aku tidur di sini. Bisa – bisa nanti aku bangun, sudah pagi di sini.

Halte ini sepi. Hanya ada aku di sini. Hawa dingin pun mulai terasa dan aku mengeratkan jaketku pada tubuhku. Dari arah kiri, aku mendengar langkah kaki. Aku melebarkan mataku ketika langkah kaki tersebut ternyata milik seorang laki – laki yang sedang mabuk. Laki – laki itu berjalan dengan tidak lurus sambil mengoceh sendiri. Aku pun mengambil tasku lalu menutupi wajahku. Aku paling takut kalau ada orang mabuk ketika aku sedang sendirian karena Jihyun cerita kalau dia pernah digodai laki – laki seperti ini. Untung gadis itu sedikit bar – bar sehingga dia bisa memukuli laki – laki mabuk itu dengan tasnya hingga laki – laki itu pergi.

Brukk

Aku mengangkat tasku ketika mendengar suara yang cukup keras di sebelahku. Laki – laki tadi duduk di sebelahku dan menatapku dengan mata sayunya. Aku bergidik ngeri seketika.

“Sendirian, eoh? Hahaha..”

Dia lalu tertawa. Aku berdoa dalam hati agar bus segera datang atau laki – laki ini segera pergi.

“Kok kamu malingin wajah? Sini coba aku liat.”

Laki – laki ini mulai menarik tasku dan aku seketika menjerit.



“Pergi kamu!”

Sedetik kemudian, aku bisa mendengar suara laki – laki lain lalu disusul dengan suara debuman.

“Kamu siapa?! Jangan ikut campur, eoh!"

Aku terkejut ketika melihat Seungmin muncul dan laki – laki mabuk tadi sudah tergeletak di aspal. Seungmin pun mendekat padaku dengan tatapan khawatirnya.

“Seungmin awas!”

Buakk

Laki – laki yang mabuk tadi berdiri lalu menghajar Seungmin sekali kemudian pergi sambil mengoceh sendiri. Seungmin oleng ke belakang karena tidak siap dengan serangan yang tiba – tiba itu.

“Ya ampun, Seungmin!” aku berjalan mendekat padanya lalu membantunya berdiri. “Kamu nggak papa?” tanyaku dan Seungmin mengangguk.

“Nggak papa. Aku cuma kaget terus oleng ke belakang. Lukanya nggak parah kok.”

“Nggak parah gimana?! Sudut bibirmu berdarah, Seungmin!” aku menaikkan nada bicaraku ketika melihat luka di sudut bibir Seungmin. Bagaimana bisa dia berkata kalau dia baik – baik saja sedangkan sudut bibirnya berdarah. “Kamu harus diobati.”

“Nanti aku obati di rumah. Ini nggak parah kok.”

Aku mengembuskan nafas panjang, emosi. “Aku obati sekarang. Kamu nggak usah nolak.”

“Ya udah kita ke mobilku aja. Di sana ada first aid kit.”

Aku pun mengangguk lalu mengikuti Seungmin yang  berjalan duluan ke mobilnya yang terparkir tidak jauh dari halte tadi. Setelah masuk mobil, Seungmin segera mengeluarkan first aid kit miliknya.

Best Part (Kim Seungmin) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang