Ketika Hidup Harus Terus Berjalan

335 54 13
                                    


Yang belum baca chapter sebelumnya, yok dibaca dulu soalnya waktu itu aku update, tapi notifnya nggak muncul - muncul T_T

🥇🥇🥇

Aku berlari membelah rintik – rintik hujan yang mulai deras sambil menggunakan tasku sebagai pelindung dari hujan. Aku mendesah pasrah ketika hujan turun deras di depan mataku. Untung saja kini aku sudah berteduh di sebuah minimarket sehingga aku tidak kebasahan.

Aku lalu menurunkan tasku dari atas kepalaku dan mencari ponselku, berniat menghubungi Jihyun karena aku tidak dapat datang ke café dengan tepat waktu.

Aku menyangga ponselku dengan bahuku sambil mendorong pintu kaca minimarket. “Hyun, kayaknya aku nggak bisa datang tepat waktu. Tiba – tiba hujan, Hyun dan aku nggak bawa payung.”

“Ya udah nggak apa. Kamu udah makan?” Tanya Jihyun di seberang sana. Jihyun masih sama seperti dulu, masih sering mengingatkanku untuk makan.

“Iya ini aku lagi neduh di minimarket sekalian mau cari sarapan.” Ucapku. Aku pun menelusuri rak – rak roti dan mengambil dua buah roti cokelat.”

“Oke lah. Selamat makan ya. Aku tutup dulu teleponnya. Jisung lagi jerit – jerit minta tolong.” Ucap Jihyun. Sudut bibirku pun terangkat ketika mendengar suara Jisung yang memanggil Jihyun dengan lumayan keras di seberang sana. Setelah panggilan dimatikan, aku pun memasukkan ponselku ke kantung jaketku kemudian berjalan ke rak susu. Roti saja sepertinya kurang untuk menemani sarapanku.

Tanganku hampir saja meraih susu pisang, tapi segera kualihkan ke susu stroberi yang tidak jauh dari susu pisang itu. Aku benci susu pisang omong – omong.

Aku lalu berjalan ke kasir dan membayar roti dan susu stroberiku. Untungnya masih ada kursi kosong di sini untuk kutempati karena saat ini minimarket lumayan ramai dengan orang – orang yang berteduh.

Aku duduk dan membuka bungkus rotiku lalu memakan isinya sambil mengamati hujan melalui jendela kaca minimarket. Netraku tiba – tiba tak sengaja menangkap pemandangan sepasang kekasih yang baru saja berteduh di minimarket lalu meletakkan payung kuningnya di tempat payung.

Tenggorokanku rasanya susah untuk menelan seketika melihat payung kuning itu.

Payung kuning dan sepasang kekasih itu mengingatkanku akan masa lalu..

Masa lalu bersama Kim Seungmin yang entah saat ini ada di mana.

Banyak yang sudah terjadi selama tujuh tahun ini. Aku, Jihyun, dan Jisung kini bahkan sudah punya café sendiri, meskipun modalnya juga berasal dari orang tua kami dan tabungan kami. Namun, kami bertiga sudah berjanji akan mengembalikan modal dari orang tua kami secepatnya.

Bangunan dua lantai dengan background warna hitam itu merupakan mimpi kami bertiga sejak awal kuliah. Dulu setelah Seungmin pergi, aku selalu terbayang – bayang oleh laki – laki itu. Hidupku rasanya hampa karena dia pergi tanpa kejelasan. Namun, hidup harus terus berjalan, kan? Maka dari itu, kesibukanku kuliah dan membangun mimpiku bersama Jihyun dan Jisung ini membuat pikiranku terkuras. Aku jarang termenung sambil memikirkan Seungmin yang tidak jelas keberadaannya. Hanya mungkin sesekali kalau ada sesuatu yang mengingatkanku padanya, maka aku akan duduk dan merenungi masa lalu.

Aku akhirnya mengambil susu stroberiku dan meminumnya untuk membantu menelan rotiku. Lucu ya.. kenapa hari ini aku jadi teringat dia lagi yang sudah meninggalkanku tujuh tahun lalu?

Aku tersenyum miris memandangi payung kuning milik sepasang kekasih tadi. Setelah sekian lama, aku akhirnya merasakan perasaan ini lagi. Perasaan kosong dan sakit di saat yang bersamaan.

Kata orang, hujan merupakan saat yang tepat untuk mengingat kenangan yang menyedihkan.

Dan kebetulan saat ini hujan di saat di mana aku teringat kembali pada Kim Seungmin.

Haha.. mungkin hari ini perasaanku agak sedikit sensitif karena hujan.


🥇🥇🥇


“Selamat siang, Eonnie!” Yunseo, salah satu karyawanku, menyapaku sambil membungkuk singkat.

“Selamat siang, Yunseo. Bagaimana harimu? Sepertinya cerah ya meskipun di luar mendung?” tanyaku. Gadis yang terpaut satu tahun denganku itu mengangguk dengan antusias. Sudut bibirku pun terangkat membentuk senyuman. Aku ikut senang jika karyawanku bersemangat.

“Sebentar, Eonnie. Aku ambilkan sesuatu.” Pamit Yunseo lalu berlari kecil ke ruang ganti karyawan. Tak lama kemudian dia kembali lalu mengulurkan susu pisang dan coklat batangan padaku. “Hari ini aku ulang tahun dan aku membagikan susu dan coklat untuk semuanya.” Ucap Yunseo dan aku menerima susu serta coklat darinya.

“Selamat ulang tahun, Yunseo. Semoga kamu panjang umur. Dan.. terima kasih buat susu dan coklatnya.” Ucapku. Yunseo pun mengangguk dan cepat – cepat bersiap ketika ada pengunjung yang baru datang.

Aku pun berjalan ke salah satu meja kosong di mana ada Jisung dan laptopnya di sana. “Dapat susu pisang, eoh?” Sindir Jisung sambil menaikturunkan alisnya. Aku mengangguk lalu meletakkan susu pisang dari Yunseo ke atas meja.

“Mau kamu minum atau.. gimana?” Tanya laki – laki itu di sela – sela kegiatannya mengetik sesuatu di laptopnya. Aku menghela napasku lalu pada akhirnya meminum susu pisang ini juga. Jisung melebarkan matanya.

“Kamu udah nggak trauma susu pisang?” tanyanya.

Aku meletakkan susu pisang ini ke meja lalu mengedikkan bahuku. “Udah lama juga kan aku benci sama susu ini. Dan.. buat apa juga hal itu berlanjut?" Jawabku lalu menoleh ke sisi kanan, memandangi jalanan melalui jendela kaca.

“Kamu.. udah nggak masalah sama hal – hal yang berhubungan sama Seungmin?” pertanyaan Jisung membuat atensiku beralih sepenuhnya padanya.

“Nggak tahu. Aku cuma pengen berdamai dengan masa lalu aja. Buat apa juga terus berlarut – larut sama masa lalu. Iya, kan?” 

Aku mengambil susu pisang ini lagi lalu meminum isinya sampai habis. Pikiranku lalu memutarkan kejadian selama tujuh tahun ini setelah Seungmin yang menghilang tanpa kabar. Iya, dia tiba – tiba menghilang entah ke mana membawa hatiku bersamanya.

Sejak saat itu pula, aku mulai menjauhi hal – hal tentang Seungmin. Susu pisang adalah salah satunya. Aku benci susu pisang sejak Seungmin pergi. Aku benci dengan sticky note berwarna biru langit. Aku membenci hal – hal yang dapat mengingatkanku pada laki – laki itu.

Namun, kurasa tujuh tahun adalah waktu yang cukup lama untuk bisa move on. Tujuh tahun adalah waktu yang cukup lama untuk bisa berdamai dengan diriku sendiri dan mulai biasa saja dengan hal – hal yang kubenci setelah  Seungmin pergi.

Kim Seungmin, sudahkah aku mulai bisa melupakanmu sepenuhnya?

Kim Seungmin, sudahkah aku mulai bisa melupakanmu sepenuhnya?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Yahh sedih - sedih lagi... T_T

Nggak lama lagi cerita ini bakal selesai.

Kira - kira happy ending apa nggak ya? :)

Komen dong!

Best Part (Kim Seungmin) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang