9

206 24 0
                                    

~ Gen Pov ~

"Jadi maksudmu kamu terpaksa melakukan itu!?" tanya pada Kunkun si kuntilanak.

Kami hanya memanggil dengan nama seadanya. Haram hukumnya jika makhluk kami memberi tahu nama kami secara sembarangan. Kalau manusia tahu nama kami, kami bisa berakhir sebagai alat mereka. Sebuah nama untuk makhluk seperti kami ini adalah sesuatu yang memusingkan.

Kunkun hanya mengangguk lemah.

"Apa kamu sadar apa yang sudah kamu lakukan? Apa kamu tau resikonya?" tanyaku lagi.

Resiko untuk Vicky tentunya. Sekali dia dirasuki, dia akan lebih mudah dirasuki untuk yang kedua kalinya. Dan itu sangat berbahaya mengingat Vicky seseorang yang cukup sensitif. Aura yang tidak biasa dari Vicky bisa menarik perhatian makhluk seperti kami.

Sekali lagi Kunkun mengangguk.

"Tapi aku tidak bisa tinggal diam jika mereka sampai mendekati Vicky. Mereka bisa merasukinya. Daripada mereka yang aku tidak tau apa tujuannya mendekati Vicky, lebih baik jika aku yang mengusir mereka secara langsung."

Aku menghela nafas. Mataku menatap Vicky yang tertidur pulas karena kelelahan. Energinya terkuras habis saat Kunkun mengambil alih tubuhnya tadi siang. Dia sudah tidur dari sore hari dan belum bangun sampai jam delapan malam ini. Tubuh Vicky belum terbiasa dengan kami. Apalagi saat tubuhnya di ambil alih secara paksa.

"Kita tidak bisa meninggalkannya sendirian," kata Kunkun yang membuatku menatapnya, "kita harus ada di sisinya. Dua puluh empat jam."

"Kun, bisakah kamu turun dan jangan menempel di langit-langit kamar seperti itu? Kalau Vicky sampai terbangun lalu melihatmu di atas sana dengan wajah hancurmu dan rambut panjangmu yang terurai hingga mengenai wajahnya itu, apa kamu pikir dia akan bersorak kegirangan?" olokku.

Tiba-tiba sebuah bantal melayang ke arahku seperti kilat. Dengan cepat aku menangkisnya dan membuat bantal itu jatuh ke lantai.

"Beraninya kamu!!!" bentaknya sambil terbang ke arahku.

Saat Kunkun mau mencekiknya, ada gerakan dari tempat tidur.

Vicky bangun. Dia membuka kedua matanya.

"Tadi kayak ada yang jatuh," desisnya, membuatku dan Kunkun mematung.

Vicky melihat bantal yang tadi diterbangkan si kuntilanak bego ini.

Aku berdecak sambil menatap Kunkun.

"Bukan salahku. Kamu yang mulai," dengus Kunkun kesal.

"Kok ada di sini?!" Vicky mengambil bantalnya lalu mengembalikannya ke tempat tidur.

Setelah itu dia berjalan keluar kamar. Mungkin dia mau makan. Entah kenapa aku dan Kunkun langsung mengikutinya. Mungkin benar kata Kunkun kalau kami harus menjaganya. Sejak pertama kali aku melihat Vicky, ada ketertarikan yang aneh. Mungkin itu di rasakan juga oleh yang lain. Sehingga mereka lebih suka berkerumun di dekat Vicky. Seperti beberapa hari yang lalu, malam-malam saat Vicky hendak keluar kamar, ada makhluk yang mencoba menggoda Vicky. Anak ini sampai ketakutan. Biarpun aku berhasil mengusir makhluk itu keluar dari jendela tapi tetap saja Vicky ketakutan. Kalau seperti ini hanya menunggu waktu sampai Vicky benar-benar bisa melihat kami secara jelas.

Wah hari ini mama memasak ikan goreng.

Mataku bersinar-sinar. Dari baunya sangat enak sekali. Kunkun terlihat langsung berdiri di depan semua makanan itu.

"Apa yang kamu lakukan?" tanyaku saat melihat Kunkun meludahi semua makanan di atas meja.

"Biar enak. Biar Vicky ku makan dengan lahap hihihihihihihi..."

Aku hanya bisa menggelengkan kepalaku.

Indigo ( TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang