Berjanji Namun Mengingkari

107 45 46
                                    

Waktu pun terus berlalu. Kini sudah empat hari aku tak memegang benda pipih itu, aku hanya sibuk kuliah dan membaca ke perpustakaan menghabiskan waktuku. Karena jika aku masih memegang benda pipih ittu pasti aku akan berusaha membalas pesannya nanti.

Makanya aku memutuskan untuk tak memegang benda pipih itu sementara dahulu. Apalagi dia adalah seorang yang sangat kucintai saat ini. Siapa pun akan merasakan hampa dan lain rasanya jika tak membalas pesan seseorang yang sangat dicintai.

Keesokannya, aku pun memutuskan untuk memegang benda itu kembali, kuambil di nakas. Benda pipih yang baru kuhidupkan datanya pun berdering, pertanda pesan masuk. Kulihat ternyata Arif. Kuhembuskan napas gusar.

(‘’Assalamua'laikum, La, ‘’) tulisnya.

(‘’Wa'alaikumussalam, Bang.’’) balasku.

(‘’Sudah lama nggak ada kabarmu, gimana kabarmu sekarang, La?’’)

(‘’Alhamdulillah, baik Bang. Abang sendiri gimana kabarnya?’’) tanyaku balik.

(‘’Alhamdulillah, baik juga La,’’) aku hanya membacanya saja.

Dan  tidak membalas lagi pesannya. Jujur, malas sekali rasanya, yang ditanya cuman kabar saja. Coba kalau seperti ini ‘’Kapan Abang bisa melamarmu, La?’’

Nah, seperti itu yang kumau. Ya, habisnya aku tak suka bermain-main lagi atau pacaran istilah zaman now. Karena aku tak ada waktu untuk main-main lagi, aku tak mau menjalankan suatu hubungan yang tak diridhoi oleh sang Pencipta. Aku takut sang Pencipta mencemburuiku dan aku tak mau menabung dosa setiap hari.

***
Waktu pun terus berlalu, hingga sudah empat bulan tak ada kabar darinya. Malam harinya setelah sholat isya, kucoba menelusuri semua sosmed-nya. Aku pun kaget seketika, dadaku begitu sesak. Tak disangka ketika aku melihat  profil Facebook milik Arif, di profilnya terpajang foto seorang wanita cantik yang mengenakan hijab. Aku pun sangat kaget, hati ini terasa pecah-belah melihat foto profil itu.

‘’Ya Allah. Astaghfirullah 'al adziim, Ya Robbi. Dia berjanji akan melamarku setelah selesai wisuda, tetapi apa kenyataannya? Semudah itu kau melupakanku, Bang. Berjanji tapi mengingkari.’’ lirihku sembari meletakkan benda pipih kembali di nakas.

Semudah itu dia melupakanku, berjanji namun mengingkari. Semudah itu dia mendapatkan penggantiku dan semudah itu hatinya berpindah kepada yang lain.

Walaupun sekarang dia pacaran dengan orang lain, toh juga belum halal kan? Berarti aku masih bisa untuk mendo'akannya dan berarti aku masih bisa menikungnya di sepertiga malamku.

Hari demi hari kulalui, kadang terlintas di benakku. Apakah semua laki-laki itu sama? Berjanji tetapi pada akhirnya seperti ini. Ya Robbi, apa yang aku pikirkan.

Kadang sesekali aku mengintip sosmed-nya, kulihat ada banyak koleksian foto wanita itu di sosmed Arif. Aku benar-benar cemburu. Tetapi kuyakin jika Allah mentakdirkan aku untuk bersamanya tak ada yang tak mungkin bagi Allah. Jika Allah sudah berkata ‘’Kun Fayakun’’ Sekali pun sekarang dia bersama orang lain.

Di sosmed aku masih berteman dengannya yaitu, di Instagram dan Facebook. Kecuali di Wattsapp. Aku memutuskan untuk mengganti nomor baru. Ya, ini adalah yang terbaik bagiku.

Malam hari nan sepi. Hanya aku yang berada di kos. Karena teman kosku pada pulang ke kampung halamannya.  Aku yang  berencana akan membuat tugas kuliah, tetapi apalah daya.

Teringat aku akan seseorang. Membuat aku ingin merangkai kata bak penulis buku yang femes.

‘’Assalamua'laikum, kamu yang jauh di sana, apa kabarmu? Di sini aku menimbun sejuta rindu untukmu. Membuat aku berpesan kepada bulan dan bintang untuk menyampaikan rindu ini kepadamu. Kuharap bulan dan bintang sudi menyampaikannya. Kadang aku benci dengan rindu ini, rindu yang tak pernah kunjung usai. Rindu yang tak pada tempatnya. Rindu kepada seseorang yang belum halal untukku.’’ tulisku di buku diary sembari duduk terayun dalam lamunanku.

Beberapa menit kemudian, benda pipih  pun berdering.

Kulihat ternyata Arif.
‘’Ahh! Ngapain nih orang ya.’’ ucapku dengan kesal sembari menghembuskan napas kasar.

(‘’Assalamua'laikum, La. Kamu apa kabar? Sudah lama nggak ada kabarmu,’’) tulisnya di aplikasi biru itu.

Aku mencoba untuk membalas pesannya. Ya, walaupun sebenarnya aku kesal sekali

(‘’Wa'alaikumussalam, Bang. Alhamdulillah baik. Abang apa kabar?’’) balasku kemudian.

(‘’Syukurlah La. Abang alhamdulillah baik juga,’’)

Kubaca pesannya dan kuurungkan niatku untuk membalas pesannya. Walaupun rasa cinta ini yang masih ada dan kian mendalam. Ya, walaupun begitu berat dan begitu sakit rasanya di hati ini melihat dia dengan perempuan lain.
Tapi dia belum seutuhnya milik perempuan itu,

‘’Kau belum sah menjadi miliknya. Jika Allah mentakdirkan maka apapun bisa terjadi, walau sekali pun kau masih bersamanya.’’
Ya, walaupun dia sudah mempunyai kekasih, tetapi masih bisa ditikung di sepertiga malam, karena janur kuning belum melengkung.

Bersambung.

Instagram: n_nikhe❤



Salahkah  Aku Mencintaimu? (Revisi/Otewe Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang