Setibanya di depan jalan lalu kududuk melepaskan penat, sembari memesan gojek dan menantinya.
Tak berselang lama. Gojek yang kupesan pun datang dan menghampiriku.‘’Mbak yang namanya Lala?’’ tanya mas gojek yang masih berada di motornya.
‘’Iya, Mas. Benar banget.’’ Aku bergegas bangkit.
‘’Ini helmnya,’’ mas Gojek menyodorkan helm untukku
Aku pun bergegas memasang helm lantas langsung menaiki kendaraan dengan mengucapkan basmillah dan berdo’a.‘’Udah, Mbak?’’
‘’Udah, Mas. Ayo kita berangkat.’’
Motor pun melaju menuju Padang. Di kendaraan aku hanya berdzikir kepada-Nya, tiada kata-kata yang keluar dari bibirku selain dzikir kepada-Nya. Setelah beberapa jam, akhirnya aku pun tiba di Padang.
‘’Alhamdulillah.’’ Aku segera turun dari kendaraan dan menyerahkan kembali helm.
‘’Ini, Mas.’’ Sembari menyodorkan ongkos.
‘’Makasih banyak, Mbak,’’
‘’Sama-sama, Mas.’’
Aku melangkah dengan gontai menuju kos yang lumayan jauh dari jalan raya.
Beberapa saat kemudian akhirnya aku tiba di kosk. Kubuka sepatu balet, lantas meletakkan di rak sepatu dan kubuka pintu kamar.
‘’Capek bangat rasanya badan ini, nggak saja badan yang capek perasaan dan hati juga.’’ keluhku.
‘’Astaghfirullah ‘al adziim Ya Allah.’’ Kuhampaskan tubuh ke kasur, yang terasa begitu lelah.
‘’Menghadiri pernikahan seseorang yang sangat dicintai, rasanya begitu sakit banget. Apalagi dia udah berjanji untuk menikahiku ketika aku sudah selesai wisuda nanti, tapi apa kenyataannya? Ya sudahlah, mungkin ini yang terbaik untukku dan juga untuknya, asalkan dia bahagia dan aku akan belajar untuk mengikhlaskannya. Ya, walaupun hanya pelan-pelan dan butuh waktu yang lama.’’
Air mataku terus saja berderaian tak henti-hentinya.
Benda pipih pun berdering.
‘’Oh iya, pasti itu Mama. Astaghfirullah aku lupa, aku berjanji akan pulang ke kampung halaman hari ini.’’ kutepuk keningku pelan.
Lantas perlahan bangkit dan meraih benda pipih di tas kecilku.
‘’Bener ternyata Mama.’’ lirihku. Kuseka air mata pelan. Lalu bergegas mengangkat telepon dari mama.
(‘’Assalamua’laikum, Ma’’)
(‘’Wa’alaikumussalam, Nak. La, loh kok suaramu begitu? Kamu habis nangis, Nak?’’) suara mama terdengar mencemaskanku di seberang sana.
(‘’Nggak kok, Ma.’’) sahutku singkat dan mencoba menutupinya dari mama, kutakut mama nanti malah kepikiran.
(‘’Nggak ada gimana, Mama tahu kamu loh, kan Mama yang ngelahirin kamu. Jangan bohongin Mama,’’)
(‘’I—iya, maafkan Lala, Ma. Lala janji kok, akan cerita ke Mama kalo Mama udah pulang dari luar kota.’’)
Mencoba meyakinkan mama.
(‘’Loh kok begitu, Sayang? Kan bisa lewat telpon kita ceritain,’’)
(‘’Iya, Ma. T—tapi lebih bagusnya secara langsung kita cerita, Ma. Apalagi Mama kemaren menyuruh pulang kan, Ma? Kalau sekarang kita bicarakan nanti malah lama banget.’’)
(‘’Iya juga, by the way kamu jadi pulang kan, Nak?’’)
(‘’In syaa Allah jadi kok, Ma. Lala sholat dzhuhur dulu, tadi Lala habis dari luar makanya belum sholat.’’)
(‘’Hati-hati ya, Nak. Kalau begitu kamu sholat lah dulu. Udah dulu ya, assalamua’laikum,’’)
(‘’Iya, Ma. In syaa Allah, wa’alaikumussalam.’’)
Aku bergegas menutup telepon dan meletakkan di meja belajarku, langsung bersiap-siap untuk berwudhu’ dan melaksanakan sholat. Karena muadzin di masjid sudah memanggil untuk melaksanakan sholat, bicara langsung dengan Sang Pencipta.
Setelah beberapa lama aku pun selesai berwudhu’ lalu kembali melangkah ke kamarku untuk melaksanakan sholat, kuhamparkan sajadah, lantas memakai mukenah dan langsung melaksanakan sholat sunnah qabliyyah terlebih dahulu. Beberapa saat kemudian..
Usai dzikir, aku pun tenggelam dalam untaian do’a yang sangat panjang.‘’ Allahummaghfirli waliwalidayya warhamhuma kama rabbayani shoghira, Ya Allah, Ya Robbi. Ampunilah dosa kedua orangtuaku dan sayangilah mereka sebagaimana menyayangiku di waktu kecil, panjangkanlah umurnya dan berikanlah mereka kebahagiaan dunia dan akhirat, serta ampunilah dosa-dosaku Ya Allah, berikanlah aku kesehatan dunia dan akhirat, mudahkanlah segala urusanku, mudahkan dan lancarkanlah urusanku dalam menuntut ilmu, berikanlah aku hidayah-Mu Ya Allah, serta bantulah aku untuk melupakan, mengikhlaskannya dan semoga aku mendapatkan seseorang yang benar-benar mencintaiku karena-Mu dan bisa membimbingku dunia dan akhirat, kupercaya skenariomu sangatlah indah, aamiin Ya Robbal ‘aalamiin.’’
Beberapa lama kemudian, aku telah selesai sholat dan segera membuka mukenahku.
‘’Ya Allah, lapar banget perutku, ternyata baru tadi pagi aku sarapan pantes aja aku terasa lapar banget. Mau nggak mau aku harus ke luar beli nasi bungkus, karena aku belum masak nasi apalagi sambal pun nggak ada.’’ gumamku sembari menghela napas pelan. Kurapikan kembali mukenah di tempatnya, begitupun dengan sajadah.
Lalu kuganti dengan kerudung, sedangkan baju yang tadi kukenakan menghadiri undangannya Arif yang belum kuganti sejak tadi. Rasanya begitu lelah dan malas untuk melangkahkan kaki ke luar, tetapi aku harus membeli nasi bungkus, aku tak mau sakit magh nantinya. Aku bergegas melangkahkan kaki ke luar dari kos walau terasa berat dan sulit kaki dilangkahkan, serta tubuhku yang begitu penat apalagi pikiranku yang juga begitu lelah.
‘’Ya Allah, aku harus belajar untuk terbiasa tanpanya dan aku harus belajar untuk melupakan dan mengikhlaskannya.’’
Bersambung..
Instagram: n_nikhe❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Salahkah Aku Mencintaimu? (Revisi/Otewe Terbit)
Novela JuvenilCinta? Cinta adalah anugerah terindah yang diberikan oleh Allah kepada hamba-Nya, tinggal bagaimana sikap kita. Memilih jalan yang benarkah? Atau malah memilih jalan yang salah? Memendamnya? Atau memilih untuk mengabadikan cinta tersebut menuju pern...