Salahkah Aku Mencintaimu 2

16 4 0
                                    

Assalamua'laikum warohmatullah wabarokatuh. Hai, Readers! Apa kabar? Semoga selalu dalam keadaan sehat dan dipermudahkan segala urusan, serta dilancarkan rezeki-nya. Aamiin Ya Robbal 'aalamiin. Oh ya, btw..Sudah lama Author tidak update. Sekarang alhamdulillah bisa update lagi. Yuk langsung baca!
                  🌻🌻🌻🌻

Tiga pekan kemudian, Bu Tina usai operasi pun semakin membaik keadaannya. Dan sudah dibawa pulang kerumah sejak dua pekan lalu oleh suster yang merawat Bu Tina dirumahnya. Ya, karena aku akhir-akhir ini sibuk mengurus skripsiku, mangkanya aku mencari suster untuk merawat Bu Tina. Aku tetap mengirimkan biaya Bu Tina, sekalian gaji Suster itu.

Aku sudah dua pekan ini berada di Padang, mengurus dan mempersiapkan untuk wisudaku, sedangkan Mama, Papa dan Adikku kembali keluar kota. Karena Papa akan mengadakan meeting bersama teman kantornya, ditambah pekerjaan Papa yang begitu banyak.  Aku yang tengah sibuk tanganku menari diatas keyboard, ponselku pun berdering.
Dring! Dring!

Kulihat dan kuangkat’’ Assalamua’alikum Ma!’’ sapaku.

‘’Wa’alaikumussalam, Sayang! Bagaimana kabar, La?’’ tanya Mama.

‘’Alhamdulillah baik, Ma! Mama, Papa sama Adik, bagaimana, Ma?’’ tanyaku kembali.

‘’Alhamdulillah baik dan sehat, Sayang.’’ jawab Mama.

‘’Syukurlah, Ma! Adik mana, Ma?’’ tanyaku lagi.

‘’Adikmu sedang tidur, ini disamping Mama.’’ jawab Mama diseberang sana.

‘’Oh, tidur Adik ya, Ma! Lala kira dia bangun, Lala rindu sama Adik.’’ lirihku.

‘’Iya, La. Kapan-kapan jika Adik mau bicara, Mama hubungi kembali.’’

‘’Oh ya, kapan Lala wisuda nih? Biar Mama persiapkan semuanya!’’ tanya Mama lagi.

‘’Hmmm..Kayaknya sebulan lagi deh, Ma. Nggak usah, Ma!’’ tolakku.

‘’Eh, kok nggak usah! Mama ingin satu hari setelah wisudamu itu kita bikin acara, biar Mama undang teman arisan Mama yang diluar kota, ditambah teman kantor Papa dan teman-teman kamu juga. Biar acaranya kita bikin sesuai impianmu dulu!’’ jelas Mama diseberang sana sembari nada suaranya terdengar sangat bahagia.

‘’Iya, Ma! Makasih banyak, Ma! Tapi itu dulu keinginan Lala Ma, se..’’ aku yang belum sempat selesai bicara.

‘’Sama-sama, Sayang! Mama ingin seperti teman Mama, ingin membahagiakan kamu, La! Kali ini kamu jangan menolak ya, Sayang. Mama janji akan membuat acara khusus juga buat anak yatim piatu, kita undang mereka!’’ bujuk Mamaku.

Aku pun kembali tersenyum, terharu dan bercampur aduk yang kurasakan. ‘’Iya, Ma. Alhamdulillah. Makasih banyak ya, Ma. Mama tahu yang Lala inginkan.’’

Ya, Mamaku tahu apa yang diinginkan oleh anaknya. Aku ingin juga mengadakan syukuran atas wisudaku bersama anak-anak yatim. Itu impianku sejak dulu. Aku ingin berbagi rezekiku dengan mereka dan ingin mengasihi mereka yang tak punya orangtua.

Dan Allah sangat menyuruh dan menyukai orang-orang yang suka menyantuni anak yatim. Sebagaimana Allah subhanallah ta’ala berfirman:’’Dan berbuat baiklah kepada Ibu-Bapak, karib-kerabat dan anak-anak yatim.’’ (Q.S An-Nisa’ ayat 36)
Allah memerintahkan kepada kita untuk selalu berbuat baik kepada anak yatim. Salah satunya adalah dengan cara membagikan rezeki kita kepadanya.

‘’Iya, Sayang. Sama-sama, Mama  selalu tahu apa yang diinginkan oleh anak sholehah Mama ini!’’ sahut Mamaku.

‘’Kalau begitu, kerjakanlah dulu tugasmu, Sayang! Jaga Kesehatan, jaga diri dan jangan lupa sholat ya, Sayang!’’ pinta Mama di seberang sana.

Aku pun mengangguk,’’ Iya, Ma. Mama jaga kesehatan juga. Assalamua’laikum, Ma!’’ aku pun memutuskan telepon.

Aku yang ingin melanjutkan menuliskan skripsiku, teringat akan janjiku dengan sahabatku. Ya, kami ingin mengerjakan skripsi bareng di Kosnya. Gegas aku siap-siap, kubereskan semua alat tulis yang berantakan di kamarku. Seketika ponselku pun berdering.

(‘’Assalamua’laikum, La! Jadi kesini nggak? Kita ngerjain skripsi bareng, saling bantu!’’) tulisnya dengan emot love. Aku pun tersenyum, kuraih ponselku, lalu kubalas.

Ya, sahabatku Aisyah. Sesuai dengan namanya yang memiliki akhlak yang begitu baik dan aku sangat suka bersahabat dengannya sejak kami menduduki bangku semester satu. Dia memiliki akhlak yang good, plus wajah cantiknya yang selalu dibasahi air wudhu’ tentu akan tampak semakin bercahaya wajahnya. Membuat aku selalu nyaman bersahabat dengannya, bagaimana tidak? Selain dia cantik, dia juga paham akan agama dan mempunyai akhlak yang sangat baik.

Sebagaimana Rasulullah Saw, bersabda yang artinya:’’Agama seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Maka hendaklah kalian memilih siapa yang menjadi teman dekatnya.’’ (H.R. Abu Daud, Tirmidzi, al-Hakim, dan Ahmad, dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu)
Maksud Hadis diatas adalah jika kita berteman dengan orang baik, maka kita pun akan menjadi orang baik dan hendaknya kita memilih siapa yang akan menjadi teman.

(‘’Wa’alaikumussalam, Ai. In syaa Allah. Ini aku sedang beres-beres.’’) balasku dengan emot tersenyum dan tak lupa ditambah emot love.

Tak lama ponselku berdering lagi, (‘’ Okey, aku tunggu ya! Hati-hati, La! Jangan lupa bawa oleh-oleh juga!’’) candanya dengan emot tertawa.

Gegas memasukan ponselku kedalam tas kecilku, lalu membereskan laptop ke dalam tas dan kusandang. Karena sejak tadi aku sudah mengenakan baju panjang, rok dan kerudung. Aku tak usah lagi mengganti pakaianku.

Aku pun keluar dari kamar sembari menutup pintu, gegas melangkah keluar dari gang Kos dan menaiki angkot menuju Kos Aisyah yang lumayan agak jauh.
Tak lama kemudian, aku sampai di depan Kos Aisyah. Terlihat dia sudah menungguku sedari tadi. Aku pun gegas turun dan menyerahkan ongkos.

‘’Terima kasih, Mas!’’ ucapku, dia pun tersenyum dan mengangguk.

‘’Sudah lama menunggu, Ai?’’ tanyaku menghampiri Aisyah yang berdiri di depan Kosnya yang dekat dengan jalan.

‘’Ummm! Lumayan sih, tetapi kalau buat sahabatku ini nggak apa-apalah.’’ dia terkekeh sembari merentangkan tangannya dipundakku. Aku pun tertawa.

‘’Kamu ya, Ai!’’ sahutku mencubit pipinya yang tembem itu. dia pun merengek kesakitan.

Kami gegas masuk ke Kamarnya, kuhampaskan tas sandangku. Lalu duduk, Aisyah pun tersenyum melihatku yang mulai gerah dan merasa kepanasan. Karena memang Padang begitu sangat panas, apalagi Kos Aisyah yang tak jauh dari danau Padang. Tentu semakin panas rasanya.

‘’Panas, La? Mau kuhidupkan kipas?’’ tanyanya terkekeh melihat aku mengipas dengan kerudungku.

‘’Banget, Ai!’’ singkatku.
Dia pun gegas menghadapkan arah kipas anginnya menuju arah dimana kududuk. Terasa segar rasanya.

‘’Makasih, Ai!’’ aku memanyunkan bibirku tersenyum.

‘’Iya, sama-sama!’’ sahutnya. Lalu menyambar tasnya yang berisi berkas dan buku referensi untuk skripsi, dan mengambil laptop mininya.

‘’Kita kerjakan aja langsung ya, Ai! Kalau aku butuh bantuanmu, jangan bosan ya.’’ lirihku sembari memainkan tanganku diatas keyboard.

‘’Iya, La. Begitupun aku, kita sama-sama membantu saja. Biar skripsi ini cepat kelar, dan agar sahabatku ini bisa langsung menikah!’’ candanya terkekeh menatapku.

‘’Ahhh! Kamu sih, Ai!’’ jawabku mengernyit.

‘’Tuh kan, ngambek lagi! Ya udah deh, aku hanya bercanda.’’ ucapnya tersenyum.

‘’Nggak lah, Ai. Aku hanya nggak mau bahas soal pernikahan.’’ sahutku tersenyum.

Aisyah pun manggut-manggut, dia tahu perasaanku. dia tahu kalau aku trauma di tinggal nikah oleh seorang yang begitu sangat kucintai. Tiada kata lagi, hanya bunyi ketikan keyboard yang terdengar. Kami berdua fokus mengerjakan skripsi, dan sesekali bertanya yang kurasa penting untuk dibahas.

Bersambung.

Bagaimanakah kisah selanjutnya? Penasaran? Yuk ikutin dan baca terus!

Instagram: n_nikhe

Salahkah  Aku Mencintaimu? (Revisi/Otewe Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang