🌻🌻🌻🌻
Assalamua'laikum Warohmatullahi Wabarokatuh..Haii readers, apa kabar ? Semoga sehat selalu, selalu dalam lindungan-Nya dan dimudahkan segala urusan, Aamiin Ya Robbal 'aalamiin.Btw...Sudah lama aku ga update yah? Dikarenakan aku kuliah online readers, in syaa Allah aku usahain update tiap hari Minggu. Oh ya, mana nih yang masih setia sama Lala? Semoga yang sempet baca kemaren pada setia yah. Karena cerita ini, in syaa Allah terdapat banyak pelajaran dan hikmah yang bisa kita ambil.
Jangan lupa sebelum membaca vote terlebih dahulu ya readers (tekan bintang sebelah kiri) jangan lupa masukin juga ke perpus bacaan kalian jika kalian suka dan share juga ke teman-teman dan keluarga kalian yah.
Terima kasih banyak.
Semoga kalian suka ceritanya.
Selamat membaca.❤🌻🌻🌻🌻
Ia menyokong dan membawaku ke depan rumah dekat kursi yang biasa ku duduki ketika aku ingin duduk santai diluar rumah, aku yang masih belum sadarkan diri. Ia mencoba untuk menyadarkanku dengan menciumkan minyak kayu putih ke hidungku dan memijat kepalaku, akhirnya aku pun sadar. Dengan pemandangan yang masih kabur, lama-kelamaan pun mulai tampak jelas wajah wanita separuh baya itu."Ibu siapa?,"tanyaku sembari memegang kepala yang masih terasa pusing dan aku mencoba untuk duduk.
"Alhamdulillah. Kamu sudah sadar nak, jangan duduk dulu. Kamu harus istirahat ya nak," ucap wanita separuh baya itu yang tak langsung menjawab pertanyaanku sembari tersenyum kepadaku.
Aku pun kembali berbaring.
"Baik bangat ibu ini. Padahal aku nggak tau siapa ia dan nggak pernah kenal dengannya,"batinku.
Setelah beberapa menit, aku pun sudah mulai terasa membaik keadaanku. Ku lihat dan ku perhatikan wanita separuh baya itu ternyata masih setia menungguku, ia duduk disebelah kursi yg satu lagi. Aku yang masih terbaring mencoba untuk duduk kembali.
"Bu. Terima kasih banyak ya bu, sudah menolong saya. Untung aja ada ibu tadi," ucapku berterima kasih sembari merubah posisi tubuhku yang tadi berbaring lalu duduk.
"Iya nak, sama-sama. Kebetulan ibu lewat disini tadi. Sebenarnya ibu nggak melihat kearah rumahmu dan sebenarnya ibu nggak tau kalau kamu akan pingsan," jelas ibu itu membuat aku kebingungan.
"Ma'af bu, maksud ibu bagaimana ya bu?,"tanyaku dengan mengerutkan kening.
"Ibu tadi pulang dari pasar, anak ibu yang mengantarkan pakai motornya. Nah kebetulan kita lewat didepan rumahmu, ketika kamu mau pingsan. Sebenarnya anak ibu yang ngasih tau ibu. Ia yang nyuruh, kalau nggak, ibu nggak akan tau," ucap wanita separuh baya itu yang mencoba menjelaskan kepadaku.
"Ya Allah. Sampaikan ucapan terima kasih saya kepada anak ibu ya bu, kalau boleh tau siapa namanya bu?," ucapku dengan mata yang berbinar.
"Iya nak, nanti in syaa Allah ibu sampaikan. Namanya Hamid,"
"Owhh. Mas Hamid ya bu," ucapku sembari manggut-manggut.
"Padahal aku gak kenal siapa itu Hamid, apakah ia baru tinggal disini dan apakah ibunya juga baru tinggal disini?," batinku.
"Kamu kenal dengan anak ibu?,"tanya-nya
"E-e-ehhh, e-enggak tau bu," ucapku gugup sembari tersenyum.
"Ya, pantas saja kamu nggak kenal, soalnya ia jarang dikampung. Biasanya ia kuliah kedokteran di Jakarta. Jadi ia jarang pulang nak,"
"Kedokteran bu?," tanyaku
"Iya nak, dan apa kamu tau rumah ibu?,"
"Nggak bu, saya pikir ibu warga baru disini" ucapku.
"Rumah ibu dekat dari sini kok, dekat warung nasi uni Fadhilah ada rumah yang bertingkat disampingnya dan berwarna cat abu-abu, "
Aku dan wanita separuh baya itu pun mengobrol bak orang yang sudah kenal lama, kami bercerita mulai dari cerita anaknya yang kini sedang menempuh kuliah di Jakarta yang jarang pulang kampung sampai bertanya jurusan kuliah yang aku ambil.
Sudah setengah jam rasanya mengobrol dengan wanita separuh baya itu, ia pun memutuskan untuk pulang kerumahnya.
"Kalau begitu ibu pamit dulu ya nak, anak ibu pasti sudah menunggu dari tadi,"
"Iya bu, sekali lagi terima kasih banyak ya bu. Sampaikan juga sama anak ibu ucapan terima kasih saya ya bu,"
"Iya nak, kamu hati-hati dirumah ya,"
"Ibu pamit, Assalamua'laikum," ucap wanita separuh baya itu sembari mengucapkan salam.
"Iya bu, wa'alaikumussalam bu,"
Wanita separuh baya itu pun bergegas menuju rumahnya. Tatapanku tiada putusnya melihat kepergian wanita separuh baya itu, betapa baiknya ia apalagi anaknya yang memberi tahu ibunya kalau aku sepertinya mau rebah. Betapa sungguh penasaran rasa hatiku ini, ingin tau sekali siapakah ia? Atau ia pernah bertemu denganku sebelumnya?
"Hhuufffff. Ya Allah, kenapa aku harus mikirin laki-laki itu. Bukankah aku tidak ingin lagi kenal dengan laki-laki, semenjak Arif yang berjanji akan menikahi ku setelah selesai wisudaku, tetapi kenyataannya ia sudah nikah terlebih dahulu. Astaghfirullah 'al adziim Ya Allah, sampai sekarang aku masih saja kepikiran hal itu," batinku.
Aku pun langsung mencoba untuk duduk, ku lihat benda yang melingkar ditanganku. Menunjukkan angka 17.50. Sebentar lagi akan sholat maghrib. Aku pun bergegas berdiri dari kursi, tak lama kemudian lewat seseorang laki-laki yang masih muda lagi tampan. Berpakaian baju koko, sarung dan tak lupa peci dikepalanya.
Ia pun menatapku sembari tersenyum tetapi hanya sebentar saja ia langsung mengalihkan pandangannya.
"Ya Allah. Astaghfirullah 'al adziim. Kenapa jantungku berdebar seperti ini, pertanda apakah ini Ya Allah?," ucapku sembari membalas senyumannya serta menatapnya dan langsung mengalihkan pandanganku.
Siapakah sebenarnya seorang laki-laki tampan itu? Apakah ia adalah anak dari ibu yang menolong Lala, dan yang mengasih tau kalau Lala akan rebah?
Bersambung......
Haiii readers..Bagaimana? Semoga kalian suka yah, jangan lupa masukin ke perpus kalian dan berikan juga krisarnya (kritik dan saran) sangat membantu Author dalam menulis karena aku masih pemula. 😊😍❤
Oh ya..Kalian pada penasarankan lanjutannya, jika iya..Nantikan terus ya..lanjutan ceritanya, in syaa Allah setiap hari Minggu aku bakalan update. 😊😍
See you next time👋
Salam Manis❤
Nike Ardila Sari❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Salahkah Aku Mencintaimu? (Revisi/Otewe Terbit)
Genç KurguCinta? Cinta adalah anugerah terindah yang diberikan oleh Allah kepada hamba-Nya, tinggal bagaimana sikap kita. Memilih jalan yang benarkah? Atau malah memilih jalan yang salah? Memendamnya? Atau memilih untuk mengabadikan cinta tersebut menuju pern...