Butterfly - 11

2.8K 52 0
                                    

Setelah melakukan perdebatan kecil bersama, Fabian maupun Kayla menyelesaikan mandinya sendiri-sendiri tanpa mengeluarkan sepatah katapun.

Mereka keluar dari kamar mandi lalu berpisah menuju kamar masing-masing. Kayla memasuki kamarnya lalu duduk temangu di atas kursi rias. Menatap dirinya sendiri di depan cermin. Tak kuasa menahan tangis, air matanya seketika mengalir dari pelupuk mata hingga berjatuhan di kedua pipinya.

"Astaga. Apa yang sedang kulakukan?" Gadis itu menyeka wajahnya yang basah karena air matanya lalu berusaha tersenyum. Apa yang harus ia tangisi jika semua yang dikatakan oleh pria itu benar adanya?

Konsekuensi yang akan mereka tanggung lebih besar dibandingkan dengan perkiraannya. Mereka boleh saja melakukannya, tapi bagaimana jika ia akan hamil? Tiba-tiba gadis itu memikirkannya lebih dalam.

Apa menjadi seorang ibu akan membuatnya bahagia? Bahkan ia belum menyatakan impiannya dengan benar. Gadis itu belum memiliki mimpi yang pasti dan tak tahu cara menggapainya. Ia masih menopang hidupnya di antara kedua orang tuanya dan Fabian.

Benar. Memikirkannya saja membuat kepalanya nyut-nyutan. Bagaimana jika ia akan menjalani hidupnya sebagai ibu rumah tangga? Apa ia akan lebih baik dari sekarang? Berpikir menjadi ibu, apa ia benar-benar bisa menjadi seorang ibu? Apa ia benar-benar bisa berhubungan baik dengan Fabian yang notabennya adalah seorang Kakaknya? Apa suatu saat nanti jika ia benar-benar hamil, ia akan bisa melangsungkan pernikahan resmi dengan pria itu?

Beribu pertanyaan bergerumul di tempurung kepalanya. Memikirkannya saja benar-benar membuatnya ingin hilang dari permukaan bumi. Apa ia mulai tertarik dengan pria itu hanya karena permainan yang mereka lakukan beberapa hari ini? Kayla berbisik dalam hatinya. Gadis itu lalu menarik napasnya dalam-dalam kemudian membuangnya. Melakukannya beberapa kali membuatnya sedikit lega. Setelah merasa lega, ia pun bangkit dari kursi riasnya lalu mengambil pakaian di dalam lemari.

Gadis itu mengambil kemeja putih polos serta rok putih polos di atas lutut lalu mengenakannya di depan cermin.

Gadis itu mengambil kemeja putih polos serta rok putih polos di atas lutut lalu mengenakannya di depan cermin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*

*
Tiba di restoran, Fabian bukannya langsung keluar dari mobil, malah mengunci mereka di dalam mobil. Pria itu terdiam di kursi kemudi sambil menatap kaca mobilnya.

Sedangkan Kayla yang duduk di kursi penumpang, saat ini berusaha membuka pintu mobil namun ternyata tak bisa dibuka. Sepertinya pria itu tak mengizinkannya untuk keluar dari mobil. Karena tahu pintu mobil penumpang terkunci, ia pun menatap Fabian dengan wajah jengkel. "Cepat buka." Katanya dengan nada sedikit tinggi.

Pria itu melepas seatbeltnya lalu merengkuh erat tubuh Kayla. Ia menyembunyikan wajahnya di bahu gadis itu.

Di dalam kepalanya, Fabian masih memikirkan apa yang telah ia lontarkan kepada Kayla tadi pagi. Muncul perasaan bersalah karena semua hal yang mereka lakukan juga merupakan kesalahannya. Benar kata gadis itu, bahwa jika melakukannya bersama, konsekuensi pun harusnya di tanggung bersama-sama juga.
"Maafkan Kakak." Bisiknya dengan pelan. Air matanya hampir terjatuh dari pelupuk matanya.

TemptedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang