Making Love, Please! - 24

3.6K 34 2
                                    

ATTENTION! CHAPTER INI BERISI KONTEN 18+ Remember! This chapter a little bit...

*

*

Tiyo dan Yaya sedang berada di sebuah depot yang menjual berbagai makanan, termasuk nasi uduk yang ingin mereka santap pagi ini. Mereka duduk di paling pojok karena Tiyo tak suka kebisingan. Saat ini mereka sedang menunggu pesanan datang. Yaya yang duduk di depannya hanya sibuk memainkan ponselnya. Sedangkan ia sendiri tak tahu harus melakukan apa, lebih memilih diam di tempat sambil diam-diam memerhatikan gerak-gerik Yaya.

"Ini minumannya. Teh es dua, benar?"

Tiyo mengangguk. "Terimakasih, bu." Ia menyambut teh es pesanannya dan Yaya lalu memberikan satu pada Yaya.

"Btw..."

"Ah, ya! Aku lupa."

Belum sempat Tiyo melanjutkan pembicaraannya, Yaya sudah memotongnya saja. Gadis itu mengeluarkan dompetnya lalu mengambil beberapa lembar uang. "Ini ongkos bensin. Dan juga uang makan hari ini. Bentar." Ia menghitung total harga sarapannya pagi ini lewat harga yang sudah tertera di spanduk yang ditempel di dinding depot. "Lima belas ribu. Oke." Yaya kembali mengeluarkan uangnya lalu menyodorkannya pada Tiyo.

"Benarkan jumlahnya?"

Tiyo yang terkejut hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Masya ampun. Masih ingat aja."

"Tentu! Kan kamu sudah antar jemput aku selama tiga minggu ini. Maaf ya ongkos bensin minggu ini agak telat."

Tiyo tertawa kecil. "Iya, sih. Makasih ya! Jadi, untuk ongkos bensin, biar aku terima ya. Terus untuk sarapan pagi ini, biar aku yang traktir. Sekali-sekali nggak papa kan?" Pemuda itu mengembalikan uang lima belas ribu milik Yaya karena tak enak hati.

"Nggak usah. Kita bayar sendiri-sendiri saja seperti biasanya. Nanti pertemanan kita malah terbebebani. Lagipula kamu sudah capek-capek mengantar jemput aku selama ini, jadi sudah seharusnya aku menghargai usaha kamu."

Hati Tiyo terenyuh ketika mendengar kata-kata Yaya. "Baiklah. Hari ini aku terima semua uang Yaya. Besok-besok aku traktir kamu makan."

Yaya menggelengkan tangannya di depan wajah Tiyo. "No, no! Nggak papa, nggak usah. Kita bayar sendiri-sendiri saja, kataku. Supaya pertemanan kita nggak terbebani. Aku takut kalau satu orang memberi banyak, satu orang lainnya malah nggak bisa balas budi. Kasihan juga kan."

"Iya, sih."

"Nah, makanya. Supaya kamu terus bersamaku dengan nyaman, semua hal harus kita bagi dua sesuai pricelist, setuju?"

Tiyo tersenyum tipis lalu mengacak rambut Yaya. "Kok gemes ya?"

"Ih, apasih! Mulai lagi kan." Yaya menarik tangan Tiyo yang berada di kepalanya lalu menaruhnya di atas meja. Yaya ingin memarahi Tiyo namun sarapan mereka sudah datang.

"Nasi uduk dua porsi?"

Yaya mengangguk. "Terimakasih mas."

"Ya, sama-sama."

Gadis itu melirik Tiyo dengan mata melotot. "Hhh!"

Tiyo terkekeh. "Sudah ah, buruan makan. Nih!"

"Bawel!"

"Iya, iya, maaf."

*

"Terimakasih sudah datang hari ini."

Revan dan Kayla berada di ruangan pria itu, duduk berhadapan dengan dua cangkir teh yang tersaji di meja. Ruangan itu terlalu besar untuk mereka berdua sehingga membuat Kayla merasa canggung, tak tahu harus melakukan apa selain duduk di atas sofa empuk putih yang berada di tengah-tengah ruangan. Ia melirik Revan yang duduk di depannya lalu menyeruput teh.

TemptedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang