CHAPTER 4
Sesampainya di rumah, Sena masuk ke dalam dengan tatapan kosong. Kedua orang tuanya menatap Sena dengan bingung, mereka heran dengan Sena yang biasanya ceria kini tampak memasang wajah murung.
"Loh, Sena kenapa, Gan? Kok lesu gitu mukanya?" tanya Vanne kepada Regan, karna jika ia bertanya pada Sena maka ia pasti tak akan menjawab.
"Biasa, kalah main game online," alibi Regan. Dan untungnya Vanne dan Elvan percaya, sebisa mungkin Regan akan menutupi semuanya. Jika ia membeberkan kejadian tadi, tentunya akan ramai. Dikarenakan Sena adalah anak bungsu kesayangan mereka, terlebih lagi Sena adalah perempuan.
Jika Regan membeberkan semuanya, maka akan terjadi keributan di rumah detik ini juga.
"Sena ke kamar dulu ya," pamit Sena yang dibalas anggukan oleh Vanne dan Elvan. Orang tua Sena mungkin berpikir untuk membiarkan Sena istirahat. Regan akan membiarkan Sena tenang dulu, mungkin nanti Regan akan menenangkannya lewat telepon.
"Regan juga mau pulang deh, Ma, Pa. Ada urusan penting," pamit Regan. Jika ia tetap di sini juga tak ada gunanya, apalagi jika Regan tetap di rumah Sena untuk menenangkannya. Orang tua Sena akan curiga.
Baru saja Regan ingin menyalimi tangan Vanne dan Elvan, datanglah Arsen dari arah pintu dengan wajah tampak tegang dan tergesa-gesa. Itu membuat emosi Regan yang sempat reda kini tersulut kembali mengingat kejadian beberapa jam lalu.
"Sena," ujar Arsen lemah. Vanne dan Elvan memasang wajah bimbang, sebenarnya ada apa. Pasalnya mereka tak tahu, apa yang terjadi antara kakak beradik tersebut. Padahal Regan bilang Sena hanya kalah main game, tapi perasaan Vanne tak enak.
Baru saja Sena ingin pergi ke kamarnya, Regan malah membatalkan niatnya untuk pergi pulang ke rumah.
"Regan gajadi pulang. Ayo, Sen kita ke kamar."
Setelah Regan pamit menarik tangan Sena untuk masuk ke dalam kamarnya. Ia berusaha melindungi Sena, Regan tahu Arsen kakak Sena, tapi kakak mana yang tega menampar adik perempuannya sendiri? Regan memang hanya sahabat Sena, tapi ia juga tak tega.
"Sena, tunggu!" teriak Arsen sambil berlari namun kalah cepat kala Regan menarik Sena kedalam kamar Sena lalu menguncinya. Arsen lemas, ia menyesal atas kejadian tadi. Andai waktu bisa diulang, bukan Sena yang akan ia tampar tapi Tika, mantan ART-nya.
"Sena, buka! Maafin abang, Sen," lirih Arsen, ia sudah kehilangan akal untuk meminta maaf jika Regan terus memberi jarak Arsen dan Sena. Elvan dan Vanne saling tatap mereka masih belum bisa mencerna dengan ini semua.
"Kenapa sih, Pa?" tanya Vanne bingung.
"Gak tau."
"Sen, maafin Abang, Abang nyesel udah nampar kamu," lirih Arsen. Meskipun pelan, namun Elvan dan Vanne dapat mendengar apa yang dikatakan Arsen barusan.
Elvan dan Vanne bangkit dari duduknya dengan wajah wajah kaget sekaligus menatap Arsen dengan horor. Arsen tentunya langsung terdiam, ia merasa bahwa dirinya bersalah.
"APA KAMU BILANG, ARSEN!" bentak Elvan menggebu-gebu seolah ingin menerkam Arsen sekarang juga ketika sadar akan semuanya. Elvan menyorot murka, wajahnya kini sudah merah padam. Begitupun Vanne yang menatap Arsen tajam.
"Kenapa kamu tampar Sena?" ujar Vanne dengan suara dingin. Vanne tahu, meskipun Arsen kakaknya Sena, tapi Arsen tak boleh begitu karna Sena perempuan.
"A-arsen gak sengaja, Ma. Arsen kebawa emosi," cicit Arsen.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARSENA [COMPLETED] ✔
Teen Fiction⚠SELESAI REVISI/SUDAH DI REVISI⚠ 🍂🍂🍂 Ini bukan kisah cinta tentang ketua osis dan badgirl, dan bukan juga cerita tentang musuh yang berubah menjadi saling cinta. Namun tentang kisah cinta mereka yang tertutup dengan ikatan "TEMAN". Akankah salah...