Pak Adit berada di ruangannya. Ia kembali melihat cincin yang berada di laci meja. Kembali ia berpikir apakah hari ini adalah hari yang tepat untuk memberikan cincin itu. Langkah kakinya langsung beranjak menuju ruangan Bu Winda.
'Tok tok tok'
Pak Adit mengetuk pintu ruangan Bu Winda.
"Masuk"
"Ohh Pak Adit"
"Mau minum kopi hari ini?" ajak Pak Adit.
Bu Winda mengangguk karena memang sebelumnya mereka sudah berencana untuk mengobrol bersama tapi waktu saja yang belum tepat.
Di kedai kopi Bu Winda sudah menyeruput kopi cappucino latte nya. Disisi lain Pak Adit bingung untuk memberikan cincin itu. Mata Pak Adit tertuju pada leher Bu Winda. Leher itu tidak terpakai kalung apapun.
"Apa kamu tidak memakai kalung dari mahasiswamu itu?" tanya Pak Adit pada diri sendiri.
"Kudengar kau sudah mulai melatih calon pemeran utama" Bu Winda akhirnya buka suara.
"Ohh benar"
"Aku turut senang semoga kau dapat memilih secara tepat"
"Apa maksudmu?"
"Yah maksudnya kau sendiri yang bilang jika pemeran utama dipilih berdasarkan talentanya. Yah aku harap kau tidak pilih kasih"
"Tunggu apa kau tau juga jika Raina menjadi calon pemeran utama?"
Bu Winda mengangguk dan tak lama kemudian Pak Adit tertawa.
"Apa kamu cemburu?"
"Hmm" Bu Winda mengangguk sembari ikut tertawa.
Bu Winda menganggapnya gurauan oleh karena itu ia tak malu mengiyakan pertanyaan Pak Adit.
"Kudengar juga Rendra menyukaimu"
"Kenapa malah bahas dia"
"Kau memang sangat populer yaa"
"Tidak aku tau Rendra masih remaja. Pikirannya masih labil. Kurasa ia menyukaiku karena kagum. Dia masih muda dan bisa melakukan apapun yang di inginkan"
"Aku melihat sepertinya tak seperti itu"
"Maksudnya?"
"Entah kenapa aku cemburu padanya" Ucap Pak Adit.
Ekspresi Pak Adit terlihat serius. Semakin membuat Bu Winda bingung akan perasaannya sendiri.
***
Hari sudah malam dan Rendra masih berada di kampus. Ia sengaja untuk pergi ke ruang tari menemui Bu Winda.
"Ada apa kamu kesini? Sudah kubilang kan aku tidak suka dengan permainan kekanak-kanakan mu" Bu Winda mengunci pintu ruang tari dan hendak pergi.
Rendra mengejar Bu Winda yang berada di depannya. Ia dengan sigap menahan tangan orang yang ia cintai itu.
"Apa menurut ibu aku belom dewasa?"
"Huhh" Bu Winda mengangguk.
"Butuh berapa lama sampai ibu menandangku sebagai pria dewasa? 20 tahun? 25 tahun?" Rendra mengeraskan genggamannya pada tangan Bu Winda.
"Rendra lepaskan!" Bu Winda meninggikan suaranya.
"JAWAB!" Entah apa yang merasuki Rendra sehingga ia mulai berani membentak orang yang ia sukai itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
HUMMING LOVE
Teen FictionSebuah kesalahan besar bagi Raina karena telah menerima tantangan cowok dingin, songong, dan menyebalkan seperti Rendra. Ia secara tidak langsung berurusan dengan kehidupan Rendra. Bahkan tentang perasaan cowok itu. Semakin dalam ia mencari tau sema...