Sebuah kesalahan besar bagi Raina karena telah menerima tantangan cowok dingin, songong, dan menyebalkan seperti Rendra. Ia secara tidak langsung berurusan dengan kehidupan Rendra. Bahkan tentang perasaan cowok itu. Semakin dalam ia mencari tau sema...
Setelah pulang dari kampus, Rendra memutuskan untuk pergi ke rumah sakit tempat ayahnya di rawat. Entah kenapa perasaannya sekarang ingin cepat-cepat pergi ke sana sebelum terlambat. Rendra mengayuh sepedanya dengan cepat.
Di rumah sakit pintu ruangan ayahnya masih tertutup rapat. Rendra bisa mendengarkan lirih pembicaraan dua orang di dalam. Entah sejak kapan ibunya sudah ada di dalam ruangan itu.
"Makasih" suara parau ayahnya terdengar.
"Ga perlu terima kasih Rahadian"
"Sudah lama aku ga mendengarmu memanggil namaku"
"Aku kesini karena mendengar keadaanmu yang mulai memburuk?"
"Apa aku harus terlihat lemah dulu baru kau mengkhawatirkanku?"
"Aku ga pernah mengkhawatirkanmu"
"Lalu siapa yang setiap pagi mengirim bunga tulip merah?"
"Entah"
"Tulip merah yang melambangkan sebuah cinta yang sangat dalam. Cocok untuk mengungkapkan isi hati pada seseorang yang dicintai"
"Omong kosong aku ga pernah dan ga akan pernah mencintaimu"
"Ratna" suara sang ayah melirih dan bersamaan dengan alat monitor nadi yang tiba-tiba berbunyi nyaring. Nafasnya tak terkontrol lagi.
Seketika Rendra menjadi panik dan ingin segera menemui ayahnya. Saat tangannya menyentuh gagang pintu, ia berubah pikiran dan tetap menunggu di luar.
"Rahadian" suara ibunya terdengar khawatir.
"Aku ga apa-apa"
"Ga apa-apa bagaimana? Akan ku panggilkan dokter"
"Jangan" sang ayah menahan lengan ibu. "Aku hanya ingin mendengar kejujuran darimu"
"Apa?" ibunya hendak menangis.
"You're my first love Ratna"
"Bohong. Kau mencintai sahabatku" ibunya tak bisa membendung air katanya lagi.
"Buktinya aku bahagia menikah denganmu"
"A-aku"
"Aku mencintamu selalu" ucap sang ayah sebelum akhirnya menutup matanya perlahan.
"Aku juga mencintaimu. Kau juga cinta pertama bagiku Rahadian. Ga akan ada yang bisa menggantikanmu di hatiku" sang ibu menangis dengan sejadi-jadinya melihat ke arah layar monitor yang hanya menampilkan garis lurus.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dokter dan perawat datang untuk memberikan pertolongan terakhir. Dan seperti mimpi ibunya melihat bagaimana sang ayah pergi untuk selamanya. Sedangkan Rendra yang masih berada di luar mendudukkan kakinya. Seluruh badannya terasa lemas. Seakan mimpi buruk yang sedang menghampirinya. Wajah tanpa ekspresi itu menangis dalam diam. Tak menjerit dan tak mengeram. Ia hanya bisa menahan semuanya. Matanya memerah dan nafasnya tertahan. Tak sanggup melihat sang ayah telah keluar dari ruangan yang seluruh badannya tertutup kain.