"Reza mana,Kai?" tanya Karniel melihat Kairi datang seorang diri.Saat itu,setelah memberi Reza bogem mentah,ia meninggalkan pria itu tampa memikirkan alasannya bila ibunya menanyai keberadaan Reza.
Kairi tampak memutar bola matanya kesekeliling berharap mendapat alasan yang bagus. Tempat untuk ruang VVIP lumayan sepi. Mengingat hanya beberapa orang yang bisa dirawar di ruangan ini. Karena ruang VVIP sangat terbatas dan harganya juga tidak bisa diragukan. Yang meminta ruang VVIP ini sendiri adalah Reza.
Beberapa suster tampak lalu lalang. Dan jangan lupakan beberapa orang yang tampaknya keluarga pasien lain yang juga di rawat di ruang VVIP. Kairi mengedarkan pandangannya. Karniel masih setia menunggu jawaban dari pria itu.
"Tadi Reza ijin ke toilet,bu. Dia bilang perutnya melilit," akhirnya ia mendapatkan jawaban yang cocok. Tentu saja jawaban itu bohong.
Bukannya kembali duduk seperti respon yang diharapkan pria itu,Karniel malah panik. "Ah,Reza kenapa? Perutnya sakit ya? Pasti dia belum makan,ibu mau nyusul dia dulu,"
Kairi merutuki dirinya sendiri. Bagaimana bisa ia lupa kalau Karniel adalah sosok ibu yang sangat khawatir bagi Reza.
Baru saja Karniel ingin pergi,Kairi segera mencegahnya. "Ibu,Reza mau ngelerin panggilan alamnya masak ibu gak bolehin?"
"Ibu bukan gak bolehin,Kai. Ibu cuman cemas Reza kenapa-napa,"
"Reza gak kenapa-napa,bu. Normal kan kalau orang itu BAB?" Kairi sedikit terkekeh dan memasang senyum jampi-jampinya.
Karniel mulai nurut dan kembali duduk bersama Lisa. Kairi mulai tersenyum lega. Ia tidak memikirkan gimana nasib Reza selanjutnya,ia tebak tidak akan ada yang tau pria itu terkapar lemas. Rehan sudah pulang sedari tadi,karena mamanya menelfonnya dan menyuruhnya pulang.
Tapi ia tidak tau kalau Juan memasang tampang curiga kepadanya. Ia merasa ada yang tidak nyaman. Melihat Kairi tiba-tiba mengajak Reza pergi dengan wajah tidak bersahabat,lalu kembali seorang diri tentu membuat seorang Juan curiga.
***
[Juan is prov]
Gue memutuskan pergi keluar mengecek keadaan Reza. Bocah itu sudah 30 menit tidak datang juga. Tante Karniel dan Lisa sudah pulang. Kairi masih menatap Ara yang entah kapan siuman.
Mengetahui sekarang Kairi tau semuanya,membuat perasaan gue semakin yakin si bocah itu kenapa-napa.
Gue melangkah menuju keluar ke arah belakang rumah sakit karena melihat Kairi tadi menyeret Reza ke belakang rumah sakit. Gue mengedarkan seluruh pandangan gue ke halaman belakan rumah sakit yang sepi. Mengingat sekarang sudah sore tidak ada seorang petugas rumah sakit yang lewat.
Mata gue sesaat menyipit ke arah sosok tubuh yang terbaring lemas di tanah. Gue berlari kecil menghampirinya,mungkin saja itu Reza. Mata gue melotot saat menyadari itu memang Reza.
Gue menatap heran. Tubuh Reza yang lemas dan juga dipenuhi bekas lebam. Gue menggeram. Ini pasti ulah Kairi. Gue membopong tubuh Reza ke dalam untuk segera di obatin. Gue bakal beri pelajaran pada Kairi.
[Juan's prov end]
***
Pemuda itu menatap datar dokter dihadapannya. Dokter itu sedang menulis resep obat. Juan hanya menatapnya datar,namun sebenarnya pikirannya sudah panas untuk menghajar seseorang.
"Pasien hanya mengalami luka ringan. Saya sudah mengobati luka-lukanya. Dan lambungnya juga luka karena belum dijamah makanan,apa pasien satu harian ini belum makan?" tanya dokter.
Juan balas mengangguk. Memang benar. Pria keras kepala itu menolak untuk makan,meski Juan sudah beberapa kali memaksanya. "Benar,dok."
"Pasien harus banyak istirahat dan juga makan tepat waktu sebelum lambungnya benar-benar mag,"
Juan mengangguk. Ia kembali kepada Reza yang ternyata sudah sadar di brankar.
"Gue kenapa bisa disini?" lirih Reza.
"Gila," kata Juan.
Reza tersenyum,tak lagi jadi bertanya. Ia sudah paham apa yang terjadi.
"Gimana keadaan Aldi dan Ara,Ju?"
"Diam lo. Keadaan lo sendiri,lo gak peduli. Jangan peduliin keadaan orang lain," tukas Juan.
Reza menurut. Tak ingin membuat darah tinggi Juan naik. Itu adalah kesalahan yang total membuat seorang Juan marah.
"Gue harus pergi sebentar," ucap Juan.
"Kemana?"
Juan mencari alasan yang masuk akal sejenak. "Nyari makanan buat lo," ucapnya lalu melangkah keluar dari ruangan.
Reza tak mengubris. Walau ia sedikit aneh dengan alasan Juan. Untuk apa dia mencari makanan dari luar,sedangkan Rumah Sakit ini menyediakan makanan yang higenis bagi pasiennya.
Disisi lain seorang Juan melangkah ke arah ruangan VVIP lainnya. Ia mencari sosok yang ia cari. Setelah melihat sosok itu,tangannya mengepal kuat dan menghantam wajah tampannya.
"Lo kenapa sih?" sinisnya.
Juan balas tersenyum sinis lalu melayangkan satu pukulan lagi hingga membuat pria itu jatuh terhuyung.
"Gue kenapa kata lo?!"
"Lo waras?" pria itu yang ternyata Kairi menyeka tetes darah yang mengalir dari sudut bibirnya.
"Seharusnya gue yang tanya itu sama lo," ujar Juan dingin.
Kairi mendengus. Ia menduga ini ada hubungannya sama Reza. "Soal Reza?"
Juan menggeram. Namun tatapannya masih dalam ekspresi dingin. "Lo nyalahin Reza atas putusnya hubungan lo sama Ara,sedangkan Reza sama sekali tidak tahu menahu tentang itu. Lo waras?"
Pria yang masih memegangi wajah lebamnya itu hanya diam tak mengubris. Ia sebenarnya tau itu bukan kesalahan Reza. Tapi saat itu ia tidak bisa mengontrol perasaannya yang masih tidak menerima kenyataan bahwa ia dan Ara sudah putus.
Juan meninggalkan Kairi sendiri yang masih sibuk dengan pemikirannya.
"Stop, berpikiran kanak-anak,Kairi Alvino!" desisnya sebelum benar-benar melangkah pergi.
_____________________
Hola,author lagi bar-bar up (:
Jadi jangan lupa buat ninggalin jejak supaya author tambah semangat (:JerniatiSilalahi
10 Juni 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
8 LETTERS [On Going]
Teen FictionPutus dengan sang kakak trus jadian sama adiknya yang ternyata sudah lama menaruh rasa padanya bahkan jauh sebelum sang kakak. Kira kira gimana ya rasanya? Gimana kisah Ara didalam posisi ini? Dia bakal bisa move on gak? Atau... Penarasan? Cuss...